Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

Penetapan HET Beras Jangan Abaikan Fakta Di Lapangan

MINGGU, 20 AGUSTUS 2017 | 08:28 WIB | LAPORAN:

Langkah pemerintah untuk menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras masih membutuhkan waktu agar dapat memenuhi kepentingan semua pihak.

Dalam dialog yang digelar Kementerian Perdagangan, belum lama ini, semua pemangku kepentingan (stakeholder) menyampaikan aspirasinya.

Menurut para pedagang, HET sulit diterapkan karena harga yang diterima dari petani sudah tinggi dan berfluktuasi. Apalagi beras yang ada berasal dari berbagai daerah atau harus dikirim ke daerah-daerah lain dengan sejumlah variasi kualitas.


Peneliti sekaligus ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengatakan, upaya pemerintah dalam menampung aspirasi dari asosiasi dari para pedagang dan petani sudah tepat.

Menurutnya selain menampung aspirasi dari para asosiasi terkait, pemerintah juga harus memperhatikan data faktual yang ada di lapangan.

"Sudah tepat. Namun demikian, pemerintah harus tetap memperhatikan data faktual dan aspirasi asosiasi petani dan pedagang," kata Rusli kepada wartawan, hari ini (Minggu, 20/8).

Rusli menjelaskan, dalam penetapan HET perlu diperhatikan harga faktual gabah saat ini. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rata-rata harga gabah nasional Januari-Juli 2017 sebesar Rp 4.509,95 per kilogram untuk gabah kering panen dengan kadar air sekitar 18 persen, dan Rp 5.470,26 per kilogram untuk gabah kering giling (GKG) dengan kadar air sekitar 12 persen.

Harga gabah tersebut jauh lebih tinggi dari harga gabah yang menjadi acuan pemerintah dalam menentukan HET Rp 9 ribu untuk beras medium yang terakhir berlaku, yakni Rp 4.250/kg.

Penyebab terjadinya perbedaan harga terbesar disebabkan oleh perbedaan harga gabah yang menurut Perpadi saat ini di lapangan sebesar Rp 4.600 per kilogram, sedangkan dari perhitungan Kementerian Pertanian (Kementan) adalah Rp 4.070 per kilogram.

Perpadi menyatakan bahwa saat ini tidak ada gabah di pasaran dengan harga Rp 4.070 per kilogram, sementara itu Kementan bersikukuh pada perhitungannya. Seharusnya pemerintah tetap memperhatikan fakta yang ada di lapangan, jangan bersikeras mematok harga.[wid]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Slank Siuman dari Jokowi

Selasa, 30 Desember 2025 | 06:02

Setengah Juta Wisatawan Serbu Surabaya

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:30

Pilkada Mau Ditarik, Rakyat Mau Diparkir

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:19

Bukan Jokowi Jika Tak Playing Victim dalam Kasus Ijazah

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:00

Sekolah di Aceh Kembali Aktif 5 Januari

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:50

Buruh Menjerit Minta Gaji Rp6 Juta

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:07

Gegara Minta Duit Tak Diberi, Kekasih Bunuh Remaja Putri

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:01

Jokowi-Gibran Harusnya Malu Dikritik Slank

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:45

Pemprov DKI Hibahkan 14 Mobil Pemadam ke Bekasi hingga Karo

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:05

Rakyat Tak Boleh Terpecah Sikapi Pilkada Lewat DPRD

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:02

Selengkapnya