Masyarakat baru-baru ini digemparkan dengan adanya kasus siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Demak, Niken Angelia yang dikabarÂkan mengalami lumpuh pasca diberikan vaksin campak dan rubella. Alhasil, kabar mengenai kelumpuhan Niken ini membuat banyak orangtua jadi khawatir anaknya mengalami hal yang sama seusai divaksin.
Sebagaimana diketahui, imuÂnisasi MR diberikan untuk melindungi anak dari penyakit keÂlainan bawaan seperti gangguan pendengaran, gangguan pengÂlihatan, kelainan jantung dan retardasi mental yang disebabkan adanya infeksi rubella pada saat kehamilan. Campak adalah salah satu penyakit paling menuÂlar yang menelan satu korban jiwa setiap empat menit, dan kebanyakan anak-anak. Sama bahayanya dengan rubela yang menjadi ancaman serius dan jika tertular di masa awal kehamilan dapat mengakibatkan cacat bawaan saat lahir pada otak, jantung, mata dan telinga.
Berikut ini penuturan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Muhammad Subuh terkait kaÂsus tersebut;
Bagaimana dengan kasus Niken di Demak, Kenapa bisa terjadi? Pada kasus di Demak, saat dilakukan pemeriksaan umum tidak ditemukan gejala tetapi setelah muncul masalah ini lalu kita periksa ternyata gejalanya sudah kronis. Jadi kondisi Niken ini co-incident artinya sudah ada penyakit lain.
Makanya saya katakan keÂpada teman-teman media agar pelaksanaan ini dikawal untuk menjaga kualitas pelaksanaanÂnya. Jadi kita minta juga kepada organisasi profesi yang memiliki anggota hingga ke kabupaten kota untuk mendampingi proÂgram imunisasi ini.
Apa tidak dilakukan pemeriksaan sebelum dilakuÂkannya imunisasi? Sebenarnya ini pemeriksaan dasar sekali oleh tenaga medis sebelum memberikan apapun tindakan medis, dan imunisasi adalah tindakan medis. Kita men-campign imunisasi ini adaÂlah pelayanan masyarakat, tapi disaat orang diberikan imunisaÂsi, maka itu adalah pelayanan invidu. Dalam rangka pelayanan medis, saya rasa harus dilakukan pengamatan secara umum.
Tapi menurut evaluasi Kemenkes, bagaimana antusias masyarakat dalam mengiÂkuti program imunisasi ini? Antusiasme masyarakat memÂbawa anaknya untuk diimunisasi MR ini cukup tinggi dibandÂing imunisasi rutin lainnya. Ya meskipun pada tahap kedua imuÂnisasi MR di bulan September nanti, petugas akan menghadapi tantangan besar. Pasalnya kan berbeda dengan bulan Agustus yang pelaksanaannya di sekolah-sekolah yang memiliki sarana dan didampingi para guru, sementar September nanti paling berat, karena pelaksanaannya di fasilitas kesehatan, posyandu, puskesmas dan tempat-tempat yang tidak ada sarananya untuk anak jalanan. Jadi kami harus aktif cari sasaran, sehingga diharapkan sisa target 35 persen juga tercapai.
Kalau 95 persen anak terimuÂnisasi MR saja sudah cukup untuk melindungi anak-anak di Pulau Jawa dari ancaman penyakit camÂpak rubela. Sisanya 5 persen anak yang belum diimunisasi sudah otomatis terlindungi kekebalan tubuhnya oleh 95 persen anak yang terimunisasi tersebut.
Sejauh ini sudah berapa persen anak Indonesia yang diimunisasi? Kalau hingga hari ke-13, pelakÂsanaan imunisasi campak rubela (
Measles Rubella/MR) secara serentak untuk siswa PAUD, SD dan SMP di Pulau Jawa tercatat sebanyak 12.576.729 anak telah diimunisasi. Dengan kata lain imunisasi MR yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 1 Agustus 2017 lalu di Sleman, Yogyakarta, itu telah mencapai 35,97 persen dari total sasaran anak yang akan diimunisasi.
Memang berapa target pemÂberian imunisasi MR ini? Nanti diharapkan pada hari ke-30 diharapkan sudah 95 persen anak-anak di Pulau Jawa diberiÂkan perlindungan vaksin MR. Saya kira ini sesuatu yang bagus dan antusiasme masyarakat unÂtuk membawa anaknya vaksin cukup besar dibandingkan imuÂnisasi yang lainnya. Untuk bulan Agustus di hari ke-13 saja kita sudah mencapai 35,97 persen, artinya kami optimis mencapai minimal 95 persen untuk imuÂnisasi MRdi Pulau Jawa.
Cakupan imunisasi MR terÂbanyak di daerah mana saja? Untuk saat ini sih ada di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 3,007 juta anak atau sekitar 39,26 persen dari total sasaÂran yang harus diimunisasi. Kemudian menyusul Jawa Barat sebanyak 4.38 juta atau sekitar 35,57 persen, Yogyakarta 35,67 persen, dan Jawa Timur 37,47 persen. Sementara cakupan terendah ada di DKI Jakarta sebanyak 700.000 anak dengan persentase 28.61 persen.
Lho kenapa DKI Jakarta malah terendah? Kami maklumi kalau DKI Jakarta rendah, karena mereka imunisasinya per hari. Sekolah mengirimkan surat kepada orang tua bahwa anak-anaknya akan diimunisasi. Meski terlambat, tapi kami yakin DKI Jakarta lebih mudah untuk mencapainya.
Terus bagaimana upaya pemerintah meyakinkan masyarakat bahwa imunisasi ini benar-benar aman? Saya selalu mengatakan bahwa program kesehatan yang paling eksis di Indonesia adalah imuÂnisasi. Anda pernah mendengar cacar? Kita mengenal cacar itu sejak zaman Soekarno menjadi presiden, di situlah eksitensi proÂgram kesehatan dimulai. ***