Rencana pemerintah membangun empat juta unit rumah murah hingga 2019 dinilai sulit terealisasi apabila pendekatan yang dilakukan tidak berubah. Program itu juga semakin berat dilaksanakan jika pemerintah tidak bisa mengendalikan harga tanah.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menjelaskan, tanpa ada kendali dan kontrol terhadap spekulan tanah membuat harga tanah semakin melambung tinggi. Selain membebani pengembang dan ujungnya menyulitkan konsumen kelas bawah. Belum lagi program rumah murah berbenturan dengan sejumlah proyek infrastruktur yang tengah dikebut maka dana yang disediakan makin terkikis.
"Adanya pembangunan infrastruktur tanpa perencanaan wilayah yang jelas akan mendongrak nilai tanah. Dengan ini pemerintah harus memikirkan bagaimana pengendalian tanah bisa berjalan. Perlu dibentuk adanya pengendalian harga tanah agar semua bisa terealisasi," jelas Ali dalam keterangannya, Selasa (15/8).
Dia mengingatkan, dari sisi anggaran, pembangunan rumah murah semakin berat di tengah fokus pemerintah yang lebih menggeber program maritim dan didorongnya proyek infrastruktur. Terbukti, anggaran untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari semula dari Rp 9,7 triliun dipangkas menjadi Rp 3,1 triliun.
"Kami ingatkan betul bahwa saat ini dana tersebut tidak akan cukup dengan rencana pemerintah untuk membangun rumah murah," papar Ali.
Untuk itu, pemerintah perlu segera merealisasikan pembentukan bank tanah sebagai upaya menjamin kelangsungan program rumah murah. Kenaikan harga properti yang luar biasa menyisakan kekhawatiran bahwa laju kenaikan harga tanah membuat pasokan lahan untuk rumah rakyat semakin berkurang.
Di sisi lain, untuk melaksanakan public housing, sebaiknya pemerintah mengambil peran utama. Di mana, swasta bisa diberi peran, namun tidak dominan karena dikhawatirkan motif bisnis selalu diutamakan. Dalam meminimalkan backlog, pemerintah juga bisa melihat berbagai terobosan-terobosan inovatif di sektor properti. Ada banyak model teknologi baru yang bisa diadopsi, seperti rumah kayu dengan teknologi tinggi, tahan gempa, anti air, dan jauh lebih murah.
Artinya, solusi yang tepat dan memadai tidak hanya mencakup penyediaan sejumlah rumah berkualitas terjangkau, namun juga keberlanjutan jangka panjang dengan cara yang ramah lingkungan. Sistem bangunan yang menggunakan bahan bangunan kayu rekayasa tahan api dinilai dapat memenuhi kebutuhan perumahan yang terjangkau dengan cara yang ramah lingkungan, hemat biaya dan efisien," demikian Ali.
Pemerinath melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menargetkan pembangunan sebanyak empat juta unit rumah murah hingga 2019 yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan anggaran Rp 72 triliun. Target itu ditetapkan dengan mengacu pesatnya progres pembangunan rumah murah hingga tahun ini. Program itu sekaligus juga untuk mengatasi backlog yang telah mencapai 11,6 juta rumah.
[wah]