Firman Soebagyo/Net
Firman Soebagyo/Net
Selain itu, hanya ada tiga RUU kumulatif terbuka, yakni RUU Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia-Filipina, RUU Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN tahun 2016, dan RUU tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.
Padahal ada 46 rancangan undang-undang masuk dafÂtar program legislasi nasional (Prolegnas) 2017, sementara waktu yang dimiliki DPR tinggal dua kali masa sidang. Sebenarnya apa sih yang menjadi persoalan utama sehingga DPR molor menyelesaikan undang-undang, berikut penuturan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Firman Soebagyo;
Apa sih persoalan utama yang dihadapi hingga kinerja legislasi DPR anjlok?
Begini, walau pun konstitusi menyatakan bahwa membuat undang-undang itu menjadi kewenangan DPR, tetapi pemÂbahasannya itu harus bersama pemerintah. Oleh karena itu, meski undang-undang yang dibahas adalah inisiatif DPR, tapi kalau pemerintah tidak mau melanjutkan pembahasannya ya menjadi stuck semua. Jadi ini sebenarnya tanggung jawab pemerintah juga, gitu lho. Bukan tanggung jawab DPR semata.
Bisa disebutkan contoh pemÂbahasan macet karena ulah pemerintah, bukan DPR?
Contohnya Undang-Undang Pertembakauan. Menurut panÂdangan DPR, ini adalah sebuah kebutuhan karena menyangkut nasib tenaga kerja, nasib dari pada industri yang berkontribusi dalam penerimaan negara. Itu pemerinÂtah tidak mau melanjutkan.
Kemudian ada Undang-Undang Kelapa Sawit yang sama. Menurut kami revisi ini juga kebutuhan karena sawit memberikan kontriÂbusi penerimaan negara Rp 300 triliun. Ini juga pemerintah belum mau melanjutkan.
Atau Undang-Undang ASN (Aparatur Sipil Negara), yang menyangkut harkat hidup tenaga honorer. Mereka jelas butuh, tapi pemerintah tidak mau mengeÂsahkan revisinya, dan tidak mau mengangkat para honorer ini.
Contoh lainnya misalnya Undang-Undang tentang kekerasan seksual dan Undang-Undang tentang minuman beralkohol. Ini pemerintah semua yang bikin macet. Kalau seperti ini seolah-olah kegagalan pembahasan undang-undang karena DPR, padahal pemerintah yang kurang serius terhadap masalah ini.
Berarti bukan karena kinerja DPR lagi menurun ya?
Enggak. Prolegnas (Program Legislasi Nasional) itu kan ditetapkan dalam jangka lima tahun, dan setiap tahun dibuat program legislasi prioritas. Sekarang ini kan banyak undang-undang yang diselesaikan melalui perÂppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang), perppu, perppu. Jadi ini perlu clear, masyarakat harus tahu bahwa undang-undang itu tidak bisa dilanjutkan ketika pemerinÂtahnya tidak mau membahas.
DPR tidak bisa memaksa supaya pemerintah lebih seÂrius menghadapi masalah legislasi ini?
Ya enggak bisa, karena meÂmang tidak ada pasal yang memberikan kewenangan DPR untuk maksa. Ini lah repotnya konstitusi kita, undang-undang semuanya harus dibahas bersama dengan pemerintah. Jadi kalau pemerintah ngunci kami tidak bisa berbuat apa-apa. Namun tentunya ini harus dipahami, bahwa tugas membuat undang-undang itu merupakan amanat konstitusi yang diatur dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Oleh karena itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pembentukan undang-undang itu harus dimulai dari tahap perencanaan. Nah, perencanaan sih bersama, tetapi begitu mulai pembahasan kemudian pemerÂintah tidak mau melanjutkan pembahasan. Ini kan terjadi inskonsistensi dari mereka, karena dalam perencanaan sudah disetujui bersama.
Saat ini adakah upaya DPR untuk bersinergi dengan peÂmerintah untuk menyelesaiÂkan PR legislasi itu?
Kalau mau ya membuat unÂdang-undang itu murni menÂjadi hak DPR, tanpa harus meÂlibatkan pemerintah. Caranya dengan mengubah konstitusi negara, mengamandemen UUD 1945. Jadi persoalannya di situ. Bukannya kinerja DPR yang buÂruk, tapi pemerintah yang tidak mau melakukan pembahasan juga menjadi persoalan.
Apakah DPR pernah menuÂrunkan target Prolegnas?
Target Prolegnas itu sudah kami kurangin banyak. Kalau dulu kan setiap tahun bisa samÂpai ratusan undang-undang. Kalau sekarang hanya kami bikin sekitar 40 undang-undang. Rasionalnya tiap komisi bisa menyelesaikan dua undang-unÂdang per tahun. Tapi kan keÂnyataannya enggak bisa. Karena memang pembahasan di tingkat komisi ini harus dipacu. Ini menunjukan bahwa perencanaan bersama antara DPR dan pemerÂintah masih harus diperbaiki.
Bagaimana caranya?
Saya sudah mengusulkan supaya ada FGD (Fucus Group Discusion) September. Tujuannya untuk memÂbangun kesepakatan bersama, antara pemerintah dengan DPR. Intinya sepakat bagaimana caranya supaya pembahasannya enggak macet seperti sekarang. Kami akan minta ke pemerintah, merÂeka maunya bagaimana. Jangan sampai undang-undang yang jadi inisiatif DPR, sudah disahkan di paripurna, kemudian pemerintah tiba-tiba enggak mau melakukan pembahasan.
Masalah kualitas undang-undang juga dipertanyakan. Apa tanggapan anda terkait hal ini?
Ya itu lah sebab kenapa Baleg tidak mau tergesa-gesa ketika membahas undang-undang, misalnya Undang-Undang Panas Bumi, Undang-Undang Penyiaran. Itu karena banyak yang sebetulnya belum memahaÂmi esensi dari substansi undang-undang yang dibahas. Ini sering jadi hambatan. Kembali kepada pemerintah sekarang.
Jadi konkretnya untuk perbaikan kualitas undang-undang ini bagaimana?
Pertama ya harus ada komitÂmen dulu, undang-undang yang masuk prolegnas harus bisa disÂelesaikan. Jangan kemudian di tengah jalan begitu di intervensi LSM mundur, dikritik LSM mundur, kan konyol. ***
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33
Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36
Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34
Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19
Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54