Umat Islam masih mempertanyakan kehalalan vaksin Measles Rubella atau MR. Tengok saja di Daerah Istimewa Yogyakarta ada empat pondok pesantren yang menolak imuÂnisasi Rubella. Empat ponpes yang menolak menyelenggaraÂkan imunisasi, satu di Kabupaten Sleman dan tiga di Kabupaten Bantul. Alasan penolakan mereka adalah karena bahan-bahan yang digunakan dianggap tidak halal.
Hal serupa terjadi di Bekasi, Jawa Barat. Dua sekolah swasta di Kota Bekasi menolak proÂgram imunisasi campak dan rubella. Alasannya mereka ragu dengan keaslian dan kehalalannya. Apalagi beberapa waktu lalu marak vaksin palsu. Menanggapi persoalan kehalalan vaksin Measles Rubella, berikut penuturan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh;
Katanya MUI sudah mengeÂluarkan fatwa soal imunisasi ini, apa betul?
Jadi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah melakukan pemÂbahasan dan juga menetapkan fatwa terkait hukum imunisasi. Fatwa nomor 4 itu kami keluarÂkan pada Januari 2016.
Jadi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah melakukan pemÂbahasan dan juga menetapkan fatwa terkait hukum imunisasi. Fatwa nomor 4 itu kami keluarÂkan pada Januari 2016.
Apa isi fatwanya?Intinya imunisasi itu dibolehÂkan untuk kepentingan menjaga kesehatan. Akan tetapi harus dipastikan, vaksin yang digunaÂkan untuk kepentingan imunisasi itu halal dan suci. Jadi poinnya di situ ya.
Artinya imunisasi ini sudah halal dan diperbolehkan?Pokoknya berdasarkan fatwa nomor 4 tahun 2016, imunisasi pada prinsipnya dibolehkan atau mubah di dalam rangka menjaga kesehatan masyarakat. Itu saja intinya.
Tapi bukannya vaksin ini beÂlum ada sertifikasi halalnya?Sebagai Sekretaris Komisi Fatwa MUI saya belum menerima informasi soal masalah sertifikasi itu.
Berarti kandungan vaksinÂnya juga tahu?Kami di Komisi Fatwa MUI belum mendapat informasi utuh terkait jenis vaksin yang dipakai, dan juga kandungannya.
Tapi kok sudah dibolehÂkan?Jadi prinsipnya vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci. Vaksin yang belum terverifikasi halal itu bisa digunakan apaÂbila, digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat, belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci, serta adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal.
Al-dlarurat atau al-hajat itu kondisi yang seperti apa?Al-dlarurat adalah kondisi keterpaksaan yang apabila tidak diimunisasi dapat mengancam jiÂwa manusia. Kemudian al-Hajat adalah kondisi keterdesakan yang apabila tidak diimunisasi maka akan dapat menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang.
Sebelum ini MUI pernah enggak mengeluarkan fatwa untuk obat yang kandunganÂnya tidak 100 persen halal?Kehalalan itu tidak mengenal 100, 80, atau 50 persen. Jadi antara halal dan tidak halal saja. Setengah halal itu kan enggak ada. Ada fatwa terkait dengan penggunaan vaksin polio IBT (pemberian vaksin dengan cara suntik-red) dan OBT (pemberian vaksin dengan cara oral-red) taÂhun 2005. Untuk penjelasannya bisa dilihat sendiri dari fatwa yang dikeluarkan.
Seperti kita ketahui, sampai sekarang masih terdapat peÂnolakan di sejumlah tempat terhadap kegiatan imunisasi ini. Apa rekomendasi MUI untuk menyikapi hal ini?Terkait hal ini kami menÂyarankan supaya pemerintah dan tokoh agama dan masyarakat wajib melakukan sosialisasi pelaksanaan imunisasi. Selain itu pemerintah juga harus menÂjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat. Terkait hal ini, pemerintah harus segera mengimplementasikan keeÂwajiban sertifikasi halal untuk seluruh vaksin, termasuk meÂminta produsen untuk segera mengajukan sertifikasi produk vaksin. Dengan begitu, proÂdusen vaksin bisa diwajib untuk berusaha produksi vaksin yang halal. ***