Berita

Jaya Suprana/Net

Jaya Suprana

OPINI JAYA SUPRANA

Kelirumologi Koalisi

KAMIS, 03 AGUSTUS 2017 | 07:53 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

ADA suatu gejala pada panggung politik yang menarik untuk ditelaah secara kelirumologis, yaitu apa yang disebut sebagai koalisi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata koalisi adalah kerja sama antara beberapa partai politik untuk memperoleh kelebihan suara di parlemen demi perebutan kekuasaan politik.

Politis


Tampaknya terhadap koalisi, memang KBBI membiarkan diri terperangkap pada pemaknaan politis padahal sebenarnya koalisi  tidak terbatas pada urusan politik belaka namun juga urusan ekonomi, sosial, agama bahkan perang seperti ketika istilah koalisi perdana digunakan pada tahun 1715 bagi persekongkolan antar kerajaan yang digalang tsar Peter Akbar dalam beperang mengeroyok raja Swedia, Charles XII.

Gaya persekongkolan demi keroyokan yang dipelopori Peter Akbar lebih dari 300 tahun yang lalu di Eropa Utara itu, ternyata di masa kini sedang asyik dilestarikan di panggung politik para parpol di Indonesia.

Tanpa disadari atau sebenarnya disadari namun pura-pura tidak sadar, sepak terjang koalisi sebagai bagian dari sistem demokrasi sebenarnya kurang selaras dengan makna dasar demokrasi yang paling hakiki yaitu dari rakyat untuk rakyat.

Dalam asyik menjalin koalisi para parpol yang susah payah dengan biaya pemilu berlimpah-ruah untuk dipilih oleh rakyat mendadak tidak peduli kepentingan rakyat.

Dalam asyik membentuk koalisi  tidak ada parpol yang minta izin alias permisi kepada rakyat untuk memilih parpol yang ingin diajak koalisi. Rakyat diperlakukan secara "habis manis sepah dibuang".

Parpol

Pada kenyataan praktek membentuk koalisi, makna dasar sukma demokrasi yakni "dari rakyat untuk rakyat" beralih rupa menjadi "dari parpol untuk parpol".

Sungguh merupakan paradoksa demokrasi sambil pelanggaran etika bahwa rakyat terpaksa mengikhlaskan diri untuk tanpa berdaya apapun menyaksikan sepak-terjang para parpol pilihan mereka saling sibuk menjalin koalisi sebagai istilah kosmetik eufemisme bagi perilaku "persekongkolan" alias "komplotan" demi melakukan aksi "keroyokan" bukan demi kepentingan rakyat namun sekadar demi kepentingan kekuasaan para parpol yang telah dipilih oleh rakyat untuk duduk di atas singgasana kekuasaan.

Namun apa boleh buat tampaknya rakyat memang hanya bisa pasrah belaka terhadap apa yang disebut sebagai koalisi yang secara hakiki memang merupakan pelanggaran terhadap sukma demokrasi.

Panggung Sandiwara

Sementara dalam skenario di panggung sandiwara politik, para parpol bebas leluasa merdeka melakukan perubahan terhadap koalisi yang telah mereka masing-masing jalin dengan parpol lainnya.

Yang semula kawan langsung bisa berubah menjadi lawan atau sebaliknya tanpa ada kesetiaan terhadap apa yang disebut sebagai prinsip kecuali prinsip kekuasaan.

Yang menentukan siapa lawan siapa kawan dalam percaturan politik memang bukan rakyat namun parpol. Yang paling mengenaskan adalah fakta bahwa di pergelaran sandiwara politik, rakyat yang di masa pemilu semula berperan sebagai pemeran utama yang sedemikian dijunjung tinggi bahkan dielu-elukan sebagai subyek politik mendadak di masa pasca pemilu merosot berperan sebagai penonton yang sama sekali tidak memegang kendali kekuasaan terhadap apa yang terjadi di panggung sandiwara politik.

Kerap kali rakyat malah difitnah sebagai warga liar, perampas tanah negara, kriminal sampai komunis demi pembenaran angkara murka penggusuran yang dilakukan secara melanggar Kemanusiaan Adil dan Beradab atas nama pembangunan oleh para kepala daerah yang secara politis didukung oleh koalisi alias komplotan para parpol pendukung sang penggusur. [***]

Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajar Kemanusiaan

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya