Bekas Panglima TNI ini meÂnilai ke depan harus ada perbaiÂkan menyeluruh terkait aturan main tata niaga beras, agar kesalahpahaman dalam kasus penggerebekan gudang PT Indo Beras Unggul (IBU) produsen beras merk Maknyuss dan Ayam Jago tak terjadi lagi.
Seperti diketahui, gudang PT IBU di Kedungwaringan, Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu digerebek polisi.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memimpin langsung penggerebekan dugaan praktik penimbunan beÂras itu. PT IBU diduga, menjual beras jenis IR 64 dengan harga Rp 20 ribu. Padahal itu adalah beras medium yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga Rp 9 ribu.
Berikut pandangan Jenderal Moeldoko terkait perkara PT IBU dan evaluasi menyeluruh dari tata niaga beras;
Bagaimana Anda melihat kejadian penggerebekan guÂdang PT IBU yang dilakuÂkan Satgas Pangan beberapa waktu lalu?Saya senang dengan Satgas Pangan melakukan ini. Karena apa? Karena sebenarnya kalau kita mau lihat, semuanya begitu jelas di pasar. Harga di pasar dengan biaya produksi petani sangat berbeda. Harusnya ini segera dibenahi.
Menurut Anda apa sih yang harus dibenahi?Regulasinya. Regulasi di taÂhap peredaran beras dan penÂgawasannya belum maksimal. Jangan seperti RBT, rencana baru bangun tidur. Kalau semua sudah di-brand sejak awal tentu tidak akan begini.
Pembenahan seperti apa yang harus dilakukan?Harus jelas dari mulai buÂdidaya, pasca panen, hingga tata niaga atau proses penjualan. Selain itu, pemerintah juga harus membenahi sektor hulunya. Salah satunya masalah masalah akses permodalan bagi petani.
Kenapa masalah permodaÂlan diutamakan?Petani itu hanya memperoleh keuntungan kurang dari Rp 2 juta setiap bulannya. Itu terlalu kecil. Padahal petani itu harus minimim menghasilakan 7 ton, sehingga persoalan modal jadi yang pertama. Selain masalah modal, subsidi benih juga harus menjadi perhatian pemerintah.
Kenapa begitu?Karena proses distribusi yang tidak bagus. Ini yang dirasakan oleh petani, pada saat dia butuh pupuk tapi barangnya tidak ada, kalau pun ada barangnya terlambat gitu, ini yang serÂing terjadi dan keluhan ini ada di mana-mana. Menurut saya perlu dievaluasi distribusinya. Kalau memang ini tidak bisa diuntungkan besar kepada para petani, mungkin perlu dicek lagi apakah perlu subsidi pupuk diberikan saat kapan dan harga yang ditetapkan petani Bulog. Petani sudah menikmati itu, lebih ke subsidi harga, ini perlu dikaji lagi harus ada solusi.
Lalu menurut Anda distriÂbusinya baiknya seperti apa?Menurut saya subsidi bisa dialihkan ketika pasca panen. Contohnya dengan memÂbeli gabah hasil panen para petani. Misalnya, harga gabah yang semula dipatok Rp 3.700 per kilogram, dibeli pemerÂintah dengan harga Rp 5000 sampai Rp 6000 per kilogram. Dengan begitu, uang pemerÂintah bisa dirasakan langsung oleh petani. Karena justru yang diinginkan oleh para petani adalah melindungi harga pasca panen. Sebenarnya bagi para petani sepanjang dia bisa menÂjual setinggi-tingginya harga itu sangat nikmat bagi dia. Jadi jangan dibatasi harga yang harus dijual petani saya. Kalau dibatasi dia akan rugi.
Kalau untuk pengaturan subsidi pupuk dan benih baÂgaimana?Jadi tidak ada lagi subsidi benih dan pupuk yang jumlahÂnya Rp 31 triliun. Mungkin lebih bagus dialihkan ke harga gabah yang lebih baik sehingga pendaÂpatan petani ada peningkatan. Daripada tidak menikmati, mendÂing harganya yang diperbaiki saat panen. Saya sebagai ketua HKTI tidak mau dong petani saya menderita. Petani itu jangan miskin, harus kaya. Makanya saya usulkan subsidinya bukan di awal, tetapi di akhir, yaitu subÂsudi harga besar, misalnya dari harga Rp. 3.500, naik disubsidi menjadi Rp 4.500 atau Rp 5.000. Dengan begitu, petani akan seÂmakin sejahtera. ***