Selesai bertemu dengan Bareskrim dan Kementerian Perdagangan terkait pengusutan kasus pemalsuan beras PT Indo Beras Unggul (IBU) kemarin, Ombudsman menilai ada potensi maladministrasi saat penggerebekan terkait kasus tersebut.
Seperti diketahui, kepolisian menemukan dugaan manipulasi kandungan beras di gudang PT IBU di Kedungwaringan, Bekasi, Jawa Barat, Kamis lalu. Perusahaan itu diduga mengubah gabah jenis IR64 yang dibeli seharga Rp 4.900 dari petani dan dijual menjadi beras premium.
Kasus itu menimbulkan poleÂmik di masyarakat. Pemerintah menganggap ada kerugian yang ditimbulkan dari penjualan beÂras yang dilakukan oleh perusahaan ini. Bahkan saham peÂrusahaan induk PT IBU, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), sempat anjlok 24 persen. Berikut penuturan Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Alamsyah Saragih terkait dugÂaan maladministrasi tersebut.
Berarti sejauh ini baru menÂduga ada maladministrasi ya?Iya, kami kan baru minta konÂfirmasi, dan ini belum selesai. Jadi sekarang masih potensi. Rencana Senin kami pleno dan kami tetapkan apakah akan naik jadi dugaan maladministrasi.
Apa yang menyebabkan Ombudsman menilai ada poÂtensi maladmisnitrasi dalam kasus ini? Ada tiga hal yang membuat Ombudsman beranggapan beÂgitu. Pertama, terkait pembeÂrian informasi aparat penegak hukum. Kami melihat simpang siur ini lebih banyak karena informasi yang berubah-ubah. Itu kan ada instansi yang menyeÂbut kerugian Rp 10 triliun karena kasus ini. Kami akan selidiki itu, apakah informasinya valid atau tidak.
Kalau tidak valid bagaimaÂna? Kalau memang tidak valid, kami meminta instansi-instansi tersebut untuk membenahi proses olah informasi mereka. Karena informasi-informasi ini yang diterima penegak huÂkum bisa menghambat penyidiÂkan. Kan kasihan orang kerja. Harus ada perbaikan keseluruÂhan. Kedua, kami melihat ada masalah dalam
early warning system dari instansi terkait, sehÂingga ini menimbulkan polemik ketika telah terjadi kasus. Hasil pembicaraan kami, mereka sudah bersedia untuk membeÂnahi early warning system-nya untuk mencegah hal-hal seperti ini tidak terulang.
Berikutnya... Ketiga, penerapan regulasinya bermasalah. Satgas Pangan menggunakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 47 Tahun 2017 untuk melakukan penindakan. Permen ini merupakan perubahan atas Permendag Nomor 27 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Penjualan di Konsumen. Kementan bilangnya harga acÂuan itu ya untuk diacu saja. Sedangkan, Polri masih menÂgacu kepada peraturan No 27, tapi sudah ada lagi No 47. Dan peraturan itu mengacu kepada HET (Harga Eceran Tertinggi-red) 9 ribu rupiah. Ini yang kami dalami, pas atau tidak itu. Selain itu, kata polisi kan perusahaan telah memalsukan tabel kandÂungan gizi. Sementara hal itu harusnya menjadi wewenang dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan -red) untuk mengecek. Tapi BPOM tidak tergabung dalam tim Satgas Pangan.
Lalu apa yang Ombudsman lakukan terkait masalah reguÂlasi ini? Satgas harus memberi inforÂmasi sesuai tugasnya. Kami juga harus cek apakah ada kepentinÂgan-kepentingan tertentu yang menyangkutpautkan Satgas Pangan untuk kepentingannya sendiri. Jadi, kami akan lakukan
regulatory review terkait dengan penetapan harga dan beberapa regulasi lainnya. Untuk meÂmastikan bahwa regulasi terseÂbut dikeluarkan sesuai dengan tujuannya. Bukan hasil cacat prematur, apalagi demi kepentÂingan sepintas.
Kalau soal dugaan monopoli yang dilakukan PT IBU baÂgaimana? KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) telah menÂganulir informasi tersebut, belum ada indikasi soal monopoli.
Pemeriksaan yang dilakuÂkan Ombudsman bisa memÂpengaruhi penyelidikan engÂgak? Tidak, kami di Ombudsman kan hanya melaksanakan tugas untuk menuntaskan proses peÂmeriksaan terhadap maladminÂistrasi yang ada dan merekomeÂmendasikan tindakan korektif yang akan diambil. Kami di Ombudsman sudah menyampaiÂkan kepada kepolisian, silahkan teman-teman kepolisian melakuÂkan proses lidik dan sidiknya, karena ini bukan hanya untuk PT IBU. ***