Dalam rangka meningkatkan kualitas Pendidikan Profesi Advokat (PPA) di Indonesia, DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) melakukan audiensi dan diskusi dengan para pemangku kepentingan, antara lain dengan Badan Kerja Sama Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri Se-Indonesia (BKS PTN Se-Indonesia) dan Mahkamah Agung RI.
Dalam audiensi dan pertemuan dengan Mahkamah Agung pada Rabu (12/7), delegasi DPP AAI yang dipimpin oleh Ketua Umum Muhammad Ismak dan Ketua PPA R. Astuti Sitanggang membahas tentang keprihatinan DPP AAI terhadap standar penyelenggaraan PPA dari banyaknya organisasi advokat yang ternyata tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
"Berdasarkan informasi dari Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial M. Syarifuddin, AAI merupakan organisasi advokat pertama yang beraudiensi dengan Mahkamah Agung mengenai kepedulian dengan kondisi pendidikan profesi advokat," kata Muhammad Ismak dalam keterangannya, Jumat (14/7).
Dia menjelaskan, pembahasan bersama MA lebih dimaksudkan kepada peran MA melalui pengadilan tinggi di Indonesia untuk melakukan pengambilan sumpah kepada para advokat yang telah memenuhi persyaratan menjadi advokat, sesuai Undang-Undang 18/2003 tentang Advokat.
"Sebelum pengambilan sumpah tersebut dilangsungkan, ada baiknya pengadilan tinggi memastikan kepada organisasi advokat tersebut bahwa setiap advokat yang akan diambil sumpah telah melaksanakan pendidikan profesi advokat, sesuai putusan MK Nomor 95/PUU-XIV/2016," pinta Ismak.
Karena itu, DPP AAI mengusulkan kepada MA untuk menerbitkan Surat Keputusan Mahkamah Agung baru dengan adanya putusan MK 95/PUU-XIV/2016 tersebut, sebagaimana MA sebelumnya telah menerbitkan SKMA RI Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tanggal 25 September 2015 yang sejalan dengan putusan MK 36/PUU-XIII tanggal 29 September 2015 terkait pengambilan sumpah advokat oleh ketua pengadilan tinggi.
"SKMA baru tersebut merupakan suatu yang tak terpisahkan sebagai syarat pengambilan sumpah advokat oleh ketua pengadilan tinggi. Di mana, calon advokat wajib mengikuti pendidikan profesi sesuai standar kurikulum pendidikan profesi yang diatur oleh kementerian terkait yang membawahi perguruan tinggi hukum dan sejalan dengan isi putusan MK 95/PUU-XIV/2016," papar Ismak.
Pada 7-9 Juli lalu, bertempat di Hotel Aston, Denpasar, DPP AAI diundang oleh BKS PTN se-Indonesia untuk memberikan paparan mengenai pendidikan profesi advokat dari perspektif organisasi advokat.
Dalam kesempatan itu, Ismak menyatakan bahwa AAI merupakan organisasi advokat yang pertama kali menginisiasi pengkajian mengenai PPA dikaitkan dengan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8/2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, dan peraturan pelaksana lainnya.
"AAI sangat menyayangkan kondisi pendidikan profesi advokat yang saat ini dijalankan oleh organisasi advokat lainnya. Faktanya PPA tersebut diselenggarakan oleh masing-masing organisasi advokat tanpa kurikulum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan profesi," ujar Ismak.
Karena itu, salah satu rekomendasi terpenting yang telah disusun DPP AAI adalah PPA diselenggarakan oleh perguruan tinggi hukum atau sekolah tinggi hukum yang bekerja sama dengan organisasi profesi advokat untuk memenuhi level tujuh Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sesuai Perpres 8/2012.
"Dan ternyata rekomendasi tersebut kemudian sejalan dengan putusan MK Nomor 95/PUU-XIV/2016 tanggal 23 Mei 2017 yang pada intinya memutuskan bahwa dalam menyelenggarakan pendidikan profesi advokat, organisasi advokat harus bekerja sama dengan dengan perguruan tinggi dan fakultas hukumnya minimal terakreditasi B atau sekolah tinggi hukum yang terakreditasi B," demikian Ismak.
[wah]