Suhardi-John F. Kelly/BNPT
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Suhardi Alius melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) dan menggelar pertemuan bilateral dengan Secretary for Homeland Security (Menteri Keamanan Nasional AS), John F. Kelly. Pertemuan tersebut dilakukan di Departemen Keamanan Nasional, Amerika Serikat.
“Pada intinya Menteri Kelly menyampaikan bahwa masalah terorisme ditambah dengan adanya FTF (Foreigh Terrorist Fighter) menjadi suatu paradigma baru bagi negara-negara di dunia dalam penanggulangan radikalisme dan violent extremism,†ujar Suhardi usai pertemuan melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (12/7).
Dalam pertemuan dengan Kelly tersebut, mantan Sekrtetaris Utama (Sestama) Lemhanas RI ini mengatakan bahwa banyak negara seperti Uni Eropa yang saat ini mengalami panic mode akibat dari radikalisme dan violent extremisme. Hal itulah yang menjadi salah satu perhatian utama Departemen Keamanan Nasional AS adalah pertukaran informasi mengenai data penumpang udara (passengers information).
“Hal ini berdasarkan informasi intelijen bahwa ISIS berkeinginan untuk melakukan serangan utamanya melalui maskapai penerbangan serta sebagai mode transportasi dari FTF,†ujar mantan Dir Reskrimum Polda Metro Jaya ini.
Lebih lanjut, mantan Kapolda Jawa Barat itujuga menyampaikan bahwa penanganan terhadap tindak pidana terorisme juga perlu mengedepankan pola soft approach.
“Salah satunya melalui program deradikalisasi yang dinilai cukup berhasil untuk menurunkan angka tindakan kekerasan oleh mantan teroris,†katanya.
Namun demikian kepada John F. Kelly, mantan kadiv humas Mabes Polri itu menyampaikan bahwa pola soft approach ini bisa berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya.
“Ini dikarenakan bahwa root causes (akar permasalahan) masalah terorisme antar satu negara dengan negara lain itu berbeda,†tuturnya.
Mantan Wakapolda Metro Jaya ini menambahkan agar penanggulangan terorisme bisa lebih efektif, di Indonesia sendiri saat ini sedang berupaya untuk merubah Undang Undang (UU) Anti-Terorisme. Hal tersebut karena pentingnya beberapa upaya kriminalisasi agar memberikan kepastian hukum bagi aparat penegak hukum untuk menjalankan tugas dan fungsinya.
“Selain itu penting adanya revisi dalam RUU mengenai tindak pidana melakukan kejahatan terorisme sebagai FTF. Tidak hanya itu, forum seperti APEC juga dapat dimanfaatkan oleh kedua negara terkait dengan passenger list melalui Working Group on Travel, selain forum Counter-Terrorism Working Group dari APEC,†tutur pria yang pernah menjadi Sespri Kapolri ini.
Untuk itu Suhardi menyimpulkan pentingnya agar kedua negara bisa memiliki suatu payung hukum perjanjian dalam penanggulangan terorisme.
[san]