Imbas wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa sudah terasa di kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sampai-sampai, harga jual tanah di kota ini melangit. Banyak orang dari Jakarta yang membidik.
Hal itu disampaikan Anggota DPR dapil Kalteng, Hamdhani. Politisi Nasdem itu bercerita, salah satu spot yang dibidik pembesar asal Jakarta adalah sepanjang Jalan Cilik Riwut, Palangkaraya. Jalan tersebut, adalah jalan protokol dan sudah banyak dibangun perkantoran hingga hotel.
"Palangkaraya saat ini semakin hidup, investasi sudah banyak masuk. Hotel dan perkantoran semakin banyak dan bagus," ujar Hamdhani kepada Rakyat Merdeka, semalam.
Hamdhani mengatakan, harga jual tanah di Palangkaraya saat ini sedang melangit. Dia mencontohkan, sepanjang Jalan Cilik Riwut sebelum heboh ibu kota pindah harganya masih seputar 250 ribu per meter. Tapi saat ini, sudah naik melebihi 100 persen. "Ya 500-600 ribu per meter lah sekarang," katanya.
Baginya, kisah perburuan tanah di Palangkaraya bukan rahasia umum. Hingga saat ini, banyak orang kaya yang hendak berinvestasi dengan membeli tanah maupun bangunan di kawasan perkantoran itu. "Mereka datang sendiri ke sana (Palangkaraya) banyak yang mau beli karena yakin pindahnya ke sana," katanya.
Hamdhani bercerita, keyakinan para pebisnis akan dipindahkannya ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya bukan tanpa sebab. Pasalnya, sekalipun pemerintah belum menyebut nama, namun Kalimantan menjadi opsi lokasi pemindahan ibu kota.
Selain itu, sejarah mencatat, Palangkaraya memang pernah disiapkan Presiden Soekarno sebagai ibu kota baru, setelah Jakarta. Bahkan, sebelum lengser di medio 1960-an, Palangkaraya tengah ditata menjadi ibu kota. Salah satunya, Jalan Cilik Riwut yang sudah 50 tahun digunakan tidak pernah rusak. "Itu jalan yang bangun Rusia. Tata kotanya sudah ada, tinggal dilanjutkan saja," katanya.
Selain itu, Gubernur Kalteng, Sugianto Sabran, disampaikannya telah mempersiapkan 507 hektar lahan tanah jika akhirnya pemerintah pusat memutuskan Palangkaraya sebagai ibu kota baru. "Lahan 507 hektar itu luas sekali. Jalan dari Cilik Riwut sampai Katingan itu aspalnya masih bagus. Tapi, memang tidak bisa buru-buru pindah, perlu persiapan matang," pungkasnya.
Informasi dihimpun, harga jual tanah di Palangkaraya terpantau meroket. Seperti dilansir Tempo.co, beberapa lokasi Jalan Mahir Mahar yang merupakan lintas luar (ringroad) dan Jalan Cilik Riwut, harga tanah per meternya sudah naik 100 persen. Dari 300 ribu per meter menjadi 400 ribu.
Sumarno, warga Jalan Cilik Riwut KM 8, Palangka Raya, mengaku mendapatkan keuntungan sangat besar saat ia menjual tanahnya yang berlokasi di Jalan Cilik Riwut KM 7. "Tanah saya sebulan lalu dibeli orang yang ngaku-nya dari Jakarta Rp 400 juta. Padahal saya beli lima tahun lalu Rp 100 juta saja," ujar Sumarno, kemarin.
Menurut Sumarno, saat ini memang sangat banyak orang mencari tanah, terutama di lokasi strategis, seperti Jalan Cilik Riwut dan daerah pengembangan baru seperti Jalan Mahir Mahar. "Mereka memang sepertinya sedang berinvestasi untuk jangka panjang," ujar pengusaha yang memiliki puluhan tanah di beberapa lokasi di Palangka Raya itu.
Sementara, di Jalan Temanggung Tilung yang berjarak sekitar 5 kilometer dari pusat kota, saat ini harga tanah mencapai Rp 600 ribu per meter persegi. Padahal, daerah ini baru saja berkembang sekitar enam tahun lalu. Saat itu, harganya sekitar Rp 200 ribu per meter persegi.
Joel, warga Temanggung Tilung, mengungkapkan sekitar sebulan lalu saudaranya hendak menjual tanah satu kapling dengan menawarkan harga Rp 750 juta. Padahal, awal membeli tanah itu cuma sekitar Rp 50 juta pada sekitar tujuh tahun lalu. Ukuran satu kapling menurut warga setempat adalah 25x40 meter persegi.
Setelah negosiasi, adiknya sepakat menjual tanah tersebut seharga Rp 600 juta. Tak lama, tetangga sebelah rumahnya juga menjual tanah satu kapling dengan harga Rp 650 juta. "Ini artinya harga tanah di tempat kami sudah mencapai sekitar Rp 600 ribu per meter," ujar Joel, kemarin.
Sebelumnya, Gubernur Kalteng mewarning warganya agar tak gegabah menjual tanah menyusul wacana pemindahan ibu kota. Sebab, jangan sampai seperti masyarakat Betawi di Jakarta yang banyak tak memiliki tanah karena sudah dijual. "Jangan buru-buru dijual ditahan dululah, tapi kalau harganya cocoknya ya silakan," ujar Sugianto, beberapa waktu lalu. ***