Setelah masa tenggang sejak 1 April lalu, pemerintah akhirnya menetapkan tarif baru dengan sistem batas bawah dan batas atas bagi taksi online.
Kebijakan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017. Dalam aturan itu, tarif baru harus diterapkan per 1 Juli 2017.
Meski peraturan baru telah ditetapkan, namun fakta di lapangan, masih ada operator peÂnyedia jasa taksi online yang belum melaksanakan aturan tersebut. Hal itu diketahui saat Rakyat Merdeka menggunakan salah satu taksi online, Senin siang (3/7).
Kami memesan layanan terseÂbut dari Perumahan Patria Jaya, Jatirahayu, Bekasi, menuju Lubang Buaya, Jakarta Timur. Di layanan aplikasi tertera, tarif untuk jarak sekitar 5 kilometer (km) tersebut sebesar Rp 16 ribu. Tarif tersebut masih sama dengan tarif sebelum aturan baru taksi online ditetapkan.
Tak menunggu lama, pesanan kami diambil seorang pengeÂmudi taksi online. Mobilnya Daihatsu Xenia berkelir merah. Dari penampilannya, mobil tersebut masih tampak baru. Begitu pun dengan penampakan interior dalam mobil.
Mobil pun langsung diarahkan ke tujuan yang telah ditentukan. Kurang dari 30 menit, kami pun sampai di tempat tujuan yang telah ditentukan. Tak ada tambahan biaya meski lalu lintas agak raÂmai. Situasi keramaian lalu lintas biasanya juga jadi salah satu patoÂkan tarif salah satu taksi online.
Sepanjang perjalanan, sopir itu bercerita, sejauh yang dia diketahui, memang belum ada tanda-tanda perubahan tarif tersebut. "Tarifnya biasa saja, sama seperti kemarin-kemarin. Yang saya tahu memang belum naik," ucapnya.
Lebih dari itu, dia bahkan mengaku tidak mengatahui adanya rencana perubahan tarif sepertiyang ditetapkan pemerintah. Ia mengatakan, bahwa dirinya belum mendapatkan informasi apapun dari perusahaannya.
"Saya enggak tahu juga kalau bakal naik atau berubah tarifnya. Belum ada pemberitahuan kalau bakal naik atau sebagainya. Saya juga belum dengar dari teman-teman kalau tarif mau dinaikÂkan," ujarnya.
Kendati demikian, sebagai seorang sopir, dia menyambut baik bila ada kenaikan tarif. Dengan begitu, pemasukannya bisa bertambah. "Ya namanya juga sopir, pasti inginnya juga naik. Biar lebih untung juga kaitanya," tuturnya.
Senada, seorang pengemudi mobil online lain menyatakan, kenaikan tarif ini akan menguntungkan. Apalagi, kata dia, operator tertentu memiliki targetharian untuk dipenuhi. Jika memenuhi target, tentunya akan menambah pendapatan mereka.
Hal yang menurutnya jadi perhatian para pengemudi, justru beberapa rencana pemerintah dalam peraturan tersebut. Salah satunya adalah rencana pemÂbatasan armada transportasi yang akan ditentukan pemerintahdaerah (Pemda) masing-masing wilayah.
"Saat ini jumlah driver meÂmang cukup banyak. Saat saya bergabung Januari lalu sudah tercatat 50 ribu pengemudi. Saya tidak tahu bila nantinya akan ada pembatasan seperti apa. Itu akan mengurangi jumlah tenaga kerja," ucapnya.
Ia juga mengkhawatirkan, pembatasan ini nantinya juga akanberlaku untuk wilayah kerja. "Meski belum tertulis, soalpemÂbatasan ini memang sudah jadi pembicaraan sama teman-teman di lapangan," ujarnya.
Pendapat berbeda mengenai tarif diungkapkan pengemudi taksi online yang lain. Pria yang pernah bekerja sebagai sopir taksi konvensional itu mengataÂkan, dirinya juga kurang setuju bila tarif taksi online disamakan dengan taksi konvensional. Sebab, itu bisa membuat mereka kehilangan pelanggan.
"Kalau saya, tarif standar saja kayak sekarang. Saya pernah di taksi biasa, saya pernah ngerasain tujuh tahun di dunia transportasi. Saya pernah ngerasain gimana susahnya dapat penumpang. Kita kan dapat duit dari mana kalau enggak dari penumpang," keluhnya.
Dia menjelaskan, bila sejumÂlah taksi online mengikuti aturan itu justru akan membebani pihak sopir. Pasalnya, sopir mendapÂatkan beban, khususnya biaya yang lebih tinggi.
"Tarif konvensional itu Rp 4.100 per km, kalau kita Rp 3.500 per km. Kalau misalnya disetarakan sih enggak bisa disÂetarakan. Kenapa? Karena taksi konvensional kan sistemnya global," ucapnya.
Lebih lanjut dia mencontohÂkan, jika pajak STNK konvenÂsional per tahunnya Rp 500 ribu, bayar KIR paling tinggi Rp 60 ribu. Dalam setahun, sambungÂnya, paling tinggi kena Rp 1 juta. Sedangkan mobil sendiri, kata dia, pajaknya Rp 2 juta.
"Bandingkan sama konvenÂsional. Makanya kalau kita disÂetarakan dengan taksi konvenÂsional kita nyerah," katanya.
Masih menurutnya, taksi onÂline memang tidak memiliki pool. Namun demikian, lanjutÂnya, taksi online mesti membaÂyar biaya jika harus ke bengkel. Bahkan, menurutnya, biaya bengkel taksi konvensional bisa lebih murah dibanding biaya bengkel taksi online yang meruÂpakan mobil pribadi.
"Mereka taksi konvensional bahkan bisa lebih murah, seÂdangkan kita kalau lecet mesti asuransi paling enggak Rp 300 ribu. Kalau mereka kan punya bengkel sendiri. Kita kan enggak begitu," jelasnya.
Sejauh ini, perusahaannya masih mematok tarif normal, yakni sebesar Rp 3.500/km. Dirinya pun belum mendapatkan pemberitahuan dari perusaÂhaan terkait dengan perubahan tarif. "Tarif kami masih stanÂdar. Belum ada pemberitahuan naik, masih Rp 3.500 per km," ucapnya.
Komentar beragam pun munÂcul dari para pelanggan taksi online. Sebagian pengguna mengatakan akan tetap mengÂgunakan taksi online karena kemudahan melalui aplikasi. Para pengguna juga berharap, penetapan tarif baru membuat pelayanan taksi online maupun reguler menjadi lebih baik.
"Kalau saya, akan tetap naik taksi online. Soalnya mobiliÂtasnya lebih mudah dibanding harus nyetop kendaraan umum di pinggir jalan," kata seorang pengguna mobil online, Putri.
Dia juga mengatakan, salah satu keunggulan taksi online adalah tarifnya yang sudah bisa diketahui melalui aplikasi, tetap lebih murah, dan faktor keamanan. Soalnya, penumpang bisa mengetahui identitas pengemudi taksi tersebut.
Gita, pengguna taksi online lainnya mengatakan, kenaikan tarif yang sudah ditetapkan itu diharapkan bisa meningkatkan pelayanan kepada konsumen.
"Saya sudah tahu kenaikan tarif ini dari tiga bulan lalu, tapi sebaÂgai pengguna, yang diharapkan itu adalah pelayanan yang baik. Taksi online harus meningkatkan layanan," tandas Gita.
Latar Belakang
Kementerian Perhubungan Bikin Tim Untuk Menyamar Sebagai PenumpangKementerian Perhubungan telah mengumumkan aturan teknis terkait pelaksanaan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 tentang aturan taksi online yang dirilis 1 April 2017 lalu. Aturan baru tersebut akhirnya resmi diÂimplementasikan Sabtu lalu.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto Iskandar menjelaskan, ketenÂtuan tarif dihitung berdasarkan jarak per kilometer (km). Tarif juga dibedakan berdasarkan wilayah.
Ketentuan tarif batas bawah wilayah Iyang meliputi Sumatera, Jawa, dan Bali, adalah Rp 3.500 per km. Sedangkan batas atasnya Rp 6.000 per km. Sementara, di wilayah IIyang meliputi Kalimantan, Sulawesi hingga Papua, tarif batas bawahÂnya sedikit lebih tinggi, Rp 3.700 ribu per km. Tarif batas atasnya pun lebih tinggi, yakni Rp 6.500 per km.
Dengan formulasi ini, baÂgaimana tarif taksi online ini bila dibandingkan dengan taksi konÂvensional. Apalagi, taksi online terkenal lebih murah. Merujuk pada instruksi Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKIJakarta, ada penurunan tarif taksi untuk Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi per 16 April 2016. Dari aturan tersebut, tarif buka pintu (flag fall) taksi seperti Blue Bird turun Rp 1.000, dari tadinya Rp 7.500 menjadi Rp 6.500.
Di sisi lain, untuk tarif taksi per km disesuaikan menjadi Rp 3.500 atau turun Rp 500 dari sebelumÂnya Rp 4.000 per km. Sementara, untuk tarif waktu tunggu dipangÂkas menjadi Rp 42 ribu, dari sebelumnya Rp 48 ribu.
Melihat angka di atas, taksi online dan konvensional menarik ongkos yang tidak jauh berbeda, bahkan sama per kilometernya di wilayah I. Hal ini sesuai denÂgan cita-cita pemerintah untuk menyehatkan persaingan taksi online dan konvensional.
Sebagai tindak lanjut aturan tersebut, Pudji mengatakan, salah satu pengawasannya denÂgan menyamar sebagai penÂumpang taksi online. Hal itu untuk mengetahui tarif yang dikenakan perusahaan taksi onÂline. "Kemenhub nanti membuat semacam tim untuk monitoring. Bisa saja saya jadi penumpang," ujar Pudji.
Selain itu, bekas Kepala Korps Lalu Lintas Polri ini menuturkan, Kemenhub akan selalu menanyaÂkan kepada perusahan penyedia aplikasi taksi online, bagaimana tarif per kilometernya. Apakah sesuai dengan tarif batas atas dan bawah yang ditetapkan.
"Kita juga menanyakan keÂpada penumpang sendiri yang merasakan, apakah sudah ada perubahan atau belum. Apakah harganya lebih murah atau tetap, atau lebih mahal. Juga dari manajemen langsung, sudah meÂnyatakan iya, sudah dilaksanaÂkan atau belum. Kalau belum, ini kita tuntut," tegasnya.
Dalam hal ini, Pudji pun meÂminta kepada penumpang taksi online untuk melapor kepada Kemenhub jika menemukan tarif taksi online per kilometer tidak sesuai dengan yang ditetapkan.
"Bukan hal yang baru, konteks ini dilakukan saat masyarakat menggunakan itu, misalnya tarif pesawat, kalau lebih mahal dan murah, kan masyarakat mengadu. Kita buka pengaduan," pungkasnya. ***