Ada dua jenis ancaman terorisme di Indonesia. Terorganisir lewat jaringan atau pelaku tunggal (lone wolf).
Analis terorisme dari Universitas Indonesia, Al Chaidar, menilai, teror dan penikaman anggota Polri di Masjid Falatehan, Jakarta Selatan, Jumat malam (30/6), termasuk kategori lone wolf.
"(Kategori) sel sendirian. Lone wolf," jelas Al Chaidar melalui pesan singkat elektronik kepada redaksi, Sabtu (1/7).
Secara ideologi, terang Al Chaidar, kelompok Lone Wolf memiliki paham berbeda. Khususnya, terkait fanatisme agama yang mereka anut.
"Mereka memandang, merekalah yang paling islami, paling benar, paling lurus. Agama yang mereka anut sangat berbeda dengan agama mayoritas," jelasnya.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian juga sempat khawatir terhadap aksi Lone Wolf. Dalam pernyataannya akhir tahun lalu, Tito mengatakan, pelaku teror tipe Lone Wolf bergerak sendiri. Mereka juga mempelajari semua teknis dan persiapan secara otodidak, termasuk menyiapkan rencana operasi dan target eksekusi.
"Memang jarang terjadi, dan impact (dampak)-nya kecil," kata mantan Kepala Densus 88 Antiteror Polri tersebut.
Sedangkan, untuk tipe teroris yang berbentuk jaringan akan lebih mudah ditelusuri karena saling berkaitan. Namun, ada juga yang berusaha menghindari deteksi intelijen dengan menggunakan metode tertentu.
Mereka, kata Tito, memodernisasi sistem komunikasi sehingga dapat luput dari deteksi intelijen. Contohnya dilakukan pelaku peledakan bom di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, 14 Januari 2016.
[ald]