Berita

Jaya Suprana/Net

Jaya Suprana

Mengaprahkan Kekeliruan

JUMAT, 30 JUNI 2017 | 09:58 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

SATU di antara sekian banyak pelajaran yang dipetik dari telaah kelirumologis adalah bahwa suatu kekeliruan apabila dilakukan secara berjemaah serta terus menerus tanpa dikoreksi, maka sang kekeliruan akan disepakati menjadi kebenaran padahal sebenarnya keliru.

Daripada

Misalnya kata "seronok" yang secara jelas dan tegas dimaknakan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai "menyenangkan hati ; sedap dilihat (didengar dan sebagainya)" dilengkapi sebuah contoh kalimat "dalam dunia keronggengan ini suara pesinden itu sama-sama seronok dan menarik hati".


Namun pada kenyataan makna yang cenderung positif itu lebih kerap digunakan dalam makna yang cenderung negatif seperti "tidak senonoh" atau "tidak sopan" bahkan "cabul". Semisal dalam kalimat "Penyanyi dangdut itu dicekal semua televisi akibat selalu berbusana seronok".

Atau kata "daripada" yang menurut KBBI sebenarnya bermakna "kata depan untuk menandai perbandingan" dilengkapi contoh kalimat "buku ini lebih bagus daripada buku itu".

Sayang, pada kenyataan  kata "daripada" yang menandai perbandingan digunakan sebagai kata sambung untuk menandai lokasi atau pelaku seperti "Tamu Agung daripada negara sahabat", "Dia daripada desa datang ke Ibukota daripada Indonesia demi mencari nafkah daripada keluarga" atau "Produk sepatu daripada Cibaduyut sangat digemari daripada masyarakat".

Akibat penggunaan kata "daripada" secara keliru dilakukan oleh para pejabat tinggi termasuk Presiden Soeharto, maka masyarakat Indonesia menganggap kekeliruan itu sebagai panutan kebenaran.

Canggih

Tidak kalah menarik adalah perkembangan makna kata "canggih" yang semula sebenarnya bermakna 1. banyak cakap; bawel; cerewet;  2. suka mengganggu (ribut); 3. tidak dalam keadaan yang wajar, murni, atau asli.

Namun dalam perjalanan waktu akibat keteladanan perilaku kaum intelektual maka makna kata "canggih" mengalami evolusi makna menjadi "kehilangan kesederhanaan yang asli (seperti sangat rumit, ruwet, atau terkembang)" atau "banyak mengetahui atau berpengalaman (dalam hal-hal duniawi)" atau bahkan sok keren "bergaya intelektual".

Suasana makin membingungkan akibat Kamus Besar Bahasa Indonesia yang seharusnya menjadi pedoman kebenaran ternyata memuat semua makna kata "canggih" mulai dari yang asli sampai yang terbaru yang saling berbeda makna satu dengan lainnya.

Istilah-istilah asing seperti radikalisme, fasisme, konsumerisme, machiavellisme juga kerap digunakan secara keliru namun dikaprahkan menjadi seolah-olah benar padahal keliru.

Perilaku

Kekeliruan yang dilakukan secara berjemaah serta terus menerus tanpa dikoreksi maka dikaprahkan menjadi kebenaran padahal sebenarnya keliru tidak terjadi hanya pada kata-kata namun juga pada sikap dan perilaku manusia.

Akibat dilakukan secara berjemaah serta terus menerus tanpa dikoreksi maka korupsi rawan dikaprahkan sebagai perilaku yang benar.

Sepak terjang kriminalisasi di ranah politik makin merajalela akibat dianggap bahkan dipuja sebagai jurus politik yang tepat dan benar demi menaklukkan lawan politik.

Atau akibat dilakukan secara terus menerus tanpa terkena sanksi malah pujian maka penggusuran atas nama pembangunan yang dilakukan terhadap warga secara benar-benar sempurna melanggar hukum, HAM, agenda Pembangunan Berkelanjutan, Pancasila dikaprahkan sebagai kebijakan pemerintah yang tepat dan benar sehingga layak memperoleh anugerah penghargaan dari PBB. [***]

Penulis adalah pendiri Pusat Studi Kelirumologi dan Sanggar Pembelajar Kemanusiaan

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya