PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dituntut bertanggung jawab atas tewasnya Hari Febrianto dan Rizalduin, pengemudi sopir mobil boks yang tewas dihantam kereta api di Pasar Gaplok, Senen, Jakarta Pusat, pada Selasa (13/6) lalu.
Tuntutan ini disampaikan kuasa hukum keluarga korban, Hanfi Fajri seperti dimuat RMOLJakarta.Com, Kamis (22/6).
Menurut Hanfi, Heri dan Rizalduin tewas lantaran kelalaian petugas palang pintu kereta api yang notebene bertugas di bawah naungan PT KAI.
"Kita sudah mengajukan upaya hukum atas kelalaian PT KAI yang menyebabkan meninggalnya korban," kata Hanfi.
Upaya hukum yang dilakukan pihaknya sebagaimana telah diatur dalam UU 22/2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal 235 Ayat 1 yakni, jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
"Pertanggungjawaban PT. KAI sebagai Perusahan Angkutan Umum Milik Negara (BUMN) harus memberikan bantuan kepada ahli waris korban," kata dia.
"Terlebih, Hari Febrianto adalah tulang punggung keluarga."
Hal itu, kata dia, telah diatur jelas dalam Pasal 240 UU No. 22/2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
"Karena kelalaian dan atau tanpa kesengajaan, Masinis secara hukum pidana harus tanggung jawab sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 359 KUHP, yang menyebabkan orang lain meninggal. Dan sanksinya kurungan penjara selama lima tahun," terang Hanfi.
Pihak keluarga korban mengaku kecewa lantaran tidak adanya permintaan maaf PT KAI kepada keluarga yang ditinggalkan.
"Berbeda dengan Jasa Raharja yang terlebih dahulu memberikan uang Asuransi kepada pihak kelurga korban dan kami memberikan apresiasi terhadap kinerja Jasa Raharja," kata Hanfi.
Berawal ketika mobil yang dikendarai korban terjebak macet di palang pintu kereta. Di saat bersamaan, banyak para pengendara motor dari arah Kramat Pulo menuju Tanah Tinggi, melanggar rambu rambu lalu lintas yaitu perboden (lawan arah).
Mobil yang dikendarai korban masih berada di atas rel ketika palang pintu sontan diturunkan oleh operator karena KA Walahar Express Jakarta-Purwakarta akan melintasi jalur tersebut.
Korban yang tidak sempat menyelamatkan diri untuk keluar dari pintu karena motor dari arah berlawanan menutup dan menghalangi pintu mobil, dan terjadilah kecelakaan.
[wid]