Berita

Hamdan Zoelva/Net

Wawancara

WAWANCARA

Hamdan Zoelva: Dengan Pemilu Serentak 2019, Tidak Relevan Lagi Bicara Presidential Threshold

RABU, 14 JUNI 2017 | 09:41 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Hamdan Zoelva heran mendengar sikap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang masih ngotot mengusulkan penerapan ketantuan ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold terhadap partai politik dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilu.

Menurut Hamdan, ber­dasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Pemilu 2019 mendatang digelar serentak. Praktis, dengan begitu tak ada lagi ketentuan presidential threshold.

Seperti diberitakan, Menteri Tjahjo mengusulkan agar presidential threshold tetap diberlakukan dengan perolehan suara minimal 20-25 persen. Hal ini serupa dengan aturan pada Pemilu 2014 lalu. Partai politik dapat membentuk gabungan partai politik untuk men­gusung pasangan calon presi­den dan wakil presiden. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menyetujui usulan tersebut. Sementara Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat menolak pem­berlakuan presidential threshold. Sisanya Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) belum menentukan sikap.


Berikut pernyataan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva terkait pro-kontra penerapan presiden­tial threshold.

Pendapat Anda tentang pro-kontra presidential thresh­old?
Dengan dilakukannya pemilu serentak pada 2019, menurut saya tidak relevan lagi bicara presidential threshold.

Kenapa?

Karena bagaimana menentu­kan partai atau gabungan partai yang memenuhi syarat presi­dential threshold? Di Undang-Undang Dasar (UUD) itu yang berhak mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden kan peserta pemilu. Nah, peserta pemilu yang mana? Ya peserta pemilu yang serentak itu. Kalau peserta pemilu ser­entak dikasih syarat lagi, saya enggak bisa menemukan dasar logikanya.

Menurut Mendagri peserta pemilu yang bisa mengusung pasangan capres-cawapres itu peserta pemilu 2014?
Kalau seandainya dia bilang begitu, maka akan ada masalah. Kalau peserta pemilu sebelum­nya tapi enggak ikut pemilu kali ini bagaimana? Bisa ikut usung enggak? Masak enggak ikut pemilu tapi memenuhi syarat buat mengusung. Jadi gitu.

Kalau begitu presidential threshold terhapus ya?
Iya. Karena pemilunya seren­tak, maka secara otomatis ter­hapus seharusnya. Menemukan syarat itu susah. Dulu kan bisa dikasih syarat karena penye­lenggaraan pemilunya terpisah. Pemilihan presiden (pilpres) di­lakukan setelah pemilu legislatif (pileg). Kalau pemilu serentak bagaimana caranya?

Untuk pihak yang masih ngo­tot agar presidential threshold tetap ada, ada solusi?

Menurut saya enggak ada. Kalau ada paling itu alasan yang dicari-cari. Kalau dicari-cari itu bisa bertentangan dengan konstitusi. Karena UUD me­nyatakan calon presiden dan calon wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabun­gan partai politik yang menjadi peserta pemilu. Jadi pasti orang ngajukan gugatan lagi.

Kok Anda yakin sekali kalau partai pendukung pemerin­tah tetap ngotot menginginkan presidential threshold akan ada gugatan lagi?
Saya juga tidak bisa pastikan. Tapi kemungkinan akan ada yang menggugat. Yang merasa berkepentingan pasti menggu­gat, karena enggak ada dasarnya. Yang konstitusional, yang logic menurut konstitusi enggak bisa dikasih PT(presidential thresh­old) lagi.

Kalau putusan MK soal pemilu serentak ini masih bisa digugat enggak?

Enggak bisa, dia final mengikat. Berlaku sudah.

Kalau DPR merevisi un­dang-undang itu untuk men­gatur pemilu enggak serentak lagi bagaimana?
Mereka bisa saja bikin un­dang-undang lagi buat atur itu, tapi pasti digugat lagi dan kemungkinan kembali lagi ke pemilu serentak. Kecuali MK berubah pandangan, dan kem­bali menyatakan pemilu enggak harus serentak lagi. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya