Pekerja atau buruh yang tidak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) tidak perlu bingung. Silakan mengadu ke Posko Peduli Lebaran 2017 Kementerian Tenaga Kerja. Kurang dari seminggu dibuka, ratusan karyawan mengadu belum mendapatkan haknya dari perusahaan.
Menjelang siang, dering telepon membuyarkan kesibukan petugas yang berjaga di posko. Setelah telepon diangkat, seÂorang wanita mengadu belum mendapat THR dari perusahaan tempat dia bekerja.
Mendengar curhatan karyÂawan yang berdomisi di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan ini, petugas tersebut lantas menyarankÂan perempuan itu mengadukan nasibnya ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) terdekat yang berada di kantor kota madya. "Ibu seÂbaiknya mengadu langsung ke Disnaker Kota Jakarta Selatan," saran Novianto, salah seorang petugas Posko Peduli Lebaran di Kantor Kemnaker, Jakarta, kemarin.
Ragu-ragu dengan penjelasan petugas, sang wanita bertanya kembali. "Bisa tidak kalau mengadu langsung ke Kemnaker. Bayar tidak?" tanya wanita dengan suara agak berat ini. "Bisa Bu, graÂtis. Ibu datang saja ke sini, nanti ada petugas yang menjelaskan," saran Novianto kembali.
Usai mendapat penjelasan tersebut, wanita itu berterima kasih dan menutup telepon. Selanjutnya, petugas yang menÂerima telepon, menulis biodata sang pelapor di atas kertas yang berada tepat di sampingnya. "Hari ini yang mengadu lewat telepon 20 orang. Lewat email 40 orang dan datang langsung tiÂga orang," ujar Novianto kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Berdasarkan pengamatan, Posko Peduli Lebaran 2017 berÂtempat di lantai dasar Gedung B Kemenaker, Jalan Gatot Subroto, Kav. 51, Jakarta. Posko berada dalam satu ruangan dengan peÂlayanan satu atap Kemenaker.
Yang membedakan hanya beberapa banner tepat di deÂpan posko. Tulisannya, "Posko Peduli Lebaran 2017. THR adaÂlah hak pekerja, wajib dibayar pengusaha", dengan keterangan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia di bawahnya.
Siang kemarin, kondisi posko sedang sepi. Tidak terlihat satu pun pekerja mengadukan naÂsibnya. Empat petugas yang berjaga terlihat asyik menatap layar monitor di depan mereka. "Mayoritas karyawan melapor melalui telepon dan email. Jadi, kita fokus di meja masing-masing," ujar Novianto.
Posko dibuat secara sederhana dengan meja panjang berbentuk L. Beberapa kursi untuk petugas dan pengadu tersedia di meja warna krem itu. Masing-masing petugas sibuk memandang monÂitor komputer yang berada di atas mejanya. Setiap hari ada empat petugas. Mereka berjaga dari pukul 8.00-15. 30 WIB. "Sabtu-Minggu dan libur hari raya, posko tetap buka," tandas Novianto.
Menurut Novianto, posko dibuka sejak 8 Juni hingga 5 Juli 2017. Masyarakat yang ingin mengadu, jelasnya, bisa menghubungi telepon: 021 525 5859, Whatsapp: 0812 8087 9888, 0812 8240 7919 dan Email: poskoÂthrkemnaker@gmail.com.
Novianto menambahkan, seÂjak dibuka pada Kamis (8/6) hingga Senin (12/6), sudah ada ratusan pengaduan yang masuk baik, baik melalui telepon, email maupun datang langsung ke posko. "Setiap hari minimal 50 pengaduan masuk. Tapi, semua yang mengadu baru sebatas konÂsultasi soal pembayaran THR," ucapnya.
Untuk yang melapor secara langsung, kata dia, hingga keÂmarin belum ada karena meÂmang batas akhir pembayaran THR terhadap pekerja adalah seminggu sebelum hari raya, atau 18 Juni 2017. Yang datang langsung, baru sebatas konsulÂtasi. "Mungkin setelah tenggat itu, baru banyak karyawan yang mendaftar secara resmi seperti tahun lalu," ujarnya.
Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PP dan K3) Kemnaker, Maruli AHasoloan, sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016, pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan, berhak mendapatkan THR Keagamaan dari perusaÂhaan. "Pekerja yang masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, maka mendapat THR sebesar satu bulan upah," ujar Maruli.
Sedangkan pekerja yang berÂmasa kerja minimal 1 bulan seÂcara terus-menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, kata Maruli diberiÂkan THR secara proporsional, dengan menghitung jumlah masa kerja dibagi 12 bulan dikali satu bulan upah.
Namun, bagi perusahaan yang sudah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanÂjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan ternyata lebih baik dan lebih besar dari ketenÂtuan di atas, kata dia, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut.
Maruli menambahkan, seÂsuai Permenaker Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang di dalamnya mengatur sanksi tegas bagi perusahaan yang lalai membaÂyar THR. "Pengusaha yang terlambat membayarkan THR akan dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan kepada pekerja untuk peningkatan kesejahteraan pekerja," ujarnya.
Selain itu, kata Maruli, penÂgusaha juga akan dikenakan sanksi administratif. Sanksi akan diberikan kepada penguÂsaha yang terbukti melanggar. Meliputi, sanksi berupa teguran tertulis dan sanksi pembatasan kegiatan usaha.
Teguran tertulis dikenakan 1 kali kepada pengusaha dalam jangka waktu 3 hari kalender, terhitung sejak teguran tertulis diterima. Rekomendasi teguran tertulis berdasarkan nota pemerikÂsaan dan laporan ketidakpatuhan yang masuk ke dinas terkait.
Lebih lanjut, kata Maruli, pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha mempertimbangan beberapa hal. Yakni, sebab-sebab teguran tertulis tidak dilaksanakan oleh pengusaha dan mempertimbangkan konÂdisi finansial perusahaan yang terlihat dari laporan keuangan 2 tahun terakhir, serta diaudit oleh akuntan publik. "Sanksi pembatasan kegiatan usaha diberlakukan hingga penguÂsaha memenuhi kewajiban untuk membayar THR keagamaan," pungkasnya.
Latar Belakang
Jumlah Perusahaan Yang Tak Bayar THR Meningkat Setiap Tahunnya...
Kementerian Tenaga Kerja rutin membuka Posko Pengaduan Tunjungan Hari Raya (THR) seÂtiap tahunnya. Hasilnya, pekerja yang tidak mendapat haknya jelang Lebaran, meningkat setÂiap tahunnya. Tahun ini, posko dibuka selama 27 hari, mulai 8 Juni hingga 5 Juli 2017.
Tahun 2015, pengaduan yang masuk berjumlah 309 pengadÂuan, melibatkan 308 perusahaan di seluruh Indonesia. Namun, dari jumlah 309 pengaduan tersebut, yang murni benar-benar terkait dengan pembayaran THR adalah 38 pengaduan, melibatÂkan 38 perusahaan. Rinciannya adalah THR yang dibayarkan tidak 1 bulan gaji ada 4 peruÂsahaan, THR tidak dibayarkan sama sekali ada 26 perusahaan, dan THR dibayarkan tidak seÂsuai dengan ketentuan ada 8 perusahaan.
Sementara, tahun 2016 ada lebih dari 587 aduan masuk. Dari jumÂlah tersebut, 120 pengaduan yang masuk terkait pembayaran THR tidak sesuai dengan ketentuan.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Haiyani Rumondang mengatakan, sepaÂnjang tahun 2016, pemerintah menerima 587 aduan soal THR. Dari 587 aduan tersebut, 120 di antaranya mengadu karena pembayaran THR di perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan. Sedangkan sisanya merupakan pertanyaan mengenai hak dan ketentuan pembayaran THR yang benar. "Di situ ada juga yang mengadu terkait pertanÂyaan, bagaimana aturan-aturan umum mengenai THR ini, jadi semacam konsultasi," jelas Haiyani di Jakarta, kemarin.
Posko THR, kata dia, akan melayani masyarakat pada 8 Juni hingga 5 Juli 2017. Masyarakat yang ingin mengadu bisa menÂghubungi Telepon : 021 525 5859, Whatsapp : 0812 8087 9888, 0812 8240 7919. "Kita juga telah meminta kepada peÂmerintah daerah provinsi dan kaÂbupaten/kota agar membentuk Posko Satgas Ketenagakerjaan Peduli Lebaran untuk menduÂkung suksesnya pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan tahun ini," kata Hayani.
Sementara, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M Hanif Dhakiri mengingatkan, sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan, wajib diberikan kepada para Pekerja/Buruh palÂing lambat 7 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri.
"Bagi yang terlambat memÂbayarkan THR akan dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan kepada pekerja," ujar Hanif di Jakarta, kemarin.
Menurut Hanif, besaran THR bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 1 bulan berhak mendaÂpatkan THR Keagamaan dari peÂrusahaan. "Pekerja bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, mendapat THR sebesar satu bulan upah," ujarnya.
Sedangkan pekerja yang berÂmasa kerja minimal 1 bulan seÂcara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, kata dia, diberikan THR secara proporsional, denÂgan menghitung jumlah masa kerja dibagi 12 bulan dikali satu bulan upah.
Namun, lanjut dia, bagi peÂrusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja Bersama (PKB) dan ternyaÂta lebih baik dan lebih besar dari ketentuan diatas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut.
Hanif mengatakan, berbagai macam sanksi, baik sanksi denda maupun sanksi administratif juga dipersiapkan bagi perusahaan yang terlambat membayarkan THR kepada pegawainya. ***