Tim Advokasi untuk Keadilan Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan mendaftarkan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pihak terkait dalam upaya Judicial Review terhadap UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dan UU 41/1999 tentang kehutanan.
Tim yang terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Indonesian Center for Environmenta Law (ICEL) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) meminta MK untuk menolak permohonan pemohon dalam hal ini Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Salah satu anggota tim advokasi Ronald Siahaan mengatakan pihaknya juga meminta agar MK mengabulkan seluruh dalil keterangan pihak terkait dalam hal ini Tim Advokasi untuk Keadilan Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan.
"Kami juga meminta majelis Hakim MK menyatakan bahwa pasal 69 ayat (2) berikut penjelasannya, pasal 88, pasal 99 ayat (1) UU Republik Indonesia Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan pasal 49 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41/1999 tentang Kehutanan telah sesuai dengan Konstitusi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," tegas Ronald kepada wartawan, Kamis (8/6).
Menurut Ronald, upaya permohonan sebagai pihak terkait yang diajukan oleh Tim Advokasi dilandaskan pada kepentingan perlindungan dan penyelamatan lingkungan hidup dari ancaman upaya penghancuran lingkungan hidup yang begitu massif.
Tim Advokasi kata Ronald menilai bahwa kearifan lokal masyarakat adat merupakan bagian dari upaya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak asasi manusia, serta menjadi bagian integral dalam tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
"UU yang saat ini diuji ini, sesungguhnya merupakan UU yang melindungi lingkungan hidup dan kearifan lokal," kata Ronald
Tim Advokasi pun berharap agar Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan WALHI, ICEL dan AMAN sebagai pihak terkait. Terlebih dalam asas strict liability yang diuji saat ini, sesungguhnya asas hukum yang sudah diakui secara universal.
Menurut Ronald, salah satu pasal yang digugat adalah Pasal 88 atau dikenal dengan 'Pasal Strict Liability' yang berbunyi:
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
APHI dan GAPKI meminta MK memberikan tafsir bersyarat terhadap pasal 88 itu. Sehingga berbunyi:
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi sepanjang kerugian tersebut disebabkan oleh orang yang bersangkutan.
Pada akhirnya kata Ronald pihaknya berharap agar Majelis Hakim MK menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, serta menegaskan bahwa pasal 69 (2), pasal 88, pasal 99 UU 32/2009 dan pasal 49 UU 41/1999 tidak bertentangan dengan Konstitusi.
"Kami berharap Majelis Hakim MK dapat memutuskan ini dengan seadil-adilnya, bagi lingkungan hidup yang baik dan bersih dan hak-hak dasar warga negara sebagaimana yang termaktub dalam Konstitusi. Jika Majelis Hakim mengabulkan permohonan pemohon, akan mengakibatkan ancaman terhadap lingkungan hidup dan masyarakat adat," demikian Ronald.
[san]