Helikopter Augusta Westland (AW) 101/Net
Kasus pengadaan pembelian Helikopter Augusta Westland (AW) 101 milik TNI AU yang diduga merugikan negara Rp 220 miliar terus disorot. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pun patut bertanggung jawab secara moral.
Pengamat militer Muradi mengatakan, Panglima TNI ikut bertanggung jawab secara moral dalam masalah heli AW 101 ini. "Artinya tidak hanya anak buahnya, tapi pimpinan TNI pun ikut bertanggung jawab secara moral. Kenapa bisa terjadi masalah dalam pembelian heli ini," ujarnya.
Menurutnya, tugas utama seorang panglima TNI adalah melakukan pembinaan terhadap anggotanya. Bukan menangani masalah hukum seperti kasus heli AW.
"Kemenhan (Kementerian Pertahanan) itu lembaga poliÂtisnya tentara. Jadi harus pakai corongnya. Kenapa agar apa yang disampaikan itu tidak offÂside. Dan kalau ada masalah di internal prajurit, POMTNI yang menyelidiki masalah tersebut," ujarnya.
Sementara Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) akan mengaudit seluruh proyek pengadaan alat utaÂma sistem persenjataan (Alutsista) milik TNI. Artinya, tidak hanya pada pembelian helikopter Agusta Westland 101 saja. Rencananya, tim audit alutsista akan bergerak setelah Lebaran.
Hal itu disampaikan Anggota I BPK Agung Firman Sampurna di acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) Tahun 2016 pada 15 entitas pemeriksaan di lingkungan Auditorat Keuangan Negara (AKN) I di Jakarta, keÂmarin. "Audit BPK tidak hanya heli AW 101, tapi seluruh penÂgadaan alutsista yang akan kita audit," ujar Agung.
Ia mengatakan, pengauditan terhadap seluruh proyek penÂgadaan alutsista TNI bermula dari adanya permohonan dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo agar BPK menÂgaudit pembelian heli AW 101. Permohonan tersebut, sudah lama diajukan namun baru bisa ditindaklanjuti belakangan ini.
Agung menjelaskan, dalam setiap proses audit, BPK puÂnya kewenangan penuh untuk menentukan jenis audit sesuai dengan kebutuhan. BPK punya kewenangan untuk menentukan dari mana tahapan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dilakukan.
"Objeknya bukan hanya AW 101 saja, tapi seluruh alutsista yang berdasarkan penilaiann BPK berisiko tinggi," ujarnya.
Oleh sebab itu, BPK dalam waktu dekat akan membentuk tim untuk melakukan pemerÂiksaan dengan tujuan tertentu di lingkungan Kemhan, yang sampai saat ini oponinya masih WTP. "Ingat ya audit tidak hanya AW 101, tapi seluruh pengadaan alutsista yang akan kita audit," tuturnya.
Mengenai kapan tim audit alutsista akan bekerja. Agung menegaskan, akan segera melakukan penyusunan, dan diperÂkirakan akan rampung dalam waktu dekat. "Secepat tim akan kita susun. Perkiraannya setelah Idul Fitri nanti tim sudah bergÂerak," ujarnya.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebelumnya menÂgumumkan tiga orang tersangka dalam kasus AW 101. Tiga terÂsangka ini berinisial SS, WW, dan AF. Semuanya berasal dari TNI Angkatan Udara.
Gatot menyatakan, tim peÂnyidik baik dari Polisi Militer (POM) TNI dan KPK, telah memeriksa enam orang dari kalangan militer dan tujuh orang dari kalangan sipil nonmiliter. Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan tim POM TNI dan KPK terhadap enam saksi dari TNI dan tujuh warga sipil/nonmiliter.
Modusnya, kata Gatot, adalah melalui penggelembungan nilai (mark up) dana anggaran pembeÂlian helikopter yang nominalnya mencapai Rp 738 milliar. Gatot berpendapat, perbuatan ketiga anak buahnya itu adalah tindaÂkan melawan hukum, dan juga merugikan TNI.
"Perilaku ini bisa membahayaÂkan prajurit, karena membeli alat utama sistem senjata dari hasil korupsi, pasti tidak makÂsimal dan melemahkan NKRI," terangnya.
Selain itu, berdasarkan penyeÂlidikan, POM TNI juga sudah memblokir rekening atas nama PT Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang sebesar Rp139 miliar. PT Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan jasa peralatan militer non senjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisÂnis di bawah Peraturan Kontrol Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi
(Big Trade Business Licence SIUP). ***