Bekas auditor senior Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ini punya pendapat beda dengan Anggota BPK, Agung Firman Sampurna terkait hasil audit BPK terhadap Kemendes yang kadung ternodai dengan praktik dugaan suap.
Apa saja pendapat Haryono Berikut penuturan lengkapnya kepada Rakyat Merdeka:
Bagaimana Anda melihat kejadian OTT yang menimpa dua auditor BPK baru-baru ini?
(Hasil audit) itu kan jadi tidak independen. (Seharusnya auÂdit) itu adalah sesuatu yang profesional. Tapi ini justru diÂgunakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, dari pihak kementeriannya maupun dari pihak BPK-nya. Semestinya di kementerian, Irjennya itu menjaga dalam artian dia tidak menutupi. Seharusnya memÂperbaiki, meminta dan memÂbimbing para direktur jenderal lainnya agar mentaati peraturan mengenai keuangan itu. Tapi kan kenyataannya tidak. Irjennya itu justru melakukan suap dan menutupi yang seharusnya buÂkan WTP menjadi WTP dengan melakukan suap. Dengan deÂmikian mereka tidak melakukan tugasnya dengan sebaiknya.
(Hasil audit) itu kan jadi tidak independen. (Seharusnya auÂdit) itu adalah sesuatu yang profesional. Tapi ini justru diÂgunakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, dari pihak kementeriannya maupun dari pihak BPK-nya. Semestinya di kementerian, Irjennya itu menjaga dalam artian dia tidak menutupi. Seharusnya memÂperbaiki, meminta dan memÂbimbing para direktur jenderal lainnya agar mentaati peraturan mengenai keuangan itu. Tapi kan kenyataannya tidak. Irjennya itu justru melakukan suap dan menutupi yang seharusnya buÂkan WTP menjadi WTP dengan melakukan suap. Dengan deÂmikian mereka tidak melakukan tugasnya dengan sebaiknya.
Kalau di BPK bagaimana?Ya tugas sebagai pengawas itu tidak dijalankan, abuse of power. Inilah yang harus dibeÂnahi. Karena kejadian seperti ini bukan baru kali ini terjadi. Tapi sudah beberapa kali, bahkan di daerah-daerah kan juga sudah pernah BPK-nya juga disuap. Seperti waktu itu di Kementerian ESDM sudah seperti itu kan di persidangan, disampaikan bahwa BPK-nya itu dapat, dari pihak irjennya juga dapat, yang waktu itu terdakwanya mantan irjennya itu, jadi dia cerita. Jadi seharusnya lembaga atau seseorang yang seharusnya menÂgawal dan menjaga agar laporan keuangan itu baik, akuntabel, tapi malah mereka sendiri yang main. Kalau sudah seperti itu, kita percaya ke mana lagi.
Terus apa dong yang harus dilakukan untuk memperbaiki semua ini?Yang jelas bagi yang bersalah itu harus diambil tindakan secara hukum yang nama-namanya keÂmarin sudah menjadi tersangka dan ditahan. Tapi ke depannya ini seperti BPK harus mengemÂbalikan marwah dia, kan saat ini orang banyak yang tidak percaya mengenai WTP-WTP, karena kan kita nggak bisa menghindari pemikiran masyarakat. Oleh karÂena itu, BPK harus menunjukkan bukan dengan kata-kata, namun dijawab dengan tindakan.
Lantas apa tindakan yang mesti diambil BPK itu?Paling tidak audit yang di bawah auditor utama (tersangka Rochmadi Saptogiri) yang keÂmarin tertangkap itu harus diÂevaluasi. Apakah ada main-main atau tidak. Sehingga nanti hasil evaluasinya itu disampaikan keÂpada publik agar transparan.
Sayangnya BPK keukeuh menyatakan tak akan menÂgaudit ulang hasil auditnya itu..Itu kan protap (prosedur tetap) yang ada di situ, supaya lembaga itu tetap legitimate. Kalau yang namanya legitimate itu kan bahwa sistem yang diterapkan di lembaga harus sama dengan sistem dan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Itu akan terbangun legitimate-nya. Kemudian di Kemendes sendiri harus betul-betul melakukan evaluasi secara menyeluruh. Jangan-jangan kan Irjennya itu yang disuruh aja kan. Bagaimana dengan yang lain, bahwa kesalahan-kesalahan itu bukan hanya di irjennya aja kan, di direktorat jenderal lainÂnya juga harus dilakukan evaluÂasi walaupun ini sudah masuk ke ranah hukum. Tetapi sebagai lembaga juga harus melakukan evaluasi dan investigasi terhadap pelanggaran-pelanggaran. Kalau pelanggaran etika kan bisa, kecÂuali pelanggaran hukumnya baru diserahkan ke KPK.
WTP kan menjadi tolak ukur Presiden untuk menilai kinerja bawahannya, dengan kejadian ini apa masih pantas audit BPK dijadikan landasan penilain?Presiden memang berharap dengan WTP ini sudah mencerÂminkan keadaan yang sebeÂnarnya di kementerian. Tetapi dalam praktiknya itu ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pak Presiden maunya kan apa adanya, kalau belum WTP ya jangan WTP. Setelah ada kasus seperti ini jadinya di mana untuk mempercayai WTP. Artinya perlu ada langkah dari kementerian harus menyamÂpaikan kepada Presiden bahwa hasil WTP-nya itu bukan hasil kongkalikong, dengan bukti dan irjennya itu harus membuka diri, bukan malah sebaliknya dia menutup-nutupi. ***