Berita

Ilustrasi/Net

Hukum

Pemberantasan Korupsi Era Jokowi Melemah, Kekuatan Civil Society-nya Juga Melempem

JUMAT, 26 MEI 2017 | 16:32 WIB | LAPORAN:

Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di era Jokowi dirasa kian melemah. Selain aparatur hukumnya yang pilih bulu dalam mengusut kasus korupsi, kekuatan civil society saat ini pun dirasa melempem, bahkan disebut kian banyak yang jadi pecundang.
 
Pengamat Politik Universitas Paramadina Herdi Syahrasad menyampaikan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah tidak segarang dulu memberantas korupsi. Bahkan, menurut dia, sangat kentara bahwa lembaga anti rasuah itu pilih bulu dalam mengusut kasus korupsi.
 
"Seperti pengusutan kasus korupsi E-KTP itu, pilih bulu. Padahal, kita berkeinginan kuat agar KPK all out menuntaskan persoalan korupsi. Usut tuntas aktor-aktor intelektualnya, dalangnya ditangkap dong. Kalau cuma sekelas Miriam dan Andi Narogong doang yang diperiksa, ya itu bukan aktor intelektualnya. Mereka itu masih hanya bagian dari mata rantai yang lemahnya saja,” jelas dia di Jakarta, Jumat (26/5).
 

 
Herdi mengingatkan, KPK harus bekerja tanpa pandang bulu. "Dimana KPK masih tebang pilih ini, hingga aktor utama tidak diproses hukum. Hanya pelaku yang tidak signifikan dan level sedang yang diurusi, sedangkan aktor-aktor utamanya dikhawatirkan lolos,” ujar dia.
 
Herdi bahkan mengingatkan pernyataan bekas Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang menyebut ada barter kasus yang dilakukan dengan pemerintahan, mestinya diusut tuntas oleh KPK.
 
"RR bahkan mengatakan bahwa ada barter antara kasus BLBI dengan kasus E-KTP, dimana diindikasikan ada tukar guling kasus,” ungkapnya.
 
Parahnya lagi, lanjut Herdi, Indonesia kini dikuasai oleh kaum oligarki yang mengedepankan demokrasi korupsi. "Saya menyebutnya demokratisasi korupsi. Berkeinginan ada demokrasi politik, melakukan demokratisasi, eh malah yang terjadi dimana beriringan dengan adaptasi antara para elite politik,” ujarnya.
 
Memang, lanjut Herdi, kekuatan civil society saat ini pun kian lemah melakukan kontrol sosial terhadap pemerintahan. Bahkan, para pelaku korupsi kalau berpihak pada dirinya, tidak akan dikontrol lagi.
 
"Tidak terkontrol oleh kita pengusutan kasus-kasus korupsi itu. Kasus E-KTP hingga century gate yang terus dicurigai oleh publik. Soalnya proses demokrasi yang mahal, kemudian civil society lemah, parpolnya juga tidak profesional dan belum bisa menjadi partai negara, malah menjadi partai milik oligarkhi tertentu. Dengan demikian, tentunya kecenderungan mengarah conflict of interest,” ujarnya.
 
Oleh karena itu, lanjut dia, jika memang pihak Istana tidak mengintervensi pemberantasan korupsi, maka KPK pun tidak perlu ragu atas pemberantasan yang dilakukannya. Lembaga itu harus membuktikan dirinya mengusut sampai kepada akto-aktor utama korupsi.
 
"Nampaknya beberapa elite politik sudah berupaya komunikasi dengan pihak Istana. Namun, sejauh ini, Istana sendiri sudah menjelaskan bahwa Istana tidak akan melakukan intervensi. Siapapun pelakunya yang menjadi aktor intelektualnya akan dihukum, dan harus diproses hukums ecara krdibel, akuntabel dan transparan. Ya silakan buktikan dong,” papar Herdi. [sam]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya