KPK mengembangkan penyidikan perkara Wakil Ketua Komisi V DPR Yudi Widiana Adia. Politisi PKS itu diduga mendapat jatah proyek di Balai Sungai Wilayah Kalimantan II Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Sandiaga Uno diperiksa KPK dalam dua kasus korupsi yang melibatkan PT Duta Graha Indah (DGI). Wakil gubernur DKI Jakarta terpilih itu pernah menjadi komisaris perusahaan tersebut.
"Ada pemeriksaan kasus Nazar dan Grup Permai yaitu wisma atlet di Palembang dan Rumah Sakit Universitas Udayana, diperiksa Sandiaga Uno sebagai komisaris (PT DGI). Untuk mendalami pengetahuansaksi sejauh mana terkait proyek-proyek PT DGI," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.
Dalam kasus ini, KPK meÂnyelidiki keterkaitan Sandiaga dengan Muhammad Nazaruddin dan Permai Grup sehingga PT DGI bisa mendapatkan sejumlah proyek konstruksi.
"Ada keterangan yang perÂlu diklarifikasi kepada saksi (Sandiaga)," ujar Febri
"Kita perkuat di sini apakah ada kaitan Nazaruddin dengan pihak-pihak yang lain. Tentu akan kita gali lebih jauh, yang pasti kami masih penyidikan untuk dua kasus," lanjut bekas aktivis
Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.
Dalam pemeriksaan kemarin, Sandiaga menjadi saksi untuk perkara Dudung Purwadi, bekas Direktur Utama PT DGI.
Dudung menjadi tersangka dua kasus sekaligus: pembanÂgunan rumah sakit pendidikan Universitas Udayana Bali 2009-2011, dan pembangunan wisma atlet Jakabaring serta gedung serbaguna Pemprov Sumatera Selatan, 2010-2011.
"Terkait Grup Permai memang PT DGI mengerjakan beberapa proyeknya dan ada indikasi korupsi di sana. Ada sekitar 70 saksi dan indikasi kerugian negaranya Rp 50 miliar," ungÂkap Febri.
Ketika bersaksi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Muhammad Nazaruddin mengaku pernah berkongsi dengan PT DGI. Ia pun menyeÂbut PT DGI mendapat proyek konstruksi atas kerja sama dengan Permai Grup.
Sebagai imbalannya, PT DGI menyerahkan fee kepada Nazar. Untuk proyek wisma atlet, PT DGI memberikan fee 13 persen atau Rp 4,675 miliar kepada Nazar.
Pada persidangan 11 Juni 2014, Nazar mengungkapkan, Anas Urbaningrum, bekas Ketua Umum Partai Demokrat memilih PT DGI untuk menggarap proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor.
"Siapa yang mau dimenangÂkan waktu itu pilihan Mas Anas masih DGI, karena DGI siap menyerahkan Rp 100 miliar di depan," ungkap Nazar, beÂkas Bendahara Umum Partai Demokrat di era Anas.
"Ternyata ketemu Sandiaga Uno sama Dudung mereka tidak sanggup, sanggupnya by termin," beber Nazar.
Permintaan Sandiaga agar pembayaran dilakukan bertahapditolak. "Karena harus ada ijon untuk teman-teman DPR. Makanya dipilih Adhi Karya," lanjut Nazar.
Namun usai menjalani pemeriksaan kemarin, Sandiaga memÂbantah kenal dengan Nazaruddin. "Saya tidak berkomunikasi denÂgan beliau," elaknya.
Disinggung mengenai pengakuan Nazar soal permintaan fee Rp 100 miliar proyek, Sandiaga juga membantah. "Itu hoax. Saya sama sekali tidak terliÂbat, sama sekali tidak terlibat," ujarnya coba meyakinkan.
Sandiaga mengaku tak perÂnah memberikan persetujuan kepada PT DGI untuk berkongsi dengan Permai Grup dalam menggarap proyek-proyek peÂmerintah. Ia pernah laporan dari PT DGI. Namun, di laporan itu tidak secara rinci menyebut proyek-proyek yang digarap PT DGI.
Kilas Balik
Manajer Marketing PT DGI Divonis Dua Tahun Penjara Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diketuai Suwidya menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris dan denda Rp 200 juta yang dapat diganti pidana kurungan enam bulan.
Idris terbukti melakukan tinÂdak pidana korupsi secara berÂsama-sama terkait proyek wisma atlet SEA Games, Palembang, Sumatera Selatan.
"Menyatakan terdakwa El Idris sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama, melakukan koruÂpsi sebagai perbuatan berbarenÂgan," kata Suwidya dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 21 September 2011.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan tim jaksa penuntut umum yang meminta Idris dihuÂkum 3,5 tahun penjara.
Menurut majelis hakim, Idris bersama-sama Mindo Rosalina Manulang terbukti memberi cek senilai Rp 4,3 miliar keÂpada anggota DPR Muhammad Nazaruddin dan Rp 3,2 miliarkeÂpada Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam.
Idris juga terbukti memberi uang kepada sejumlah anggota Komite Pembangunan Wisma Atlet SEA Games Palembang dan Panitia Pengadaan. Pemberian-pemberian tersebut berÂtujuan memenangkan PT DGI sebagai pelaksana pembanguÂnan proyek wisma atlet senilai Rp 191 miliaritu.
Perbuatan Idris dianggap meÂlanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 kesatu juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP sesuai dengan dakwaan primer.
Hal-hal yang memberatkan, tindakan Idris dinilai menghamÂbat pelaksanaan asas hukum pemerintahan khususnya yang berkaitan dengan keuangan negara dan tidak mendukung upaya reformasi birokrasi dalam pengadaan barang atau jasa di institusi pemerintah.
"Sedangkan yang meringankan,terdakwa (Idris) kooperatif dan sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan tidak terbukti menjadikan pengerjaan pembangunan Wisma Atlet di Palembang terhenti, proyek tetap berjalan," ujar anggota majelis hakim, Hendra Yosfin.
Mendengar amar putusan hakim. Idris yang mengenakan batik cokelat lengan panjang tampak tegar. Dia menyatakan pikir-pikir apakah akan mengaÂjukan banding atau tidak. "Saya pikir-pikir," katanya singkat.
Seusai persidangan, jaksa peÂnuntut umum Rachmat Supriadi mengatakan pihaknya juga akan pikir-pikir soal banding.
Kasus suap wisma atlet meÂlibatkan, Idris, Rosa, Wafid, dan Nazaruddin. Keempatnya menjadi tersangka. Rosa divoÂnis 2,5 tahun sementara Wafid menjalani proses persidangan di Tipikor. Sedangkan perkara Nazaruddin masih dalam proses penyidikan di KPK. ***