Berita

Ilustrasi/Net

Pertahanan

Larangan Alat Tangkap Cantrang Jangan Dipolitisir!

SENIN, 15 MEI 2017 | 22:49 WIB | LAPORAN:

Persoalan pelarangan alat tangkap cantrang jangan dipolitisir. Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti diminta menjalankan perintah Presiden Joko Widodo untuk menangguhkan pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang bari Nelayan Indonesia, hingga akhir 2017.
 
Kisruh nelayan dengan pemerintah berkenaan dengan alat tangkap cantrang yang dianggap sudah banyak memakan korban, sebaiknya dihindari. Salah satu solusi yang diberikan Presiden, dengan menunda penerapan aturan pelarangan itu bagi Nelayan Indonesia hendaknya dijalankan sembari mencari solusi yang lebih baik.
 

Koordinator Bidang Energi dan Sarana Prasarana Perikanan DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Siswaryudi Heru menyampaikan, sejauh ini nelayan menghormati dan menunggu realisasi penundaan pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang, sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi.
 
"Jangan dipolitisir. Sebaiknya, direalisasikan saja dulu penundaan penggunaan alat tangkap cantrang hingga akhir 2017 ini, sembari mempersiapkan solusi yang tepat bagi nelayan Indonesia ke depan,” ujar Siswaryudi Heru, di Jakarta, Senin (15/5).
 
Menurut dia, sejumlah agenda penting bagi nelayan Indonesia perlahan sudah dilakukan, dan sudah mulai menunjukkan hasil. Karena itu, upaya mempolitisir kebijakan pelarangan alat tangkap cantrang hendaknya dihentikan saja.
 
"Jika dipolitisir terus, tentu nelayan juga yang rugi. Akan terjebak terus-terusan pada konflik. Sementara ini, saya kira memang cukup fair jika penundaan pelarangan penggunaan cantrang itu dijalankan saja dulu,” ujar Siswaryudi.
 
Dikatakan Ketua Bidang Kelautan dan Perikanan Pengurus Pusat Dewan Ekonomi Indonesia Timur (DEIT) ini, pihak-pihak yang berkepentingan langsung dengan Nelayan Indonesia juga tidak boleh bersikap egois. Soalnya, pemaksaan kehendak pasti akan selalu menimbulkan konflik yang merugikan Nelayan itu sendiri.
 
Lebih jauh, lanjut dia, jika dipolitisir terus, maka pihak-pihak tertentu akan terus mendulang untung dari keributan yang ada. "Ibaratnya, selalu ada pihak yang mengail di air keruh. Ya sudah, kita percayakan saja kepada Menteri KKP Ibu Susi Pudjiastuti untuk menjalankan perintah Bapak Presiden. Dan sejauh ini Presiden memprioritaskan nelayan Indonesia agar maju. Tidak ada yang begitu urgen untuk diributi dan dijadikan bahan mempolitisir, sebab jika diributin maka sejumlah program prioritas yang sudah ditetapkan dan sudah mulai berjalan bagi Nelayan, pasti akan terganggu,” papar Siswaryudi.
 
Dia berharap, semua nelayan Indonesia juga bersatu dan tidak mau dipecah-belah oleh kepentingan-kepentingan yang malah mengadu domba nelayan. Jika pun ada hal-hal yang harus dikritisi dan dibenahi, lanjut Siswaryudi Heru, tentu pihak KKP dan Presiden Jokowi tidak akan tinggal diam.
 
KKP mengeluarkan kebijakan moratorium penggunaan cantrang. Alasannya, penggunaan cantrang merusak lingkungan dan juga berpotensi menangkap ikan-ikan kecil.
 
Sebagai gantinya, nelayan diminta menggunakan alat yang bernama gillnet. Gillnet adalah jaring yang dibentangkan secara vertikal sehingga KKP menganggap penggunaan alat ini lebih aman dibandingkan cantrang. Gillnet sendiri sudah mulai dibagikan pemerintah untuk nelayan dengan ukuran kapal 10 GT (Gross Tonage).
 
Namun penggantian cantrang itu tak berlangsung lancar. Di sejumlah daerah, banyak nelayan kapal 10 GT yang belum mendapat gillnet. Ketika mereka melaut dengan cantrang, mereka malah dipermasalahkan karena aturan yang berlaku.
 
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah turun tangan langsung untuk menanggapi kebijakan tersebut. Pekan lalu, ia memutuskan penggunaan cantrang diperpanjang hingga akhir 2017 demi memberi ruang penggantian yang lebih lama. [sam]

Populer

Demo di KPK, GMNI: Tangkap dan Adili Keluarga Mulyono

Jumat, 20 September 2024 | 16:22

Mantan Menpora Hayono Isman Teriak Tanah Keluarganya Diserobot

Jumat, 20 September 2024 | 07:04

Makin Ketahuan, Nomor Ponsel Fufufafa Dicantumkan Gibran pada Berkas Pilkada Solo

Senin, 23 September 2024 | 09:10

Pasukan Berani Mati Bela Jokowi Pembohong!

Minggu, 22 September 2024 | 14:03

Kejagung di Bawah ST Burhanuddin, Anak Buah Jalan Masing-masing

Rabu, 25 September 2024 | 17:11

Akun Fufufafa Ganti Nama dari Gibran jadi Slamet Gagal Total

Senin, 23 September 2024 | 08:44

KPK Harus Serius Usut Dugaan Korupsi Keluarga Jokowi

Jumat, 20 September 2024 | 15:05

UPDATE

Aset Pegadaian Moncer Terus, Akhir Tahun Diprediksi Bisa Tembus Rp100 Triliun

Senin, 30 September 2024 | 07:59

Janji Ridwan Kamil-Suswono, Wujudkan Kepulauan Seribu sebagai Kawasan Ekonomi Wisata

Senin, 30 September 2024 | 07:44

Buku Baru Admiral Rosihan Arsyad

Senin, 30 September 2024 | 07:43

Balas Rudal Houthi, Puluhan Jet Israel Bombardir Yaman

Senin, 30 September 2024 | 07:35

Praktisi Hukum: Integritas Kejagung Makin Bobrok!

Senin, 30 September 2024 | 07:21

Stimulus Tidak Cukup, Aliran Dana Asing ke China hanya Sementara

Senin, 30 September 2024 | 07:19

Bikin Bangga, Tiga Anak Hebat Ini Lestarikan Seni Budaya Daerah

Senin, 30 September 2024 | 07:01

Bukan Cuma Lebanon, Israel juga Tingkatkan Serangan ke Yaman

Senin, 30 September 2024 | 07:00

Kapolri Didesak Usut Aktor Utama Kericuhan Diskusi Diaspora

Senin, 30 September 2024 | 06:21

Dukung Program Makan Bergizi Gratis, Baznas Optimalkan Peran Mustahik

Senin, 30 September 2024 | 06:04

Selengkapnya