Langit politik Indonesia kian kelam akibat hoax sarat fitnah. Hoax di dunia media sosial tidak jarang dimuat ulang di media massa tertentu. Tujuannya, mengadu domba Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Di mata poliikus senior Partai Golkar, Zainal Bintang, gerakan adu domba makin menjadi-jadi setelah putaran dua Pilkada DKI Jakarta. Di mana pasangan Anies-Sandi (57 persen) menang telak atas pasangan Ahok-Djarot (42 persen).
"Kemenangan Anies-Sandi langsung dimobilisasi lewat medsos yang dikenal menganut paham ultra liberal, tanpa kontrol, kendali dan sensor. Keberpihakan JK pada Anies-Sandi terbentuk lewat dramatisasi berita dengan bumbu yang sangat insinuatif, sarat fitnah dan bermuatan adu domba," jelas Bintang .
Posisi JK dinilai berseberangan dengan pilihan Jokowi. Bahkan, JK dituduh "mengkhianati" pilihan Golkar, partai yang pernah dipimpinnya.
"Gerakan mengadu domba Jokowi dengan JK sudah sangat tajam. Banyak bukti di medsos dan media online," ungkap anggota Dewan Pakar Golkar itu.
Bintang menawarkan solusi pamungkas. Untuk memotong sirkulasi modus gerakan adu domba itu, seluruh komponen bangsa yang berpikir waras dan berorientasi kebangsaan harus segera menyatukan dwitunggal Indonesia. Jokowi-JK harus menyatu menyamakan irama dan genderang kebijakan.
"Dwitunggal Jokowi-JK harus segera dipadukan. Kita sudah kehilangan dua setengah tahun hanya menonton ketidakserasian dua tokoh bangsa tersebut.," ujar Bintang yang juga wartawan senior.
Menurut dia, kreativitas destruktif "penumpang gelap" politik yang memainkan kondisi tidak sehat ini sangat laris terkonsumsi akar rumput. Penumpang gelap adalah manusia yang antena pendek, pikirannya sederhana yaitu bagaimana bisa mendapatkan keuntungan sesaat dengan berpoisisi sebagai "agen penjual" gosip perpecahan.
"Mereka dapat untung dalam bentuk kapital fisik, fasilitas dan kemudahan dari kekuasaan. Tapi yang buntung adalah bangsa ini, Yang menderita rakyat kita. Rakyat menjadi gampang dihasut untuk menyalahkan pemerintah," kata Bintang.
Dia mengingatkan kepada Presiden Jokowi dan Wapres JK, waktu yang tersisa hanya 2,5 tahun sebelum Pemilu 2019.
"Mereka harus saling merangkul, meninggalkan luka lama. Bangsa ini membutuhkan keduanya, dan mereka wajib mengurus bangsa lebih fokus," ucapnya.
[ald]