Berita

Donal Fariz/net

Politik

Angket KPK Bentuk Teror Dan Premanisme Politik

SABTU, 06 MEI 2017 | 09:50 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Pengajuan hak angket DPR RI terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa disebut sebagai bentuk teror dan premanisme politik.

Demikian dikatakan peneliti Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz, dalam diskusi "Meriam DPR untuk KPK", di Cikini, Jakarta, Sabtu pagi (6/5).

"Dalam pasal 24 UU MD3, disebutkan eksplisit bahwa hak angket adalah hak penyelidikan atas pelaksanaan suatu UU dan atau kebijakan pemerintah," kata Donal.


Angket adalah penyelidikan DPR RI. Penyelidikan ini bukan pro justicia, melainkan penyelidikan di wilayah politik terhadap pelaksanaan UU dan atau kebijakan pemerintah.

Karena harus ditujukan kepada pemerintah, maka angket yang diarahkan DPR RI ke KPK adalah salah alamat.

"Pertanyaannya, KPK bagian dari eksekutif atau kuasi yudisial? KPK bukan bagian dari eksekutif. Kalau kita baca ketentuan ini, sudah salah alamat," tegas Donal.

Selain itu, angket harus berkaitan hal penting strategis dan berdampak luas pada kehidupan berbangsa dan bernegara yang diduga bertabrakan dengan peraturan perundangan. Pertanyaan Donal lagi, tindakan mana dari KPK yang dianggap melanggar UU. Dia mengungkap, sejumlah dasar yang dipakai DPR untuk mengajukan hak angket, antara lain masalah pengelolaan aggaran, pengelolaan dokumen, dan konflik internal KPK.

"Pertanyaannya, mana yang melanggar undang-undang? Seharusnya dijelaskan, ini loh dugaan yang bertentangan dengan undang-undang. Tapi, enggak ada undang-undang yang dilanggar," ucap Donal.

Dia menambahkan syarat lain yang tidak terpenuhi dari penggunakan hak angket terhadap KPK. Soal jumlah pengusul. Sampai diputuskan paripurna, jumlah pengusul tidak mencapai 25 orang anggota Dewan.

"Setelah angket diputuskan, baru bertambah jadi 26 orang. Syarat pengambilan keputusan (di sidang paripurna) pun tidak dihadiri lebih dari setengah seluruh anggota DPR. Musyawarah mufakat tidak tercapai, berapa yang setuju angket tidak dihitung. Mekanisme secara formal tidak dijalankan," lanjut Donal.

Karena itu semua ia menyebut penggunaan angket terhadap KPK sebagai teror dan premanisme politik. Selain itu, pengambilan keputusan yang dilakukan terburu-buru pun seolah merendahkan anggota DPR yang tidak diberi kesempatan bersuara.

"Saya menyebutnya teror dan premanisme kepada KPK. Ada dua premanisme, fisik dan politik. Angket KPK tidak sesuai tata aturan, maka yang terjadi premanisme secara politik," tegas Donal. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya