Yasonna Hamonangan Laoly/Net
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menjelaskan, rencana merevisi hukuman mati menjadi hukuÂman alternatif secara prinsip sudah disepakati, namun belum disahkan. Yasona menegaskan, kalau perubahan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup itu tidak akan menambah beÂban Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Selain soal rencana menjadiÂkan hukuman mati menjadi hukuman alternatif, Yasonna mengomentari persoalan prosessulitnya membahas revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang remisi bagi terpidana narkoba.
Sebagaimana diketahui, PP 99/2012 dinilai tidak efektif daÂlam memberantas tindak pidana narkoba. Pengetatan remisi bagi pengguna narkoba tidak sesuai dengan filosofis Lapas yang berÂtujuan memasyarakatkan, bukan balas dendam. Apalagi, lanjut Yasonna, salah satu penyebab over kapasitas lapas ialah napi kasus narkoba. Berikut penuÂturan lengkap Yasonna;
Soal usulan anda mengenai hukuman mati sebagai hukam alternatif bagaimana?Iya, itu di ada Undang-Undang Pidana. Dalam rencana revisi KUHP memang mau dibuat begitu. Hukuman mati nantinya akan menjadi hukuman alternatif saja.
Sudah ada progresnya?Sekarang sedang dibahas dan mudah-mudahan secara prinsip itu sudah oke. Jadi hukuman mati itu alternatif.
Untuk kasus apa saja?Apa saja nggak apa-apa. Siapa saja (kasus apa saja) yang mendapat hukuman mati (berhak diubah menjadi hukuman alterÂnatif). Tapi itu kan belum disahÂkan. Tapi secara prinsip sudah disepakati bahwa hukuman mati sudah menjadi alternatif.
Lantas nanti praktiknya seperti apa?Misalnya (dalam) 10 tahun, dia berkelakuan baik, ada perÂtobatan, bisa diubah.
Bukannya dengan membuat hukuman mati menjadi hukuÂman alternatif akan menamÂbah beban Lapas, sementara anda sendiri sering mengeÂluhkan kondisi Lapas saat ini yang over kapasitas?Oh tidak itu. Justru itu tidak menambah beban lapas.
Oh ya bagaimana dengan usuÂlan revisi PP 99 Tahun 2012?Jadi ini saya mau tunjukin juga sama orang-orang, supaya paradigma kita itu lho, jangan hanya melihat hukum, hukum, hukum.
Kenapa memangnya?Ya orang-orang ini juga orang-orang (narapidana) yang bisa berubah kok. Orang-orang ini kalau misalnya tidak diberikan harapan, mereka bisa frustrasi sebaik-baiknya seseorang itu. Makanya saya selalu bekerja keras PP 99 itu. Nah sekarang, okelah kepada korupsi tidak ada kesepakatan kepada teman-teman. Tapi kepada narkoba itu juga kita lihat gradasinya. Sudah ada kesepakatan kami dengan para profesor, ahli-ahli hukum pidana, ahli hukum tata negara dan lain-lain ada FGD (focus group discussion)-nya. Nanti kita buat standarnya tidak seperti yang lama. Sehingga bayangkan ya, sekarang itu 220 ribu, waktu saya baru menjadi menteri (jumÂlah napi) 150 ribu napi. Tambah hampir 70 ribu napi hanya dalam waktu dua tahun, dan apa isinya, narkoba.
Nah, kalau mereka nggak dapat ini (kemudahan remisi), kita nggak punya kemampuan dong.
Terus apa yang akan dilakuÂkan Kemenkumham?Lah makanya ini, dengan menunjukkan ini (kegiatan khataÂman Al-Quran), jadi anak-anak ini di dalam sini juga anak-anak yang soleh, mengaji dengan baik, mau memperbaiki diri. Nah kalau mereka sudah baik, sudah mau baik, maka untuk apa lagi merÂeka disubsidi oleh negara, rugi. Padahal dia bisa hidup bersama keluarga dengan baik. Tapi lebih dalam dari itu yakni kalau baca Al Qurannya sudah baik, tentu sholat lima waktunya juga pasti. Ini merupakan bagian dari revÂolusi mental.
Bagaimana dengan kasus sering terjadinya kerusuhan di dalam Lapas?Jadi kalau kamu sudah jadi orang baik, masa mau rusuh. Kan tadi saya minta, supaya kamu (napi) tidak dicemarkan orang, seolah-olah kalian di dalam tidak bisa dibina dan lain-lain, janganlah buat rusuh. Kalau ada yang buat rusuh bilang sama petugas. Meski tempat terbatas, kreatifitas tidak boleh terbatas.
Lalu hukuman atas perbuaÂtannya bagaimana?Ya tentu ada hukuman yang dijalaninya. Tapi tidak lagi sampai tidak mendapat haknya untuk mendapat remisinya. Itu yang selalu saya ributkan. Tapi kadang teman-teman mengaÂtakan, 'wah dia mau bagi-bagi remisi'. ***