Berita

Busyro Muqoddas/Net

Wawancara

WAWANCARA

Busyro Muqoddas: DPR Kembali Mencoba Melemahkan, Pasal Dalam Revisi UU Memutilasi KPK

SENIN, 03 APRIL 2017 | 09:52 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Bekas bos KPK ini siap tampil di depan menolak rencana re­visi terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia pun meminta DPR segera menghentikan sosialisasi revisi terhadap beleid komisi antirasuah tersebut.

Sebelumnya, DPR melalui Badan Legislasi (Baleg) dan Badan Keahlian Dewan (BKD) melakukan sosialisasi atas ren­cana revisi Undang-Undang KPK. Sosialisasi telah dilakukan ke sejumlah perguruan tinggi untuk menjelaskan poin-poin usulan revisi serta menerima masukan dari berbagai pihak. Berikut sikap Busyro Muqoddas terkait rencana revisi tersebut;

Kenapa anda menolak ren­cana revisi dan meminta DPR menghentikan sosialisasinya?
Karena DPR kembali men­coba melemahkan KPK, dengan cara merevisi Undang-Undang KPK. Meski alasannya untuk memperkuat, tapi kenyataannya tidak.

Karena DPR kembali men­coba melemahkan KPK, dengan cara merevisi Undang-Undang KPK. Meski alasannya untuk memperkuat, tapi kenyataannya tidak.

Atas dasar apa anda berang­gapan begitu?
Ada dua alasan. Pertama, argumen filosofis, sosiologis, dan yuridisnya sangat lemah. Itu tampak pada sejumlah pasal, di antara pasal - pasal itu justru memperlemah dan memutilasi KPK. Memutilasi KPK tentu artinya memutilasi sistem pem­berantasan korupsi.

Pasal apa saja yang diang­gap memperlemah itu?
Empat pasal yang sebelum­nya ramai ditolak oleh banyak kalangan itu.

Alasan kedua apa?
Kemudian yang kedua, kalau DPR memaksakan sosialisasi itu jadi perbuatan yang sia-sia. Toh, dari kunjungan-kunjungan yang dilakukannya itu, tidak ada satupun yang mendukung revisi. Semuanya menolak. Kan eman-eman waktunya, duitnya, dan sebagainya. Padahal DPR kan harus beri contoh dengan benar penggunaan anggaran negara.

Bagaimana kalau DPR tetap meneruskan rencana revisi itu?

Kalau itu tetap dilakukan ya saya hanya bisa merasa kasihan pada teman-teman di DPR. Rencana revisi ini kan diajukan bersamaan dengan kasus mega korupsi Kartu Tanda Penduduk Elekteonik (e-KTP). Saya yakin rencana revisi ini hanya akan menambah rasa ketidakper­cayaan masyarakat, atau public distrust kepada DPR.

Lantas kalau DPR ingin memperkuat KPK, mereka harus bagaimana?
Kalau memang ingin mem­perkuat KPK, tidak bisa dilakukan sekarang. DPR harus men­dahuluinya dengan cara kerja sistematik. Pertama harus mer­evisi dulu Undang-Undang Tipikor, kemudian merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), lalu merevisi Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), set­elah itu baru merevisi Undang-Undang KPK.

Selanjutnya DPR juga har­us merevisi Undang-Undang Kepolisian, dan Undang-Undang Kejaksaan, serta yang terakhir juga harus merevisi Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Ini kalau DPR mau serius.

Rencana revisi ini kan be­lum sampai ke Presiden. Ada permintaan kepada Istana terkait hal ini?
Nah kami berterimakasih kepada Presiden karena pernah menunda. Justru lebih bagus lagi kalau jadwal pembahasan revisi itu jangan ditunda, tapi di-drop aja dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) itu.

Drop saja, alasannya kan me­mang tidak kuat. Apalagi ketika ini diajukan bersamaan dengan kasus mega korupsi e-KTP itu. Kalau toh mau direvisi ya nanti, setelah tahapan - tahapan sistematik tadi dipenuhi.

Oh ya, tanggapan anda ten­tang isu SP2 Novel?

Pimpinan KPK sampai saat ini masih proses untuk meninjau kembali SP2 itu. Menurut saya, itu perlu dikonkretkan untuk dicabut.

Kenapa harus dicabut?
Karena alasan pemberian SP2 itu saya nilai kurang kuat. Kritik dari Ketua 9.37.16 PM (Wadah Pegawai) itu seharusnya tidak bisa dijadikan satu alasan untuk memberikan SP2.

Apalagi situasinya sekarang yang bersangkutan sedang meminpin Satgas kasus mega korupsi e-KTP.

Kalau pandangan anda soal kebijakan yang ditentang h Novel?
Menurut saya Pimpinan KPK dan jajarannya perlu memberikan porsi kepada penyidik indepen­den. Mereka sudah mampu, ter­masuk yang independen itu kan Novel dan kawan-kawan yang sudah berhenti dari Kepolisian. Itu kan sumbangan terbesar komitmen mereka kepada KPK. Sampai mimpi menjadi jenderal cokelat kan hilang demi KPK. Seperti itu kan modal SDM (Sumber Daya Manusia - red) yang cukup besar. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya