Pemerintah Filipina tidak memiliki kaitan dengan kasus dugaan suap penjualan kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) PT PAL Indonesia (Persero) ke Kementerian Pertahanan Filipina.
Begitu tegas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (31/3).
Ia menjelaskan PT PAL menjual dua unit kapal perang SSV kepada Kementerian Pertahanan Filipina seharga 86,96 juta dolar AS.
Dari nilai kontrak tersebut AS Incorporation selaku agensi penjualan kapal mendapat fee 4,75 persen atau sekitar 4,1 juta dolar AS. Diduga dari 4,75 persen fee yang diterima agensi, 1,25 persen atau sekitar 1,087 juta dolar AS diterima pejabat PT PAL dengan tiga tahap pemberian.
Menurut Basaria, pembelian kapal tersebut merupakan proyek
Goverment to Goverment antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Filipina.
"Ini terkait
fee agency oknum PT PAL dengan perusahaan perantara sedangkan proyeknya adalah proyek
G to G (Goverment to Goverment) antara Indonesia dan Filipina dan suap tidak ada kaitan dengan pemerintah Filipina," ujar Basaria.
Ia menambahkan, pejabat PT PAL diketahui telah menerima 163 ribu dolar AS pada Desember 2016 yang diketahui merupakan pemberian tahap pertama. Sementara pemberian kedua senilai 25 ribu dolar AS, pada Kamis (30/3) kemarin, berhasil digagalkan KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT).
Terkait dengan kasus dugaan suap ini, KPK telah menetapkan 4 orang tersangka. Keempatnya, adalah M Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama PT PAL Indonesia, Saiful Anwar selaku Direktur Keuangan dan Teknologi PT PAL Indonesia, Arief Cahyana selaku GM Treasury PT PAL Indonesia, serta Agus Nugroho dari pihak swasta agensi AS Incorporation.
Atas perbuatannya Agus Nugroho selaku perantara suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 200w Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, terhadap tiga Pejabat PT PAL Indonesia selaku penerima suap disangkakan melanggar‎ Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
[ian]