RMOL. Kematian siswa SMA Taruna Nusantara Magelang, Krisna Wahyu Nurachmad di Barak, Jumat (31/3) dikecam oleh Fraksi Partai Demokrat.
Anggota Komisi III Didik Mukrianto mendesak aparat keamanan untuk segera mengusut tuntas kasus tersebut secara transparan agar publik tahu apa yang sesungguhnya terjadi.
"Siapapun korban, dan siapapun pelakunya, masyarakat harus tahu secara jelas. Karena, ini bukan hanya tentang nyawa seseorang, tapi peristiwa terjadi di lembaga pendidikan yang selama ini diharapkan mampu mencetak kader pemimpin bangsa berkualitas dan berkarakter serta memiliki daya saing Nasional maupun Internasional,’’ desak Didik, yang juga Sekretaris Fraksi Partai Demokrat di Jakarta (31/3).
Krisna diduga dibunuh dengan cara disayat di bagian leher. Menurut polisi, Krisna ditemukan tewas berlumuran darah oleh pendamping asramanya pagi, di Barak G17 kamar 2B saat hendak dibangunkan untuk salat subuh.
Fakta yang ada, lanjut Didik, Korban tewas sangat mengenaskan. Yakni tewas di lingkungan sekolah, tempat korban ditempa dan disiapkan menjadi calon pemimpin bangsa. Konteks inilah, yang harus juga diungkap dan dituntaskan, agar bisa diberikan respons dan tindakan serta penanganan yang tepat terkait aspek-aspek lain disamping tindakan dan penegasan hukumnya.
"Tentu dengan penuh keprihatinan, kami juga menyampaikan duka cita yang mendalam dan mengecam tindakan pelaku apapun alasannya serta meminta kepolisian serius mengusut tuntas dan mengungkap seutuhnya, serta menyampaikan hasilnya kepada publik," tegas Ketua Umum Karang Taruna ini.
Persoalannya secara umum, menurut Didik, bermuara pada sistem, konsep atau cara-cara yang dipraktikkan dalam proses pendidikan, DPR tidak akan segan" untuk mengoreksi. Bahkan menuntut perubahan mendasar kepada lembaga pendidikan bersangkutan.
"Record SMA Taruna selama ini sangat baik. Dari sekolah ini diharapkan muncul kader pemimpin bangsa yang bewawasan Kebangsaan, Kejuangan, Kebudayaan, serta memiliki keunggulan komparatif, kompetitif, yang mampu bersaing tak hanya di level nasional. Jadi ini sangat memprihatinkan. Untuk itu kami meminta ada evaluasi dan perbaikan yang mendasar terkait dengan pengelolaan dan pengawasan di sekolah ini agar tidak terulang," kata Didik.
Terlepas dari itu, Didik juga mengingatkan agar jajaran pengelola, guru dan siswa ikut membantu penuntasan kasus dengan menyampaikan kesaksian sebenarnya dan proaktif.
"Agar segera tuntas, jelas, serta tidak menimbulkan keresahan di kalangan siswa lain maupun orangtua siswa," pungkas Didik.
Ketua Komisi Pendidikan DPR RI Teuku Riefky Harsya menuturkan, walaupun Krisna meninggal di barak, masyarakat tidak perlu tergesa-gesa menuding sistem dan cara-cara pendidikan di SMA Taruna sebagai penyebab. Atau bahwa kematian tersebut, berkaitan dengan proses pendidikan di sekolah tersebut.
"Makanya, saya sepakat bahwa kasus ini harus diusut seterang mungkin. Proses hukum, satu hal. Siapa pelaku, alas an tindakannya, urutan sebab yang membawanya pada tindakan sadis itu, perlu juga diperjelas. Nanti akan terlihat, apakah berkorelasi secara kuat dengan sstem pendidikan di lembaga itu, atau tidak sepenuhnya terkait. Kita harus obyektif," jelas dia terpisah.
Meski diakuinya dalam sejumlah kasus kematian siswa di sekolah dinas yang menerapkan sistem militer terdapat cara-cara kebablasan. Beberapa kasus terdahulu melibatkan senior yang misalnya, melakukan’ penyiksaan’ terhadap juniornya secara berlebihan karena dianggap tradisi.
"Kasus seperti itu tak sekali dua kali terjadi. Kita sudah banyak bicara itu dn semoga ada perbaikin. Tapi kasus kematian Krisna ini, bisa jadi berbeda. Masalahnya, dia ada lembaga pendidikan militer juga. Jadi mengapa? Apa yang terjadi? Apa yang harus kita lakukan untuk mencegah peristiwa serupa terjadi di masa depan? Itu sangat penting," demikian Riefky.
[sam]