. Sebagai kelanjutan kunjungan delegasi Kongres Advokat Indonesia (KAI) ke Jepang, yang diantaranya mengunjungi Japan Federation of Bar Association (Nichibenren) akhir tahun lalu, KAI mendapat kunjungan kehormatan (courtesy visit) dari Gunma Bar Association, Jepang ke sekretariat KAI.
Presiden KAI, Tjoetjoe Sanjaya Hernanto memberikan sambutan selamat datang (welcoming speech) pada delegasi advokat Jepang seperti dalam rilis yang diterima, Jumat (31/3).
Sejumlah advokat Jepang itu diantaranya Makoto Fujikura, Hisao Shimada, Takumi Saito, Tomoyuki Suzuki, Hiroki Kodaira, Masahiro Inamo, Takeshi Kanai, Satoshi Sumiya, Akio Otsuka dan Tomoyuki Tsuji.
Delegasi terdiri dari 10 orang pimpinan Gunma Federation of Bar Association itu datang ke KAI dengan tujuan mempelajari sistem peradilan dan advokat di Indonesia. Mereka juga saling bertukar informasi di bidang hukum dengan KAI, mengingat Jepang dan Indonesia sudah terjalin kerjasama yang cukup lama.
Di Jepang, untuk menjadi seorang advokat, dia harus lulus bar exam atau ujian advokat yang diselenggarakan Mahkamah Agung Jepang. Akan tetapi di Jepang, seleksi untuk menjadi seorang advokat adalah bersamaan dengan seleksi menjadi hakim maupun jaksa. Setelah seseorang
dinyatakan lulus bar exam atau ujian advokat, maka ia harus mengikuti pendidikan selama setahun setengah, setelah itu yang bersangkutan akan diputuskan oleh sebuah board lebih cocok menjadi seorang advokat, hakim atau jaksa.
Tapi intinya adalah, dari ketiga profesi tersebut masuknya melalui "satu pintu" yang dikenal dengan bar exam; dan oleh karena itu ketiga profesi tersebut saling memahami betul profesi masing-masing demi tegaknya hukum dan keadilan.
Jepang yang kini sedang gencar melakukan investasi di Indonesia, tentu sangat membutuhkan bantuan hukum dari para pengacara KAI. Persaingan advokat yang semakin ketat, juga memerlukan lahirnya advokat yang lebih professional dan kompeten di bidangnya. Bahkan, para pengacara dari negeri Sakura tersebut menginformasikan bahwa persaingan antara advokat di seluruh Jepang makin sengit karena jumlah advokat terus bertambah.
Pada titik inilah para advokat dituntut memberikan pelayanan terbaik dan menghindari pelanggaran kode etik. Di Jepang, setiap advokat yang melakukan pelanggaran kode etik advokat, akan mendapatkan sanksi berat sampai pencopotan.
[rus]