Berita

Fahri Hamzah/Net

Hukum

Fahri Hamzah: Pusaran Korupsi Dana Non-Budgeter Ahok Harus Didalami

KAMIS, 30 MARET 2017 | 07:39 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai konsep Gubernur DKI Jakarta nonaktif sekaligus Calon Gubernur petahana Basuki T Purnama (Ahok) soal pembiayaan non-budgeter sangat berbahaya.

Demikian disampaikan Fahri menanggapi pernyataan Ahok dalam debat Pilkada Jakarta di acara Mata Najwa beberapa waktu lalu.

"Dalam debat itu Basuki tidak paham bahwa pembiayaan/anggaran/belanja publik tidak mengenal sumber pembiayaan non APBD/N," ujarnya seperti dikutip dari akun Twitter @Fahrihamzah, Rabu (29/3).


"Dan kemampuan pejabat publik melobi agar pengusaha membiayai fasilitas publik bukan prestasi tapi kolusi," lanjut politisi senior PKS ini.

Jelas Fahri, dia bisa menuliskan pasal-pasal dalam UU terkait masalah tersebut, dan seharusnya itu sudah di luar kepala penegak hukum.

"Anda bisa meminta sebuah perusahaan membangun jembatan/pasar, namun harus melalui pembahasan di DPRD dan masuk dalam APBD. Bui dan pasal berlapis menanti jika secara sepihak anda bangun infrastruktur publik gunakan dana korporasi (perusahaan) tanpa pembahasan di DPRD," ungkapnya.

Ia menjelaskan, dalam sistem anggaran publik tidak ada satu rupiah pun dana yang diterima atau digunakan tanpa melalui proses politik di dewan.

"Anda bisa saja katakan ini sukses membuat perusahaan swasta bangun daerah, tapi tanpa pembahasan di DPRD anda mungkin terima lebih. Meski anda orang kaya raya, sebagai kepala daerah anda bahkan tak boleh menggunakan uang pribadi untuk membiayai program pemerintahan," imbuhnya.

Kalau kepala daerah merasa kaya dan mampu bangun jembatan tanpa dana APBD, lanjut Fahri, maka uangnya bisa dimasukkan ke dalam pos dana hibah di APBD.

"Korupsi adalah cabang KKN termasuk karena tidak ada skema pembiayaan publik dari sumber yang tak disepakati dalam APBD. Anda bisa beretorika "demi rakyat saya gunakan uang pribadi bangun jembatan, APBD tak cukup, dan lain-lain". Tapi bagaimana jika uang itu adalah sisa sogok perizinan tertentu dan anda pakai untuk pencitraan sebagian kecil," kata Fahri.

Dalam APBD pos sumber penerimaan dan pembiayaan itu sudah diatur dengan jelas, sumber dan arahnya. Neraca negara tidak boleh dikotori oleh sumber keuangan yang tidak jelas. Neraca negara tidak boleh dikotori oleh dana cuci uang (money loundry) yang haram dan berbahaya. Maka tidak ada istilah pembiayaan dari sumber dana non APBD karena CSR pun harus masuk dalam sumber penerimaan di APBD.

"Sebagai contoh uang "denda" koefisien lantai bangunan (KLB) atas pembangunan konstruksi pihak swasta di DKI. Jika ia adalah "uang denda" maka ia adalah pendapatan negara (PNBP) bukan sumbangan swasta. Jadi swasta yang kena denda tidak bisa langsung diminta untuk bangun Simpang Susun Semanggi. Itu salah fatal! Selain uang itu harus masuk ke kas daerah dan dicatat sebagai penerimaan di APBD tahun depannya pembangunan proyek Simpang Susun Semanggi juga harus diselenggarakan dengan sistem pengadaan tender, dan lain-lain," papar Fahri.

Tegas Fahri, Polri, Kejaksaan Agung, KPK, BPK, BPKP harus serius mendalami kasus beberapa proyek infrastruktur di DKI dari dana non-budgeter.

Masih kata dia, lalu bagaimana bisa DPRD melakukan pengawasan terhadap sebuah proyek yang tidak menggunakan dana APBD. Sementara itu, para buzzer dan media sudah memuji dan menganggap itu sebagai prestasi Ahok. Bahkan pujian juga disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi seolah ini adalah kepandaian mencari dana di luar APBD. Media dan buzzer juga bergerak memblackmail DPRD sebagai sarang korupsi maka tidak perlu pembahasan APBD.

"Apa pikiran orang-orang ini ya? Mereka ini seperti alien dalam alam pikiran demokrasi dan governance juga sistem anti korupsi (clean governance). Maka di sini saya bertanya, "dimana penegak hukum terutama KPK dan para LSM soal korupsi yang biasanya galak"," katanya.

Rupanya ini tujuan mereka selama ini mau menghancurkan reputasi lembaga pengawasan. Rupanya, di luar sana mereka pesta pora dengan uang swasta. Uang yang tidak ada pertanggungjawabannya. Dan dengan uang tanpa batas itu mereka membangun citra sebagai pejuang rakyat. Mereka bikin pulau dengan menggusur rakyat menyewa aparat memakai pentungan dan alat berat. Harga tanah hasil gusuran yang nyaris gratis itu dijual," tukas aktivis reformasi ini menambahkan. [rus]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya