Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
SUBSTANSI Islam sesungÂguhnya adalah "Bhinneka Tunggal Ika", yang sering diartikan dengan bercerai berai tetapi tetap satu atau kesatuan di dalam keberagÂaman. Istilah ini digunakan para founding fathers kita di dalam memperkenalkan InÂdonesia di dalam dan di luar negeri. Keberagaman sendiri adalah sunnatulÂlah. Menolak keragaman berarti menolak sunÂnatullah. Dalam Al-Qur’an ditegaskan: Wa lau sya’a Rabbuka laja’alnakum ummatan wahidah (Jika Tuhan-Mu menghendaki niscaya ia menÂjadikan kalian suatu umat). Dalam ayat tersebut Allah Swt menggunakan kata/huruf lau, bukanÂnya in atau idza. Dalam kaedah Tafsir dijelaskan, apabila Allah menggunakan kata lau (jika) maka sesungguhnya hampir mustahil kenyataan itu tidak akan pernah mungkin terjadi. Kalau kata in (jika) kemungkinan kenyataan itu bisa terjadi bisa juga tidak, dan kalau kata idza (jika) pasti kenyataan yang digambarkan itu akan terjadi. Masalahnya sekarang kamus bahasa IndoneseÂia kita tidak memiliki kosa kata sepadan dengan bahasa Arab, sehingga keseluruhannya diartika dengan "jika" tanpa kualifikasi.
Konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia tidak jarang terjadi karena dipicu sentimen perÂbedaan penafsiran kitab suci. Ada segolongan sering memperatasnamakan suatu penafsiran lalu menyerang kelompok lain, karena mengÂklaim dirinya paling benar. Ironisnya, tidak jaÂrang terjadi justru terkadang kelompok minoriÂtas yang menyatakan kelompok mayoritas atau mainstream yang sesat. Kelompok pemurni ajaran (puritanisme) seringkali mengklaim diri paling benar dan mereka merasa perlu memÂbersihkan ajaran agama dari berbagai khurafat dan bid’ah. Namun kelompok mayoritas yang diobok-obok seringkali di antaranya tidak menÂerima serangan pembid'ahan itu karena merasa dirinya berdasar dari sumber ajaran dan dipanÂdu oleh ulama besar. Akibatnya kelompok mayÂoritas melakukan penyerangan terhadap kelomÂpok minoritas.
Sesungguhnya kasus seperti tersebut di atas bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara mayoritas muslim lain juga serÂing ditemukan. Penyerangan aliran yang diangÂgap "sesat" oleh majlis ulama seringkali menÂjadi target. Di antara berbagai golongan saling mengkafirkan dan saling usir-mengusir dan bahÂkan bunuh-bunuhan lantaran dipicu penafsiran sumber ajaran agama. Tentu saja kenyataan ini sangat disesalkan karena mereka sama-saÂma berpegang kepada kitab suci yang sama tetapi mereka saling bermusuhan satu sama lain. Di Indonesia yang mengenal motto BhinÂneka Tunggal Ika seharusnya konflik horizontal tidak perlu terjadi. Meskipun suku, etnik, agama dengan berbagai aliran dan mazhabnya berÂbeda-beda namun persamaan historis sebagai satu bangsa yang pernah mengalami pahit geÂtirnya perjuangan melawan penjajah membuat perbedaan-perbedaan tersebut ibarat sebuah lukisan yang berwarna-warni membuat lukisan itu menjadi lebih indah. Nuansa keindonesiaan ini seharusnya mampu melenturkan kelompok-kelompok etnik dan ajaran agam sebagai di InÂdonesia.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
UPDATE
Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12
Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33