Baru-baru ini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnnas HAM) disambangi perwakilan suku Amungme dan Kumoro. Suku asli Papua yang menÂdiami kawasan pertambangan PT Freeport Indonesia. Melalui Komnas HAM mereka mendÂesak pemerintah agar dilibatkan dalam proses negosiasi dengan PT Freeport Indonesia. Apa saja yang dibicarakan saat perwakiÂlan suku Amungme dan Kumoro hearing dengan Komnas HAM? Berikut penuturan Komisioner Komnas HAM, Nus Kholis:
Sejauh ini apa saja hasil dari pertemuan antara Komnas HAM dengan perwakilan kedua suku Papua tersebut?
Kami sudah sampaikan keÂpada Kementerian ESDM, dan mereka tidak keberatan untuk mengikutsertakan masyarakat adat dalam perundingan. Menteri ESDM Ignasius Jonan kan sudah menyatakan, mereka dipersilakan kalau mau hadir sebagai observer. Tapi Lembaga Masyarakat Adat Amungme (Lemasa) maunya mereka dilihat sebagai subjek. Menteri ESDM juga akan memastikan, kalau dalam kesepakatan negosiasi itu nanti akan ada satu point soal poÂsisi masyarakat. Selama ini kan enggak pernah dibahas. Sejauh ini itu perkembangannya.
Alasan apa yang dikemukaÂkan perwakilan suku Papua itu sehingga mereka menolak diposisikan sebagai observer?
Alasan apa yang dikemukaÂkan perwakilan suku Papua itu sehingga mereka menolak diposisikan sebagai observer?Kalau sebagai subjek poÂsisinya akan setara dengan pemerintah dan PT Freeport Indonesia. Mereka ingin bisa menjadi peserta langsung, yaitu peserta yang ikut aktif terlibat dalam perundingan itu. Mereka ingin ikut dilibatkan dalam pengambilan keputusan benÂtuk kerjasamanya. Apa pun bentuknya nanti, mereka ingin dilibatkan.
Memangnya mereka ingin ada aturan tertentu, sehingga ingin ikut menentukan?Tidak juga. Intinya mereka ingin mulai sekarang posisinya sama dengan pemerintah dan PT Freeport Indonesia. Mereka tidak ingin lagi dianggap tidak ada, sehingga nasibnya terus seperti ini.
Maksudnya mereka minta diberikan saham sehingga bisa setara?Soal saham saya mendengar juga itu. Itu kan terkait divestasi. Berapa persen, berapa persen. Tapi dalam kasus ini bentuk lain menurut saya. Soal saham itu nomer sekianlah. Intinya mereka hanya ingin dalam posisi yang setara, ingin jadi pihak yang penting juga dalam pengelolaan pertambangan. Mereka ingin ikut berpartisipasi semaksimal mungkin. Mereka lebih ingin mendapatkan pengakuan eksisÂtensi Suku Amungme dan Suku Kumoro.
Memang mereka dilibatkan sampai sejauh mana?Ya mulai dari perencanaan. Misalnya penandatanganan kontrak. Intinya mereka ingin dilibatkan dalam pengelolaan pertambangan di sana. Karena bagaimanapun, itu tanah leluhur mereka.
Lantas kalau permintaan mereka itu sampai ditolak oleh PT Freeport bagaimana dong?Menurut saya ada peluanglah itu di akomodir itu. Kementerian ESDM kan enggak menutup diri. Tapi kalau negosiasinya gagal ya Komnas HAM juga siap membantu untuk melakukan mediasi.
Kalau masalah tanah adatÂnya bagaimana?Itu juga menjadi salah satu tuntutan mereka. Tapi tanah adat itu bagian dari pengakuan terhadap eksistensi mereka.
Saat ini pemerintah masih berunding dengan PT Freeport. Anda punya saran buat pemerintah?Pertama, saya menyarankan sebelum adanya kesepakatan, masalah dengan masyarakat setempat diselesaikan dulu. Pemerintah buka ruang penÂgaduan, supaya semua masalah yang terjadi bisa diketahui. Dengan begitu, kita juga jadi tahu secara pasti kondisinya seperti apa.
Kedua, saya mengusulkan agar perlunya dilakukan audit hak asasi manusia sebelum izin operasi suatu perusahaan berakhir, atau sebelum perÂpanjangan izin pelaksanaan pertambangan.
Audit HAM perlu dilakukan sebagai tolok ukur kepatuhan sebuah perusahaan tambang terhadap berbagai aturan yang melingkupi berbagai aturan.
Misalkan sebelum PT Freeport menyelesaikan kontrak karya harus dilakukan audit HAM, untuk mengetahui apakÂah perusahaan tersebut bersih atau tidak. Supaya jika dia akan berinvestasi di tempat lain, nama baik perusahaan itu tidak tercemar.
Aspek apa saja yang harus diaudit?Adapun aspek-aspek yang harus diaudit meliputi aspek dampak terhadap masyarakat, kemudian terhadap lingkungan serta dampak terhadap perusaÂhaan itu sendiri. Audit terhadap aspek masyarakat akan meÂnitiberatkan pada penanganan masyarakat lokal pemilik hak ulayat yang menjadi lokasi pertambangan dengan meliÂhat sejauh mana masyarakat setempat sudah mendapatkan hak-hak mereka selaku pemilik lahan.
Aspek lainya yang dilihat yakni dampak keberadaan perÂtambangan tersebut terhadap lingkunngan. Audit ini akan meneropong seberapa jauh operasi pertambangan bisa menjaga keseimbangan lingÂkungan.
Audit ini juga termasuk menilai sejauh mana sebuah perusahaan tambang menjalankan reklamasi pasca beroperasi. Pengalaman di Kalimantan Timur menunÂjukkan ada perusahaan yang tidak melakukan reklamasi seÂhingga timbul korban jiwa 24 orang tewas terperosok ke dalam lubang tambang.
Sementara itu, aspek ketiga yang diaudit akan menitiberatÂkan pada dampak pertambanÂgan terhadap perusahaan itu sendiri, yang meliputi beberapa hal seperti kepatuhan pada regulasi mengenai ketenagakerjaan. ***