OC Kaligis mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Kaligis mengaku ogah mati di dalam penjara jika menjalani hukuman 10 tahun seperti yang dijatuhkan majelis hakim MA di tingkat kasasi.
Untuk diketahui, di tingkat kasasi, majelis hakim MA yang terdiri dari Artidjo Alkostar, Abdul Latief dan Krisna Harahap menambah hukuman OC Kaligis menjadi 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dari semula 7 tahun penjara di tingkat banding. Di Pengadilan tingkat pertama, Kaligis hanya dihukum 5,5 tahun penjara.
Kaligis telah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin akhir 2016 menyusul putusan perkaranya yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). "Jadi saya rasa memang dianiaya banget. (Umur saya) 75 (tahun) berarti kalau 10 tahun (masa hukuman), saya matinya di penjara, umur 85. Itu pun kalau panjang umur," protes Kaligis di Pengadilan Tipikor.
Dia merasa hakim Artidjo cs menjatuhkan hukuman tanpa logika. Dia membandingkan dengan terpidana lain dalam kasus ini yakni Rio Capella dan Yagari Bhastara alias Gary, anak buah Kaligis. Rio Capella divonis satu tahun dua bulan. Sementara Gary dua tahun. Kaligis didakwa menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar 27 ribu dolar ASdan 5 ribu dolar Singapura melalui Gary. Uang itu didapat Kaligis dari istri Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti, yang ingin suaminya "aman" dari penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Evy memberikan uang sebesar 30 ribu dolar AS kepada Kaligis untuk diserahkan kepada hakim dan panitera PTUN Medan. "Masa saya 10 tahun, di mana logikanya untuk dakwaan suap 5 ribu dolar?" ujarnya.
Karena itulah, dia mengajukan PK. Pengajuan PK pengacara kondang itu didasari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33 Tahun 2016. Di mana, dalam putusan itu menyebutkan PK dapat diajukan kapanpun oleh terpidana atau ahli warisnya dan JPU tidak berwenang lagi menanganinya.
Kaligis mengklaim telah mempersiapkan 27 novum atau bukti baru yang akan diajukan dalam permohonan PK. Menurut dia, 27 bukti baru tersebut dia dapatkan setelah meneliti berkas pemeriksaan KPK. "Memang saya ini dikerjain dari pertama, dalam BAP itu, yang minta uang THR bukan saya, saya ada di Bali," kata dia.
Menurut Kaligis, beberapa materi bukti baru yang dia ajukan terkait kronologi permintaan uang dan pemberian uang kepada hakim di PTUN Medan. Dia mengatakan, bukti-bukti tersebut pernah diungkapkan dalam persidangan, tetapi tidak pernah dipertimbangkan oleh hakim Tipikor.
"Kalau kata-kata saya barangkali tidak akurat, saya ambil (bukti baru) dari berkas yang diakui di bawah sumpah. Itu merupakan kekhilafan hakim," tuturnya. Kaligis hadir sebagai pihak pemohon tanpa didampingi penasihat hukum. Sementara tim JPU KPK hadir diketuai Dzakiyul Fikri.
Sebelum materi permohonan PK dibacakan, Kaligis meminta kepada majelis hakim agar jaksa KPK tidak duduk di kursi termohon. Menurut Kaligis, sebagai pemohon PK, dia adalah terpidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, perkara hukum yang dia hadapi bukan lagi wewenang jaksa sebagai penuntut.
"Hukum acara itu patut dipenuhi. Kalau tidak, ada beberapa pendapat ahli menyatakan bahwa melanggar hukum acara formal dan materil itu kejahatan jabatan," ujar Kaligis kepada majelis hakim yang diketuai Hakim John Halasan Butarbutar.
Dasar hukum terkait pendapatnya tersebut, yakni putusan Mahkamah Konstitusi No. 33/PUU-XIV/2016. Dalam putusan itu, MK melarang jaksa penuntut umum mengajukan peninjauan kembali. Menurut Kaligis, dalam putusan itu disebutkan, proses panjang yang telah dilalui melalui penyidikan, penuntutan, putusan di peradilan tingkat pertama, banding dan kasasi dipandang telah memberikan kesempatan yang cukup bagi jaksa untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Dengan demikian, dipandang adil jika pemeriksaan PK hanya terbatas bagi terpidana.
Kaligis memaknai bahwa putusan itu tidak hanya melarang jaksa mengajukan PK, tetapi juga termasuk melarang jaksa terlibat dalam permohonan PK. "Saya mohon, kalau jaksa mau mendengar boleh, tapi di belakang, karena saya tidak ingin menjawab, saya sudah cukup dihukum dengan tuntutan JPU," pinta Kaligis.
Atas pendapat itu, Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar meminta penundaan sidang. Majelis akan terlebih dulu menentukan sikap dan membuat ketetapan terkait permohonan Kaligis. Sidang pun ditunda satu minggu. Pasalnya, permohonan PK Kaligis tergolong baru setelah adanya putusan MK. "Pihak termohon itu adalah jaksa. Jika sudah inkracht tidak ada hak termohon. Nanti kita pertimbangkan, biar majelis musyarawah, apa kita mengikuti, atau yang lain," ujar Hakim Jhon.
Sementara, tim jaksa KPK merasa kehadiran mereka dalam sidang pendahuluan permohonan PK ini telah sesuai dengan aturan hukum acara pidana. Kedatangan tim jaksa KPK atas undangan yang disampaikan pengadilan. Jaksa KPK Ahmad Burhanudin sempat membacakan isi Pasal 265 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Jadi intinya kehadiran kami dasarnya KUHAP dan sudah sangat jelas," tegas Burhanudin. ***