Kamis (16/2), majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan putusan Komisi Informasi Pusat (KIP), tentang penyampaian hasil penyelidikan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuÂhan Munir ke publik. Putusan ini menyatakan Kementerian Sekretariat Negara tidak wajib memberikan hasil TPF Munir kepada publik.
Majelis hakim juga menyaÂtakan informasi yang dimaksud permohonan untuk mengumumÂkan hasil TPF kasus meningÂgal Munir bukan kewenangan Setneg. Berikut ini tanggapan Suciwati, istri almarhum Munir, terkait keputusan tersebut;
Apa tanggapan Anda terhÂadap putusan PTUN itu?Saya, kami, sangat kecewa dengan putusan tersebut. Putusan tersebut telah melegalkan tindak kriminal yang dilakukan oleh negara.
Maksudnya?Putusan itu melegalkan Setneg, untuk terus menyembunyiÂkan keberadaan dokumen TPF Munir, dan tidak mengumumkan hasil penyelidikannya kepada publik.
Tapi bukankah saat sidang KIP, Setneg sudah menyataÂkan tidak memiliki dokumen tersebut?Faktanya, dokumen telah diserahkan kepada pemerintah secara resmi kepada SBY, pada 24 Juni 2005. SBY juga telah menyerahkan salinan dokumen tersebut kepada Kementerian Sekretariat Negara pada 26 Oktober 2016. Artinya, Setneg seharusnya memiliki salinan dokumen hasil investigasi TPF sejak 26 Oktober 2016. Dan ini berarti putusan tersebut tidak tepat, dan bertentangan dengan fakta-fakta yang ada.
Bisa jadi keputusan majelis hakim tersebut didasarkan paÂda kesaksian sejumlah pihak yang mengatakan dokumen tersebut memang tidak ada di Setneg?Siapa bilang. Majelis Hakim tidak pernah memangil SBY, Setneg dan lainnya untuk mengÂgali fakta-fakta terkait kasus ini. Sidangnya dibikin tertutup, dan tahu-tahu kita diundang hanya untuk pembacaan kepuÂtusan saja. Ini berarti kan ada sesuatu yang salah, seperti ada yang ditutup-tutupi.
Menurut Anda, si apa yang menutup-nutupinya?Mungkin ada pihak lain yang terlibat. Tapi karena dekat denÂgan Presiden, makanya tidak diungkap.
Siapa?Bisa jadi Hendropriyono. Dia kan dekat dengan Presiden Jokowi. Dan dulu dia yang menjabat Kepala Badan Intelejen Negara (BIN). Masuknya Pollycarpus ke Garuda katanya kanarahan dari BIN. Direktur Garuda saat itu mendapat arahan dari sana. Tapi ini hanya dugaan lho. Karena tidak dibuka, kita kan enggak tahu pasti dan hanya bisa menduga-duga.
Anda tidak berpikir Pollycarpus sebagai pelaku tunggal?Tidak. Dia itu cuma pilot. Kenal sama Munir saja enggak.Enggak ada motif kuat dia meracuni almarhum. Berbeda dengan para oknum di belakang Pollycarpus, yang berkepentingan untuk menyingkirkan almarhum.
Lantas langkah hukum apa yang akan Anda ambil meÂnyikapi putusan tersebut? Kami akan menempuh kasasi, dan mendesak Presiden Joko Widodo bertanggungjawab atas dihilangkan atau disembunyiÂkannya dokumen TPF Munir. Presiden kami minta jangan terus lari dari tanggung jawab atas masalah ini, dengan berÂsembunyi di balik perangkat kekuasaan negara.
Lho kan yang menyembuÂnyikan atau menghilangkan kan Setneg?Karena sejak awal yang berÂtanggung jawab adalah Presiden. Sejak awal sebetulnya Presiden juga yang harus ngumumin hasil TPF Munir.
Begitu hasil TPF diumumÂkan, maka Presiden menangÂgung konsekuensi untuk terus mendorong penuntasan kasus ini. Dan sebetulnya awalnya Presiden Jokowi sudah punya itikad baik, untuk meminta Jaksa Agung dan Kapolri untuk menuntaskan kasus ini.
Tapi entah kenapa sekarang jadinya mundur maju begini. Di satu sisi bilang akan menunÂtaskan pelanggaran HAM masa lalu, tapi di sisi lain Setneg mengaku tidak punya dokumenÂnya dan PTUN menguatkan argumen itu.
Tapi bukankah putusan pengadilan di luar kewenanÂgan Presiden?Tapi kebanyakan putusan pengadilan dalam kasus seperti ini, biasanya dimenangkan oleh penguasa.
Pengadilan seperti menjadi alat impunitas rezim untuk lepas dari hukum. Hal ini mengÂindikasikan adanya masalah atas judiciary independency, sehingga pengadilan kerap tak bisa lepas dari tekanan politik atau kekuasaan.
Kalau kasasinya gagal apa yang akan dilakukan?Ya lihat nanti. Penghilangan atau penyembunyian dokuÂmen TPF Munir sendiri suÂdah persoalan hukum yang serius. Dokumen TPF Munir merupakan informasi publik, dan oleh karenanya pemerintah wajib mengumumkan dokumen tersebut kepada masyarakat. Sementara hilangnya sebuah dokumen negara oleh Setneg itu pidana loh. ***