Berita

Nila Farid Moeloek/Net

Wawancara

WAWANCARA

Nila Farid Moeloek: Tenaga Kesehatan Jangan Melulu Berpikir Benefit, Tapi Kepuasan Batin Bisa Menolong

SELASA, 07 FEBRUARI 2017 | 09:12 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Presiden Jokowi resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2017 soal wajib kerja dokter spe­sialis pada 12 Januari 2017 lalu. Peraturan ini dibuat untuk mempercepat pemerataan tenaga kesehatan, terutama dokter spe­sialis, di daerah perbatasan, terluar dan tertinggal.

Peserta dari wajib kerja dokter spesialis ialah dokter spesialis lulusan pendidikan profesi dari perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri. Tahap awal diprioritaskan bagi lulusan ob­stetri dan ginekologi, spesialis anak, spesialis beda, spesialis penyakit dalam, dan spesialis anestesi.

Menteri Kesehatan yang juga Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini meminta kepada para dokter spesialis yang akan diberangkatkan fokus menolong orang lain, buka untuk mencari keuntungan. "Kita ini sebagai tenaga keseha­tan harus memiliki sifat bukan mencari benefit, tetapi kepuasan batin kita saat bisa menolong orang," seru Nila.


Berikut penuturan Nila Farid Moleloek kepada Rakyat Merdeka:

Apa ada amanat khusus dari Presiden mengenai pemerataan kesehatan, termasuk dokter spesialis di Tanah Air?
Khusus untuk kesehatan tidak (tidak ada amanat). Tapi me­mang betul, pada sidang kabinet pertama 2017 di Bogor, topiknya adalah pemerataan.

Tentu salah satunya adalah kesehatan. Kami menyadari, pemerataan ini juga pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini tentu memiliki keseluruhan, dalam arti secara menyeluruh. Baik tenaga kesehatannya, sara­na prasarananya, pendukungnya, ini memang harus kita benahi.

Namun pemerataan ini bu­kan karena tahun 2017 dika­takan oleh Pak Presiden. Tapi kita mengetahui Nawacita beliau adalah kita harus hadir di tengah-tengah masyarakat.

Lalu apa yang dilakukan Kementerian Kesehatan?
Saya melihat, kita harus ter­integrasi antar-unit. Jadi intinya, kesehatan masyarakat kita tahu betul disitu ada gizinya, ada kes­ehatan ibu dan anak, dan tentu ada akibat kalau gizinya kurang baik maka terjadilah malnutrisi dan sebagainya, penyakit pun akan terjadi.

Juga misalnya, lingkungan­nya terkait dengan kemiskinan. Jika lingkungannya kurang baik, maka timbul penyakit. Saya dulu juga melihat, tidak mungkin kita terbelah-belah. Gizi terkait ketahanan pangan, terkait denganpertanian. Untuk itu, kita melihat pemerataan itu tidak bisa sektoral, tidak bisa linier. Tapi memerlukan sumber daya manusianya.

Sebenarnya, apa yang men­jadi kendala dalam pemerataan kesehatan sih?
Pemerintahan ini jangan dili­hat dari satu sisi. Menyebarkan tenaga kesehatan, (pemerataan) tidak akan selesai. Tapi kita harus melihat secara keseluru­han, adanya keterkaitan antara kementerian, lembaga dan pe­merintah daerah.

Bagaimana dengan wajib kerja dokter spesialis?
Pada hari ini, kita sudah sepa­kat dengan pemerintah daerah, karena dulu 'kami tidak memi­liki dokter spesialis, tentu sangat dibutuhkan dokter bedah, sangat dibutuhkan dokter penyakit dalam'.

Karena mereka harus melaku­kan pengobatan perbantuan, dan karena tidak ada, maka Pemda dan Kementerian Kesehatan ini bekerjasama membentuk Komite Penetapan Dokter Spesialis yang terdiri dari tiga unsur ini.

Kemudian diisi oleh dokter spesialis, ditempatkan di daerah yang membutuhkan, prasara­nanya memang sudah memenuhi syarat. Dari 121 yang divisitasi, 90 oke. Kita kirim 286 dokter spesialis yang terdiri dari lima spesialis.

Tugas mereka apa?
Ya mereka bekerja dong. Kalau ada pasien langsung di­tangani dong. Ada kebidanan, ya ditangani, perlu anestesi ada anestesinya. Jadi keleng­kapan lima ini sudah bagus sih. Kebidanan, penyakit dalam, bedah, cukup dalam hal ini.

Para dokter spesialis itu diberikan fasilitas apa saja selama di sana?
Kita dari Kementerian Kesehatan tentu mengupayakan. Jadi, yang sudah diletakan, itulah yang sudah lengkap. Atas permintaan dari daerah juga.

Ini nanti kita sinkronkan juga. Jadi perhimpunan, daerah, pusat kita sinkronkan. Nggak mungkin saya sebagai anestesi datang ke sana nggak punya alat, nanti saya marah dan balik lagi.

Lalu saat ini persiapannya sudah sejauh mana?

Dari perhimpunan ini me­minta betul mereka yang baru lulus S-2. Jadi saya sebagai yang lulus dokter kebidanan, saya harus satu tahun dulu di daerah. Mengabdi dulu. Saya kira ini bagus sekali.

Untuk mereka mengetahui permasalahan-permasalahan di daerah. Tentu akan beda di kota besar. Kalau tidak, meraka hanya berpikiran hanya di kota besar saja.

Sebenarnya ini sudah ada sejak lama, namun terputus saat era reformasi. Nanti akan berputar. Jadi yang baru lulus (ke daerah), dan yang sudah satu tahun kembali. Jadi tidak akan putus. Karena setiap tahun pasti ada yang lulus.

Apakah ada insentif yang akan diberikan oleh negara kepada para dokter spesialis itu?

Ya jadi ini begini, sebenarnya perkara insentif itu manusiawi sekali. Kalau pun saya dikirim ke daerah, tanpa saya diberi bekal, saya hidup dari mana. Belum tentu kita baru datang, kita langsung mendapatkan ses­uatu. Memang ada honor tetap, tapi jika nanti di sana mereka bagus, nanti juga mendapatkan dari rumah sakit, mungkin bisa praktek di sana.

Minimal saat kami mengirim, kami juga harus bertanggung jawab. Insentif ini memang diberikan oleh Kementerian Kesehatan. Kami mengharapkan, ada rumahnya dulu di sana, ada tempat tinggalnya dulu di sana. Itu kerjasamanya.

Dari Kementerian lain?
Oh ya, seperti dari Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat. Mereka mau membantu menyediakan rumah-rumah tenaga kesehatan. Itu juga diperlukan.

Apa harapan anda kepada para dokter spesialis yang nanti berangkat ke daerah-daerah?
Itu tugas kita untuk menolong sesama manusia. Saya kira, kepandaian yang kita peroleh harus dikembalikan kepada masyarakat.

Dan bukan untuk mencari ke­untungan. Ini yang sebenarnya harus ditanamkan. Saya setuju dengan Nawacita, bahwa kita harus hadir di tengah-tengah masyarakat. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya