Berita

Halili/Net

Wawancara

WAWANCARA

Halili: Bentuk Pelanggaran Terbanyak Yang Dilakukan Kepolisian Adalah Pembiaran

RABU, 01 FEBRUARI 2017 | 08:54 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Setara Institute mencatat, ada 208 peristiwa dan 270 tindakan pelanggaran kebebasan berkeyakinan yang terjadi pada 2016. Pelakunya dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu; aktor negara dan nonnegara. Apa saja bentuk pelanggarannya, berikut penuturan Peneliti Setara Institute, Halili.

Dari kategori aktor negara, institusi apa saja yang melaku­kan pelanggaran?

Ada 18 aktor negara yang melakukan pelanggaran kebebasan beragama. Mereka di antaranya adalah; kepolisian, pemerintah daerah, intitusi pen­didikan, Kementerian Agama (Kemenag), dan kejaksaan.

Institusi mana yang paling banyak melakukan pelang­garan?

Institusi mana yang paling banyak melakukan pelang­garan?
Aktor negara yang paling banyak melanggar kebebasan berkeyakinan adalah kepoli­sian, dengan 37 pelanggaran. Berikutnya adalah pemerintah kabupaten atau kota dengan 35 pelanggaran, institusi pendidi­kan 9 pelanggaran, Kemenag 9 pelanggaran, dan kejaksaan 8 pelanggaran.

Bentuk pelanggarannya apa saja?
Bentuk pelanggaran terban­yak yang dilakukan kepoli­sian adalah pembiaran. Bentuk pelanggaran institusi lainnya adalah kriminalisasi keyakinan, dan diskriminasi. Untuk kat­egori aktor negara ini bentuk pelanggaran terbanyak adalah diskriminasi.

Contoh kasus diskriminas­inya seperti apa?

Contoh kasus diskriminasi itu pengusiran ribuan warga eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Moton Panjang, Mempawah Timur, Kalimantan Barat oleh pemer­intah daerah. Mereka diusir dari tanah mereka sendiri, karena dianggap sesat, mau melakukan makar. Seharusnya itu tidak boleh. Dan dalam hal ini kepoli­sian juga telah melakukan pe­langgaran dengan membiarkan.

Bukankah Gafatar itu me­mang sudah dinyatakan sesat oleh kejaksaan dan MUI...

Tidak, itu namanya pemer­intah daerah menyerah kepada tekanan massa. Tanah itu kan legal milik mereka. Persoalan mereka sesat atau menistakan agama, itu kasus yang berbeda. Kalau mereka memang diang­gap sesat dan menista agama, maka terapkan proses hukum. Laporkan mereka ke polisi, tun­tut dengan pasal-pasal yang ada, dan biarkan pengadilan yang menghukumnya. Bukannya diusir seenaknya.

Kepolisian dalam kasus itu kan hanya menjalankan tu­gasnya menjaga kamtibmas. Kenapa dianggap melakukan pelanggaran?
Karena dalam hal ini warga eks Gafatar jelas tidak melaku­kan pelanggaran. Mereka tidak terlibat tindak kriminal apa pun, tanah ditempati secara legal. Artinya polisi harusnya membela mereka. Kecuali kalau pemerintah bisa membuktikan tanah yang ditempati ternyata milik negara, baru boleh mereka disuruh pindah dari sana. Karena kalau begitu kan jelas, mereka menempati secara ilegal. Dalam hal ini pengawalan oleh aparat baru bisa disebut menjalankan tugas, bukan pembiaran.

Tadi itu semua kan pelang­garan yang dilakukan negara. Kalau yang non negara, itu institusi apa saja?
Pelanggaran aktor nonneg­ara itu dilakukan oleh kel­ompok masyarakat, aliansi kemasyarakatan Islam, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Front Pembela Islam (FPI), dan pe­rusahaan. Pelanggaran terban­yak dilakukan oleh kelompok warga dengan 42 kasus. Lalu disusul oleh aliansi organisasi kemasyarakatan Islam dengan 30 kasus, MUI 17 kasus, FPI 16 kasus, dan perusahaan 4 kasus.

Bentuk pelanggarannya apa saja?
Bentuknya adalah intoleransi, penyesatan, intimidasi, ujaran kebencian, pembubaran keg­iatan keagamaan, pembakaran properti, condoning (statmen yang bersifat provokasi), dan pelarangan pendirian tempat ibadah. Tindak pelanggaran yang paling banyak dilakukan oleh aktor nonnegara ini adalah intoleransi.

Contoh kasusnya seperti apa?
Contohnya adalah soal atribut natal kemarin. Sejak kapan orang ribut hanya karena atribut? Kita menggunakan atribut natal itu sejak lama. Hadirnya fatwa MUI itu menegaskan bahwa, hari ini yang dilakukan oleh kelompok - kelompok intoleran itu seakan - akan benar adanya.

MUI merupakan lembaga yang bertanggung jawab men­jaga akidah umat, dengan cara mengeluarkan fatwa. Bukankah itu hal yang wajar?

Dari fatwa itu saya tidak me­lihat adanya tanggung jawab un­tuk menjaga akidah umat. Yang ada hanya mendorong kelom­pok tertentu untuk melakukan sweeping ke pusat perbelanjaan di Surabaya misalnya.

Tetapi bukankah setiap men­geluarkan fatwa MUIselalu mengimbau agar masyarakat tidak melakukan tindakan semacam itu. Dengan begitu artinya bukankah itu di luar kewenangan MUI?
Itu pembelaan yang selalu di­lakukan MUI. Mereka harusnya tahu, akan ada akibat dari fatwa yang dikeluarkan. Secara sosial, fatwa MUI itu sering digunakan untuk melegitimasi aksi-aksi semacam ini.

Harusnya ada langkah antisipasi guna mencegah hal semacam ini. Lalu soal imbauan agar masyarakat menyerahkan kepada penegak hukum, itu tidak bisa juga. Penegak hukum itu bukan penegak atau pengawal fatwa MUI. Mereka tidak bisa bertindak atas dasar fatwa. Kecuali fatwanya sudah menjadi aturan hukum. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya