Tidak ada aktivitas mencolok di rumah pribadi Patrialis Akbar, sehari usai hakim MK ini ditangkap KPK. Kediamannya cenderung sepi.
Patrialis dan keluarganya tinggal di rumah pribadi yang terletak di Jalan Cakra Wijaya V, Blok P, Nomor 3, Cipinang Muara, Jakarta Timur. Di antara sejumlah bagunan di sekitarnya, rumah Patrialis bisa dikatakan yang paling megah.
Cat putih dengan aksen coklat pada bagian kayu, membuat ruÂmah Patrialis mencolok. Tembok pagar bangunan 2,5 lantai itu pun kokoh dengan pemakaian bahan dari batu kali.
Karena letaknya yang berada di hook, rumah tersebut memiliki dua akses gerbang denganukuran berbeda. Gerbang utama yang berada di Jalan Cakra Wijaya V lebih besar. Sepertinya, gerbang itu sebagai akses keluar masuk kendaraan milik keluarga.
Dari pantauan pada Jumat lalu, gerbang tersebut dalam keadaan tertutup rapat. Sebuah mobil seÂdan Toyota Camry berkelir hitam, diparkir tepat di mulut gerbang. Hingga sore hari, tidak ada pergerakan dari mobil tersebut.
Sedangkan gerbang kedua ukurannya lebih kecil. Letaknya mengÂhadap Jalan Cakra Wijaya VII. Sekitar pukul setengah lima sore, seorang wanita turun dari sebuah mobil menuju gerbang tersebut.
Namun, saat
Rakyat Merdeka mencoba mendatangi, wanita berkerudung warna gelap itu bergegas masuk. Dia menolak dimintai keterangan. Paginya, pada hari yang sama, KPK menggeleÂdah rumah Patrialis. Ada delapan orang yang menggunakan rompi bertulisan 'KPK'. Selama sekitar satu jam, tim KPK menggeledah kediaman Patrialis.
Seusai penggeledahan, mereka membawa satu boks karton warÂna cokelat dan satu koper kecil warna hitam. Barang-barang tersebut, diduga merupakan bukÂti kasus yang menjerat Patrialis. Saat coba dimintai keterangan, tak sepatah kata pun keluar dari mulut tim tersebut. Mereka langÂsung masuk ke dalam mobil.
Rizman, Ketua RT tempat tinggal Patrialis, membenarkanpenghuni rumah di alamat terseÂbut merupakan Hakim MK. Hanya saja, dia tidak mengetahui terkait penggeledahan KPK di hunian tersebut. "Memang ruÂmah Bapak Patrialis, tapi nggak tahu ada penggeledahan KPK. Beliau tinggal di situ sudah lima tahun lebih," ucapnya.
Sejumlah tetangga menyebut, Patrialis mudah bersosialisasi. Meski memiliki jabatan sebagai salah satu hakim MK, jika memiÂliki waktu senggang, Patrialis kerap berbaur dengan warga.
"Kalau dari segi sosialnya bagus. Ramah sama tetangga," kata seorang pria yang menolak menyebut identitasnya saat ngoÂbrol dengan
Rakyat Merdeka.
Pria paruh baya itu juga mengaku kenal dengan sosok Patrialis. Dia kerap berbincang santai dengan bekas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) itu. "Kemarin sore, saya masih ketemu dia. Cuma dia tak bicara masalah apa-apa. Kita ngobrol sebagai tetangga saja," ujarnya
Dia mengaku terkejut atas kasus yang menerpa Patrialis. Menurutnya, warga mengenal Patrialis sebagai orang yang reliÂjius. "Pak Patrialis mengadakan pengajian rutin setiap pekan," tambahnya.
Di kompleks tersebut, Patrialis disebut memiliki sejumlah aset berupa enam rumah serta mobil-mobil. Bahkan, pria itu menyeÂbut, orang-orang yang bekerja untuk Patrialis disediakan satu rumah khusus yang berada di deÂpan rumah utama. "Pegawainya tinggal di rumah itu semua. Dari pembantu rumah tangga sampai penjaga rumah," katanya.
Pantauan Rakyat Merdeka, rumah tempat tinggal pegawai Patrialis cukup megah. Namun, sama seperti rumah utama, tak tak tampak aktivitas berarti di sekitar rumah tersebut.
Rumah ketiga masih berada di kawasan yang sama, namun berÂbeda jalan. Rumah ketiga berada di Jalan Cakra Wijaya I. Informasi yang didapatkan, rumah ini disiapÂkan Patrialis untuk anaknya.
Sedangkan rumah keempat Patrialis, berada persis di sampÂing rumah ketiga. Rumah terseÂbut biasa digunakan untuk kegiaÂtan majelis ta’lim. Sementara itu, untuk dua rumah lainnya masih belum diketahui keberadaannya.
Kamis lalu, Patrialis ditangkap KPK di sebuah pusat perbeÂlanjaan di Jakarta Pusat. Saat ditangkap, dia bersama seorang wanita muda dan keluarga wanita tersebut.
Kilas Balik
Tersangka Basuki Hariman Minta KPKTunjukkan Barang Bukti Uang KPK menetapkan hakim konstitusi Patrialis Akbar sebagai tersangka. Patrialis disangka menerima suap terkait permohonan uji materi Undang Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"KPK meningkatkan status ke penyidikan dengan penetapanemÂpat orang tersangka," ucap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di kantornya.
Empat orang tersangka itu adalah Patrialis Akbar, Kamaludin, Basuki Hariman, dan Ng Feni. Dua nama pertama merupakan penerima suap, sedangkan dua nama lainnya merupakan pemberi suap.
Dalam penangkapan kali ini, KPK tidak mengamankan baÂrang bukti berupa uang. Namun, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menegaskan, KPK memiliki alat bukti yang cukupuntuk menetapkan Patrialis Akbar dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus ini.
Menurutnya, ada sejumlah dokumen yang diamankan saat operasi tangkap tangan (OTT). "KPK yakin dengan kecukupan minimal dua alat bukti setelah OTT dan dilakukan pemerikÂsaan. Serangkaian komunikasi antara pihak-pihak terkait dalam perkara ini, termasuk para terÂsangka, serta dokumen-dokumen telah kami miliki," kata Febri.
Dia juga menyebut, saat OTT tersebut, petugas KPK mengaÂmankan tiga barang bukti berupa dokumen. Salah satunya adalah draf putusan MK dalam bentuk informasi elektronik.
"Benar, saat OTT kita tidak mengamankan uang. Tapi, ada sejumlah bukti yang signifikan menjelaskan indikasi tindak pidana suap," jelasnya.
Kata dia, saat mengamankan salah satu tersangka, KPK menemukan draf putusan dalam bentuk informasi elektronik. Dokumen lain berupa voucher pembelian mata uang asing dan dokumen pembukuan perusaÂhaan. Dokumen tersebut diperÂoleh saat petugas KPK mengaÂmankan Basuki Hariman dan Ng Feni di kantornya di Sunter, Jakarta Utara.
Sebelumnya, Basuki Hariman mempertanyakan bukti uang suap ke Patrialis Akbar. Dia meminta KPK menunjukkan bukti hasil OTT. "Ini adalah OTT. Coba tunjukkan buktinya hari ini, mana buktinya OTT," ucap Basuki seusai menjalani pemeriksaan di KPK.
Beberapa waktu lalu, asosiasipeternak menggugat UU Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ke MK. UU ini digugat karena dinilai membolehkan impor sapi bakaÂlan maupun daging berdasarkan zone based.
Sistem zone based mengizinkanimpor sapi atau kerbau dari negara yang belum bebaspeÂnyakit mulut dan kuku (PMK), namun dengan sejumlah perÂsyaratan. Berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni country based yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbeÂbas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru.
Namun, gugatan tersebut tersangkut kasus dugaan suap yang membelit Hakim MK Patrialis Akbar. "Konteks kita gugat untuk melindungi peternak kita dari potensi penyakit mulut dan kuku. Kita ingin negara tidak mengimpor ruminansia dari negara zone based," ujar Ketua Umum Dewan Peternakan Nasional yang juga koordinator penggugat, Teguh Boediyana.
Teguh menjelaskan, impor daging atau sapi dari negara zone based dikhawatirkan bisa memicu wabah penyakit pada hewan ternak lokal. Dia mencontohkan, Inggris pernah mengalami wabah penyakit ternak, sehingga terpaksa memusnahkan 600 ribu ekor sapi dan 4 juta domba.
"Melindungi peternak lokal, itu tujuan kami menggugat. Kami ingin pemerintah memberikan perlindungan maksimum pada peternak lokal," tegas Teguh.
KPK menyangka, Patrialis Akbar menerima 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura. Selain itu, KPK menyita dokuÂmen pembukuan perusahaan, catatan-catatan dan aspek lain yang relevan dengan perkara, voucher pembelian mata uang asing, dan draf Putusan Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 yang merupakan Perkara Uji Materi UU Nomor 41 Tahun 2014.
Dalam kasus itu, Patrialis dan Kamaludin dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian, terhadap Basuki dan Feni, KPK mengenaÂkan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. ***