Pengembang properti (developer) mendukung langkah pemerintah yang akan memberlakukan pajak progresif untuk tanah menganggur guna menekan para spekulan. Tapi, pemberlakuan pajak tersebut harus benar-benar untuk tanah yang memang dimainkan para spekulan. Jangan sampai, tanah milik developer juga kena.
Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk ThereÂsia Rustandi mengatakan, belum bisa berkomentar banyak mengeÂnai rencana pemberlakuan pajak progresif untuk tanah nganggur. Sebab, aturan ini masih digodok pemerintah.
"Tujuannya baik supaya taÂnah tidak jadi bahan spekulan," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Namun, dia meminta pemerintah bisa membedakan mana tanah yang jadi bahan spekulan dan untuk properti. Sebab, kata dia, biasanya para developer setelah membeli tanah tidak langsung membangun.
"Bahan baku industri properti itu tanah. Biasanya developer membebaskan tanah tidak gamÂpang. Dan, kita mengumpulkan tanah karena memang sudah mempunyai rencana kerja memÂbangun properti," ujarnya.
Direktur Keuangan dan SDMPT Perumnas (Persero) Hakiki Sudrajat juga mengatakan, tidak masalah jika pemerintah menetapkan pajak progesif terhadap tanah-tanah yang tidak digunaÂkan. Pasalnya, penetapan pajak itu akan memberikan dampak positif kepada rakyat.
Dia mengatakan, perseroan memiliki bank tanah seluas 1800 hektare (ha). Setiap tahun Perumnas menjualnya 300 ha dan membeli lahan baru 500 ha. Dari jumlah tersebut, sebagian besar berada di Jabodetabek, Gresik, Sumatera, Palembang dan Makassar. "Yang kecil-kecil juga tersebar," katanya.
Terkait soal pajak progresif itu, ia menambahkan, seharusÂnya lahan-lahan lembaga yang selama ini tidak produktif segera dimanfaatkan. Menurutnya, paling tidak pemanfaatan lahan tersebut digunakan untuk pemÂbangunan sektor infrastruktur.
Jadi Senjata Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengatakan, pemberÂlakuan pajak progresif tanah nganggur bisa menjadi senjata untuk menertibkan investor dan pengusaha nakal yang sengaja membeli tanah tapi tidak meÂmanfaatkannya.
"Mereka sengaja tidak memÂbangun, menunggu kawasan tersebut ramai dan akhirnya tanah tersebut menjadi mahal," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, pajak progresif tanah menganggur akan menÂdorong investor dan pengusaha untuk segera membangun taÂnah yang dimilikinya. "Kalau memang tidak mau dibangun mereka akan terpaksa menjual tapi dengan harga yang wajar," ungkapnya.
Ia mengungkapkan, banyak kasus pembelian tanah tapi tidak dimanfaatkan. Salah satunya di Banten. "Di sana banyak tanah yang sengaja tidak dimanfaatkan tapi infrastruktur diminta segera dibangun. Akhirnya sekarang tanah di sana harganya melamÂbung tinggi," kata Eddy.
Eddy berharap, kebijakan ini segera direalisasikan guna mendukung program satu juta rumah yang digagas pemerintah. "Rencana ini sebaiknya segera diwujudkan agar program rumah murah untuk masyarakat berÂpenghasilan rendah (MBR) juga bisa tercapai," tukasnya.
Rencana pengenaan pajak itu sebelumnya tersirat dalam keterangan Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil. Dia bilang, pihaknya memiÂliki rencana untuk merevisi Undang-Undang Pertanahan. Dalam revisi itu, akan terdapat pengenaan pajak progresif bagi tanah yang tidak digunakan atau menganggur.
Rencana tersebut berangkat dari kenyataan, banyak masyarakat Indonesia yang membeli tanah sebagai investasi namun lahan tersebut tidak digunakan untuk apa-apa. Harga tanah yang cepat mengalami kenaikan, membuat masyarakat kecil sulit untuk bisa mendapatkan tanah. Selain itu, dengan pengenaan pajak proÂgresif diharapkan bisa menciptaÂkan produktivitas ekonomi.
Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution menolak memÂbeberkan rencana pemerintah mengenai pengenaan pajak proÂgresif tahah. "Itu kita belum mau ngomong itu," kata Darmin.
Darmin mengatakan, dirinya ingin memastikan terlebih dahulu, apakah pengenaan pajak tersebut bisa diterapkan dengan Undang-Undang yang sudah ada atau tidak. "Lebih detail, saya belum bisa jawab," pungkasnya. ***