Langkah produsen dan distributor gula menyepakati penetapan harga gula di level Rp 12.500 per kilogram dinilai sebagai kebijakan tepat.
Hal tersebut diyakini bisa menjadi instrumen untuk menjaga daya beli masyarakat yang belakangan tengah menurun.
Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menjelaskan, performa ekspor yang belum bisa diharapkan menjadi faktor dominan dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, hal yang paling masuk akal saat ini adalah mendorong konsumsi masyarakat.
"Salah satunya dengan menciptakan stabilitas harga, ujungnya hal ini berkorelasi dengan daya beli dan konsumsi. Ini suatu hal yang baik dan perlu diapresiasi," kata Latif dalam keterangannya, Rabu (25/1).
Dia meyakini jika penetapan harga patokan dilakukan berdasarkan perhitungan elastisitas daya beli masyarakat terhadap suatu produk atau komoditas.
"Untuk menjaga daya beli masyarakat, boleh jadi harga gula memang di angka sebesar itu. Kalau di atas harga tersebut bisa saja menurunkan daya beli," ujar Latif.
Namun begitu, menurutnya, langkah untuk menjaga daya beli masyarakat tidak cukup hanya dengan menetapkan harga patokan semata. Melainkan terdapat faktor-faktor lain yang juga harus diperhatikan pemerintah.
"Ada mekanisme pasar yang harusnya lebih dari hanya sekedar mempertemukan produsen dan distributor. Ada faktor lain seperti spekulan, jaringan distribusi atau biaya logistiknya. Atau bagaimana menghubungkan daerah produksi dengan daerah konsumsi, itu juga perlu diberesi pemerintah," beber Latif.
Diketahui, dalam upaya menekan harga jual gula ke level Rp 12.500 per kilogram, Kementerian Perdagangan melakukan pemangkasan jalur distribusi dari produsen ke konsumen. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan peran Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, serta sektor swasta dalam pendistribusian.
Pemangkasan juga dilakukan dalam alur impor gula. Jika dulunya harus melalui penugasan dari pemerintah ke BUMN, kini Kemendag mengizinkan beberapa pabrik melakukan impor langsung gula mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih atau gula konsumsi.
Komitmen untuk menjaga harga gula pada level Rp 12.500 per kilogram pada tahun ini dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditandatangani produsen dan distributor gula di kantor Kementerian Perdagangan pada 16 Januari lalu.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, dengan kesepakatan tersebut produsen dan distributor bertanggung jawab untuk bisa mendistribusikan gula sampai ke pasar. Menurutnya, harga acuan gula berlaku sampai Desember 2017. Namun begitu, jika ada gejolak harga meningkat tajam, evaluasi akan dilakukan di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian.
Dalam upaya pengawasan, Kemendag menggandeng Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Bilamana ditemukan praktik menyimpang seperti kartel yang merugikan masyarakat maka KPPU akan mengambil tindakan. KPPU juga mengakui keputusan harga eceran tertinggi (HET) sangat pas untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat.
"Kami akan lihat apakah tindakan pelaku usaha akan berpengaruh ke perilaku anti persaingan atau tidak. Kita akan melakukan pengawasan bersama Kemendag. Semoga proses berjalan baik sehingga daya beli masyarakat bisa terjaga," jelas Ketua KPPU Syarkawi Rauf.
[wah]