Berita

Pemuda Muhammadiyah/Net

Bisnis

Pemuda Muhammadiyah: PP 72/2016 Kejar Ambisi, Tabrak Konstitusi

RABU, 18 JANUARI 2017 | 16:49 WIB

POLEMIK Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) semakin mendapat respons tajam oleh publik baik itu dari DPR, akademisi dan pengamat kebijakan publik.

Produk hukum yang belakang menjadi sorotan ini dicurigai sebagai pintu masuk berpotensi Pemerintah dapat menjual aset-aset negara melalui perencanaan mendirikan holding BUMN. Apalagi dugaan itu diperkuat adanya niat tanpa melibatkan peran DPR.

Maksudnya, Pemerintah melalui PP 72/2016 dengan menyisipkan penambahan Pasal 2A yang secara garis besar merinci mekanisme penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN ke BUMN lainnya bila terjadi penggabungan beberapa BUMN ke dalam satu holding BUMN dilakukan tanpa melalui mekanisme APBN, atau dapat diartikan tanpa perlu persetujuan DPR.


Kami, dari Tim Kajian Advokasi Hukum dan Kebijakan Publik PP Pemuda Muhammadiyah telah melakukan kajian, dan dari aspek hukum mempertanyakan apa sebenarnya motif Pemerintah mengeluarkan PP 72/2016 yang menurut kami lemah dan tak punya pijakan hukum yang kuat.

Bagaimana bisa PP 72/2016 merubah dan menambah begitu saja dengan melepaskan sama sekali apa yang sedang dipertimbangkan PP 44/2005 yang hendak melaksanakan lebih lanjut perintah UU Keuangan Negara dan Pasal 4 ayat (6) UU BUMN.

Titik persoalan lemahnya PP 72/2016 berawal dari ambisi kebijakan pemerintah soal rencana holding BUMN yang tidak diimbangi dengan kecermataan dalam memberikan pijakan hukum.

Jika pemerintah saat ini mengeluarkan agenda paket reformasi hukum yang salah satu orientasinya adalah penataan peraturan, kami merasa heran mengapa PP 72/2016 sebagai produk hukum baru dibuat tidak taat pada prinsip-prinsip dalam pembuatan peraturan perundangan-undangan. Lihat saja aturan apa yang dipertimbangkan dalam PP 44/2005 yang dirubah mengapa ditabrak bahkan dilemahkan oleh PP 72/2016.

Bagi kami di Pemuda Muhammadiyah, kita negara hukum jangan buat aturan kejar ambisi tapi tabrak konstitusi. Soal kebijakan holding BUMN, kami tidak ingin terlalu jauh membicarakannya. Karena mubazir agak sia-sia, karena pijakan hukumnya lemah.

Masalah yang paling fundament ketika PP 72/2016 melampaui perintah Pasal 4 ayat (6) UU BUMN yang tegas disebut dalam PP 44/2005 tegas disebutkan penyertaan dan penatausahaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan ke dalam BUMN dan/atau PT yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara diatur oleh PP.  Artinya Pasal 4 ayat (6) UU BUMN tersebut ditujukan untuk penyertaan modal negara prihal pendirian atau penyertaan kepada BUMN. Disitu tegas para pihaknya adalah Negara kepada BUMN.

Masalahnya kemudian, di dalam Pasal 2A PP 72/2016 mengatur mekanisme penyertaan modal negara berupa saham milik negara pada BUMN kepada BUMN. Bukankah ini melampaui bahkan melemahkan perintah dari UU BUMN Pasal 4 ayat (6).

Dalam konteks ini jelas sekali pasal 4 ayat (6) UU BUMN yang tidak sama sekali memerintahkan penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN kepada BUMN. Anehnya mengapa diatur demikian dalam Pasal 2A PP 72/2016.

Kesimpulannya tidak tepat jika PMN dari BUMN ke BUMN (rencana holding BUMN), padahal PP 44/2005 yang dirubah mengatur PMN dari Negara ke BUMN, jelas APBN dan dirundingkan dengan DPR. Tentu ini aneh PP 72/2016.

Hal penting lain dari lemahnya PP 72/2016 bertentangan dengan Pasal 7 dan Pasal 24 UU 17/2003 tentang Keuangan Negara. Norma dalam Pasal 7 yang ditegaskan ialah mengenai kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara dan disusun dalam APBN. Kemudian dikuatkan dalam Pasal 24 secara garis besar Pemerintah dapat memberikan penyertaan modal dengan terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN.

Untuk kesekian kalinya kami mengatakan bahwa PP 72/2016 hadir merubah PP 44/2005 dimana hendak melaksanakan UU Keuangan Negara dan UU BUMN Pasal 4 (6). Lantas, mengapa Pemerintah mengebiri kewenangan peran DPR di dalam Pasal 2A PP 72/2016 PMN dari BUMN ke BUMN dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui mekanisme APBN, bukankah ini tabrak UU Keuangan Negara.

Pemerintah harus memperhatikan bahwa kekayaan negara dan keuangan negara merupakan bagian yang tidak dapat begitu saja dipisahkan dari mekanisme APBN yang dijamin secara konstitusional dalam Pasal 23 UUD 1945 yang penjabarannya diatur dalam UU tentang Keuangan Negara dan UU BUMN

Potensi PP 72/2016 berpotensi menabrak norma yang diperintahkan UU BUMN bahkan dapat saja inkonstitusional karena tidak sesuai dengan spirit Pasal 23 UUD 1945 yang justru belakangan PP tersebut meniadakan peran DPR dalam konteks PMN pada BUMN kepada BUMN tanpa melalui mekanisme APBN, jelas PP 72/2016 produk hukum modal ambisi tapi tabrak konstitusi

Harusnya PP 72/2016 lebih memperkuat mekanisme bagaimana menjalankan Pasal 4 ayat (6) UU BUMN dan UU Keuangan Negara melalui persetujuan DPR,  bukannya malah amputasi peran DPR. Tentu kajian ini membatasi dari aspek hadirnya sebuah peraturan dilihat dari perspektif tata urutan pembuatan UU. [***]

Faisal

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah
Bidang Hukum, HAM dan Advokasi Publik

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya