Berita

Djoko Edhie S Abdurrahman/Net

Politik

Apa Itu CSR Yang Digunakan Teman Ahok?

MINGGU, 15 JANUARI 2017 | 05:45 WIB | OLEH: DJOKO EDHI ABDURRAHMAN

SUDAH terbukti toh dana CSR (corporate social responsibility) digunakan oleh Teman Ahok untuk kampanye Ahok. Penggunaan CSR demikian bukan saja korup, juga unsual behavior of the firm.

CSR muncul tahun 1990-an di Indonesia berasal dari dialog antara John Maynard Keyns (pengemuka Mazhab Ekonomi Keynesian) dengan Milton Friedman (pengemuka Mazhab Ekonomi Moneterist System). Keduanya bersumber dari mazhab Neo Classic dari Adam Smith, pencipta Kapitalisme (hukum pasar).  

Bertanya Keyns kepada Friedman, "Siapa yang bertanggung jawab terhadap masyarakat yang tersingkir dari pembangunan? Dari system kapitalisme?"

Menjawab Friedman, "Kapitalisme itu sendiri."

Bertanya lagi Keyns, "Bagaimana caranya?"

Dijawab lagi oleh Friedman "Pajak Negatif."

Pajak Negatif inilah yang kini disebut CSR (pertanggung jawaban dampak sosial dari perusahaan atas pelaksanaan system kapitalis).

Akhir tahun 1980 Presiden Soeharto membuat ujicobanya mengumpulkan perusahaan terbesar bernama Kelompok Jimbaran untuk menerbitkan Pajak Negatif.

Sasarannya adalah masyarakat yang tersingkir dari pembangunan yang dalam teori Ilmu Ekonomi Pembangunan disebut development trap, yakni masyarakat yang terjebak oleh pembangunan. Yaitu masyarakat yang dimiskinkan oleh kegiatan pembangunan dalam system kapitalisme. Mereka dibantu dengan Pajak Negatif, yaitu laba perusahaan yang penerbitannya tidak mempengaruhi harga (pasar) sehingga mampu menolong orang miskin tersebut.

Pembahasan CSR meningkat di seluruh dunia sejak 1990 menjadi metodologi ekonomi pembangunan guna menanggulangi development trap.

CSR untuk yayasan Teman Ahok, adalah penyimpangan. Dana itu bukan untuk orang kaya. Dana itu untuk orang miskin. Mestinya Menko Kesra dan Menko Ekuin menertibkan CSR yang kini malah dinikmati orang kaya. Akibatnya, yang kaya kian kaya, yang miskin kian melarat. Pembangunan pun hanya untuk orang kaya.

Lalu kapitalisme dicaci maki. Padahal Pemerintahnya yang tak becus. [***]

Penulis adalah mantan Anggota Komisi Hukum DPR RI

Populer

Seluruh Fraksi di DPR Kompak Serang Kejagung soal Tom Lembong

Rabu, 13 November 2024 | 18:01

Kapolri Mutasi 55 Pati dan Pamen, Ada 3 Kapolda Baru

Selasa, 12 November 2024 | 23:52

"Geng Judol" di Komdigi Jadi Gunjingan sejak Bapak itu Jabat Menteri

Rabu, 06 November 2024 | 07:53

Dedi Prasetyo Dapat Bintang Tiga jadi Irwasum, Ahmad Dofiri Wakapolri

Selasa, 12 November 2024 | 22:50

Tak Terima Dikabarkan Meninggal, Joncik Laporkan Akun Facebook "Lintang Empat Lawang" ke Polisi

Kamis, 07 November 2024 | 06:07

Musa Rajekshah Dorong Pemetaan Potensi dan Keunggulan Desa

Kamis, 07 November 2024 | 21:43

Beredar Kabar Sekda DKI Jakarta Diganti

Jumat, 08 November 2024 | 15:43

UPDATE

Kemenangan Trump Dongkrak Dolar AS Capai Level Tertinggi dalam Setahun

Kamis, 14 November 2024 | 17:58

Program Transmigrasi Harus Terintegrasi Food Estate

Kamis, 14 November 2024 | 17:57

Mafia Tanah Dago Elos juga Dijerat Pasal TPPU

Kamis, 14 November 2024 | 17:37

Imbas Kasus Bahlil, Program SKSG UI Harus Diaudit

Kamis, 14 November 2024 | 17:32

Integritas Bahlil

Kamis, 14 November 2024 | 17:22

Kader Golkar Geram Beredar Berita Bohong Putusan PTUN Jakarta

Kamis, 14 November 2024 | 17:13

Ini Kunci Sukses Gregoria Tundukkan Ratchanok di Japan Masters 2024

Kamis, 14 November 2024 | 17:10

Taj Mahal dan Kuil Emas India Tertutup Kabut Asap Beracun

Kamis, 14 November 2024 | 16:55

KPK Sita Rumah Milik Wadirut PT Totalindo Eka Persada Salomo Sihombing

Kamis, 14 November 2024 | 16:52

Komisi I DPR Sebut Ancaman Medsos Jadi Tugas Wantannas

Kamis, 14 November 2024 | 16:41

Selengkapnya