. Kepolisian diminta menghentikan kasus dugaan makar yang dituduhkan terhadap sejumlah tokoh, salah satunya puteri Proklamator RI Rachmawati Soekarnoputri. Bila kasus itu tidak segera dihentikan justru dapat menjadi beban politik Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kasihan Presiden Jokowi. Dikira kasus ini ditangani (polisi) karena keinginan presiden," kata aktivis pro demokrasi Adhie M Massardi, kepada redaksi sesaat lalu (Senin, 9/1).
Dia meyakini Presiden Jokowi tidak memiliki keinginan seperti itu. Menurutnya, tuduhan makar yang disematkan penyidik Polda Metro Jaya terhadap sejumlah tokoh menimbulkan ketegangan baru, di tengah perlunya pemerintah mengatasi beragam persoalan nasional.
"Urusan kita sekarang banyak. Soal Ahok saja belum selesai, muncul lagi yang baru. Di bidang ekonomi ada masalah JP Morgan, kenaikan harga cabai dan berbagai komoditas lainnya. Ini masalah pelik, perlu kekuatan untuk mengatasinya," jelas Adhie.
Adhie mengingatkan, polisi tidak perlu alergi dengan kritik yang disampaikan terhadap pemerintah. Karena hal itu merupakan bagian dari kehidupan berdemokrasi.
"Reformasi lahir karena demokrasi. Faktanya kue terbesar reformasi dinikmati polisi (pisah dari ABRI). Jangan (kasus makar) ini jadi konflik persoalan bangsa," katanya.
Lebih jauh dia menilai penangan kasus tersebut juga menyalahi. Dugaan penggulingan pemerintahan yang sah seharusnya tidak ditangani di tingkat kepolisian daerah.
"Kalaupun makar itu ada, yang menangani Mabes Polri. Kalau makar terhadap gubernur yang menangani barulah Polda, aturan ketatanegaraannya begitu. Yang saya alami dulu saya dituduh mengganggu keamanan negara, masuknya Mabes Polri," jelas Adhie.
[wah]