Pengusaha muda ini heran bukan kepalang saat mendengar terdakwa penista agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mempolitisir proses hukum yang dijalaninya dengan mengungkap saksi pelapor Gusjoy Setiawan adalah pendukung jago cagub-cawagub no 1.
Rico meminta, agar Ahok fokus saja menghadapi kasus hukumnya. Jangan mengaitkan kesaksian di persidangan dengan pilihan politik Gusjoy di Pilkada DKI Jakarta. Sebab kedua hal tersebut jelas berbeda, dan tidak berhubungan.
Menurut dia, setiap orang punya pilihan politik sendiri-sendiri di pilkada. Terkait pilihan Gusjoy yang memilih menduÂkung Agus-Sylvi itu tentunya timses pun tidak bisa melarangÂnya, karena itu bagian dari kehidupan berdemokrasi.
"Jadi saya tegaskan sekali laÂgi, pemberian dukungan Gusjoy dan kesaksian Gusjoy dalam sidang Pak Ahok itu tidak ada kaitannya sama sekali sekali dengan paslon (pasangan calon gubernur-wagub) Agus-Sylvi," ujar Rico.
Seperti diketahui, seusai sidang ketiga yang digelar tertutup beberapa hari lalu, Ahok menÂgungkapkan Gusjoy Setiawan saat dicecar pengacaranya, akhirnya mengakui dirinya adaÂlah pendukung pasangan calon gubernur nomor urut satu terseÂbut. Ahok merasa dirugikan denÂgan hal tersebut. Menanggapi hal tersebut, berikut penuturan Juru Bicara Agus Sylvi, Rico Rustombi;
Seusai disidang, Ahok menÂgungkapkan ternyata Gusjoy merupakan pendukung paslon Agus-Sylvi. Bagaimana Anda menanggapinya?Perlu dipahami publik bahwa kasus Pak Ahok yang sedang berjalan saat ini adalah masalah penistaan agama, bukan masalah perseteruan dengan paslon kami. Jadi jangan campur adukkan atau dikaitkan dengan dukungan kepada paslon kami.
Gusjoy ini bukan timses atauÂpun relawan dari tim Agus-Sylvi yang terdaftar di KPUD DKI Jakarta. Jadi saya tegaskan bahwa status Gusjoy dalam perkara Pak Ahok itu tak ada hubungan apa pun dengan deÂklarasi dukungan dia terhadap paslon kami.
Dan patut diketahui, bahwa sepanjang perjalanan tahapan pilkada hingga kini, kami banÂyak menerima deklarasi duÂkungan dari berbagai kelompok masyarakat. Tentunya dukungan itu tidak mungkin dong kami tolak.
Tapi bukankah Gusjoy perÂnah mendeklarasikan dukunÂgan terhadap Agus-Sylvi?Memang. Tapi dukungan tersebut diberikan oleh Gusjoy jauh sebelum masa kampanye yang dimulai, 28 Oktober 2016. Itu pun Gusjoy hanya sebagai penÂdukung biasa, bukan anggota tim sukses ataupun relawan resmi yang terdaftar di KPUD. Dengan demikian, kesaksian Gusjoy yang menyatakan sebagai pendukung Agus dalam sidang Ahok sama sekali tidak ada korelasinya denÂgan pencalonan Agus.
Lantas Anda melihat pernyataan Ahok setelah persidangan itu sebagai apa? Anda tentunya bisa dong membedakan antara kesaksian di depan hukum dengan preferensi politik seseorang. Di depan haÂkim, preferensi subyektif tidak ada nilai pembuktian sedikit pun. Hukum hanya melihat fakta peristiwa dan argumentasi para pihak.
Jadi Anda melihat pernyataan Ahok itu hanyalah manuver dalam pilkada saja.. Kami sangat mengerti upaya
'framing' berbagai pihak untuk menciptakan kaitan itu. Bahkan terlalu sistematis upaya itu. Ada garis fitnah yang konsisten terus ditarik ke arah paslon kami. Tim riset kami memperhatikan bahÂwa propaganda hitam, tudingan kejam, fitnah yang makin abÂsurd, kini makin meluas sejalan dengan makin luasnya dukungan rakyat pada Agus-Sylvi.
Terasa jelas ada kepanikan dan kemarahan melihat hasil survey paslon kami yang terus membaik. Tapi semua gerakan-gerakan itu tak mempengaruhi niat kami untuk terus bergerilya, menguatkan harapan rakyat pada perubahan Jakarta. Bagi kami, kejujuran hati rakyat dalam menÂerima kehadiran Agus-Sylvi adaÂlah benteng utama penahan fitÂnah. Tidak ada yang lebih kokoh dari hati rakyat. Itulah sumber legitimasi politik sesungguhnya. Dan kami sangat berterima kasih pada kebaikan hati rakyat.
Memangnya sejauh ini apa saja pola-pola serangan dalam bentuk fitnah yang diarahkan ke Agus-Sylvi? Fitnah itu sudah ada sejak hari pertama deklarasi paslon kami. Dan popularitas Agus-Sylvi tak tergerus sampai hari ini. Anomali? Ya, anda kaget bahwa semakin difitnah, semakin elekÂtabilitasnya membaik. Fitnah itu ada batas rasionalnya. Semacam hukum "
diminishing return" bagi mereka yang kalap.
Kami juga telah mempelajari pola dan mekanisme fitnah itu. Temanya itu-itu saja. Dan yang mengejutkan adalah kami meÂnemukan bahwa pemfitnah itu juga berasal dari kalangan yang terdidik. Sangat dangkal moral semacam itu.
Seandainya kami harus beÂreaksi serius terhadap fitnah, maka kami akan membalasnya dengan finah balik yang lebih kejam. Tetapi kami tidak lakuÂkan itu. Kami terlalu serius memikirkan masa depan Jakarta. Kami hanya peduli dengan merosotnya indeks kebahagiaan rakyat ibukota saat ini. Kami tak punya waktu melayani meningÂginya indeks kebencian para penghalang kami. Dan mereka yang membenci persaingan poliÂtik sehat, tentu akan memakai cara-cara culas. Bukan politik semacam itu yang ada dalam kultur paslon kami. ***