Presiden Joko Widodo memerintahkan proyek listrik 35.000 megawatt (MW) dihitung ulang karena tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat Indonesia.
Jokowi juga tidak menampik ada perbedaan perhitungan jika melihat pertumbuhan ekonomi akhir-akhir ini. Jika pembangunan proyek istrik 35.000 megawatt (MW) berhasil selesai pada 2019, maka malah merugikan negara karena ada kelebihan ketersediaan yang terlalu besar.
Pernyataan ini disampaikan Presiden Jokowi dalam rapat Dewan Energi Nasional (DEN) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/1).
Dari perhitungan yang terbaru, ungkap Jokowi, jika proyek 35.000 MW rampung pada 2019 maka akan ada kelebihan kapasitas listrik sebanyak 16.000 MW. Kelebihan dalam jumlah besar itu akan menyebabkan pemborosan di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Jokowi juga menambahkan, saat ini konsumsi listrik per kapita di Indonesia masih jauh lebih rendah dibanding negara ASEAN lainnya seperti Singapura dan Vietnam.
Menurut dia, cara untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat akan listrik adalah dengan pembangunan yang lebih merata lagi di seluruh daerah.
Polemik tentang proyek ambisius ini pernah menjadi isu hangat setelah dikritik oleh Rizal Ramli ketika ia baru dipercaya Jokowi menjabat Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya.
Berdasarkan catatan redaksi, pada 7 September 2015, Rizal menyebut pembangunan 35.000 megawatt yang dipaksakan hanya akan membahayakan keuangan PLN, bahkan bisa berujung pada kebangkrutan. Saat itu ia perkirakan akan ada kelebihan kapasitas sampai 21.000 megawatt jika proyek listrik tersebut dipaksakan selesai pada 2019.
Rizal juga sempat mengungkapkan bahwa proyek tersebut hanya mewakili kepentingan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Ia menyebut, pembangunan pembangkit listrik 35.000 watt sebagai proyek ambisius JK yang belum tercapai saat menjabat Wapres di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
[ald]