Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Tahun Tupai Loncat

RABU, 04 JANUARI 2017 | 13:19 WIB | OLEH: BATARA R. HUTAGALUNG

BIASANYA mereka yang gemar menulis, setiap akhir tahun menulis refleksi atau catatan akhir tahun, untuk memberikan penilaian dari sudut pandangnya, atau hanya sekadar menulis kronologi/kaleidoskop berbagai peristiwa yang menurut pendapatnya penting.Juga ada yang di awal tahun menyampaikan harapan-harapannya untuk masa yang akan datang.

Menurut pandangan saya, jumlah peristiwa penting yang menonjol di tahun 2016 tidak banyak. Hanya ada masalah yang seharusnya mudah diselesaikan. Namun karena kepentingan sesaat dari penguasa dan pengusaha, suatu masalah menjadi sangat rumit dan berlarut-larut, yang eskalasinya kemungkinan besar akan mencapai puncaknya di tahun 2017. Yaitu kasus yang menjerat Gubernur DKI non-aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Seandainya mengacu pada kasus Ibu Rusgiani di Bali tahun 2012 yang hanya berlangsung 10 bulan, sejak penuntutan sampai vonis penjara 14 bulan, maka kasus Ahok juga dapat diselesaikan dengan cepat.

Yang sangat menonjol tahun 2016 adalah membenarkan adagium, bahwa di dunia politik, baik nasional maupun internasional, yaitu: Tak ada kawan dan lawan abadi. Yang abadi hanya kepentingan sesaat … mungkin sesat.

Cepatnya loncatan-loncatan spektakuler yang menyerupai loncatan kuantum (quantum leap), dari partai-partai politik dan para politikus besar, membuat para pendukung kesulitan untuk mengikuti dan memahami apa yang diinginkan oleh parpol dan para politikus dengan loncatan-loncatan quantum” mereka.

Biasanya langkah pindah-pindah partai disebut kutu loncat”, namun karena menyangkut partai-partai politik besar dan tokoh-tokoh besar, tak dapat disebut sebagai kutu”. Kutu bentuknya sangat kecil dan banyak yang tidak suka dengan kutu. Untuk menghormati, saya sebut tupai, yang jauh lebih besar dan banyak yang gemar memelihara tupai.

Tahun 2012 PDIP bersama Gerindra mengusung Jokowi dan Ahok sebagai calon gubernur dan cawagub, melawan koalisi besar parpol-parpol lain yang mendukung Foke.

Ahok sebelumnya adalah anggota DPR RI dari Golkar. Sebelum loncat ke Golkar dia anggota partai PIB. Ahok pernah menjadi Bupati Belitung Timur selama setahun lebih. Penduduk Belitung Timur sekitar 100.000 jiwa.

Pada Pemilhan presiden tahun 2014 PDIP dan Gerindra pecah kongsi. Masing-masing mengusung calonnya sendiri. Parpol-parpol pendukung Foke terbelah dua.  Sebagian (Nasdem, Hanura, PKPI, PKB) mendukung Jokowi dari PDIP. Sebagian (PKS, PAN, Golkar dan PPP) mendukung Prabowo dari Gerindra dan membentuk Koalisi Merah-Putih (KMP). PKPI, Hanura, Nasdem dan Gerindra didirikan oleh para mantan anggota Golkar. 

Setelah Jokowi terpilih jadi presiden, satu-persatu parpol pendukung Prabowo loncat, mendukung Jokowi.

Ahok menjadi gubernur mengganti Jokowi, kemudian dia loncat keluar dari Gerindra ke jalur independen, karena katanya untuk mendapat dukungan dari parpol, maharnya besar.

Walaupun katanya dia sudah dapat mengumpulkan lebih dari satu juta KTP yang cukup untuk mengusungnya melalui jalur independen, namun kemudian ahok melakukan loncatan paling spektakuler, yaitu loncat kembali ke jalur dukungan parpol. Tak tanggung-tanggung, ahok didukung oleh 3 parpol, termasuk Golkar yang sudah ditinggalkannya ketika ahok loncat ke Gerindra untuk menjadi wagub DKI.

Awalnya semua parpol termasuk PDIP, di luar parpol yang sudah mendukung Ahok maju dari jalur partai, membantuk suatu koalisi untuk mengajukan cagub dan cawagub bersama, namun usia koalisi ini tak lama, kemudian terjadi lagi loncatan-loncatan spektakuler.

PDIP yang sebenarnya berdasarkan jumlah kursi yang dimiliki di DPRD DKI cukup untuk mengusung sendiri cagub dan cawagub, ternyata tidak percaya diri dan loncat ke gerbong parpol yang sudah terlebih dahulu mendukung Ahok. Kemudian beberapa politikus yang pro dan anti ahok (saat ini) juga loncat-loncat pindah parpol atau loncat keluar dari parpol.

Oleh karena itu, saya menobatkan tahun 2016 menjadi Tahun Tupai Loncat.” [***]

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya