Berita

Sri Mulyani/net

Bisnis

Ceraikan JP Morgan, Pemerintah Tertutup Dan Memicu Reaksi Negatif

RABU, 04 JANUARI 2017 | 13:03 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Keputusan pemerintah, melalui Kementerian Keuangan yang menghentikan semua hubungan kemitraan dengan JP Morgan Chase Bank NA, seharusnya tidak terjadi.

Alasan pemutusan hubungan itu adalah riset yang dibuat bank asal Amerika Serikat (AS) tersebut dianggap mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional. Padahal, di sisi lain, riset tersebut dapat dijadikan sebagai early warning bagi pemerintah dalam mengantisipasi gejolak pasar keuangan di tahun 2017.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan, dalam keterangan pers, menjelaskan, riset yang dilakukan oleh JP Morgan tanggal 13 November 2016 tentang kondisi pasar keuangan di Indonesia pasca terpilihnya Donald trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) menyebutkan imbal hasil surat utang tenor 10 tahun naik dari 1,85 persen menjadi 2,15 persen. Kenaikan tingkat imbal hasil dan gejolak pasar obligasi ini mendongkrak risiko premium di pasar negara-negara yang pasarnya berkembang (emerging market). Hal ini memicu kenaikan Credit Default Swaps (CDS) Brasil dan Indonesia, sehingga berpotensi mendorong arus dana keluar dari negara-negara tersebut.


Bersandarkan kepada riset tersebut, JP Morgan merekomendasikan pengaturan ulang alokasi portofolio para investor. Sebab, JP Morgan memangkas dua level rekomendasi Indonesia dari "overweight" menjadi "underweight". Brasil turun satu peringkat dari overweight menjadi netral. Begitu juga Turki, dari netral ke underweight  akibat adanya gejolak politik yang cukup serius. Malaysia dan Rusia bahkan dinaikkan peringkatnya menjadi overweight. Afrika Selatan tetap dalam posisi netral.

Soal hasil riset JP Morgan, Marwan berpendapat, hasil riset tersebut merupakan rekomendasi yang ditujukan kepada para investor mengenai kondisi pasar keuangan di Indonesia setelah Donald trump terpilih.

"Semestinya hasil riset tersebut dapat dijadikan sebagai early warning  bagi pemerintah dalam mengantisipasi gejolak pasar keuangan tahun 2017. Pemerintah harus dapat menjelaskan secara terbuka kepada publik atas hasil riset dan penilaian yang dilakukan JP Morgan, untuk menghindari terjadinya disinformasi publik atas keputusan pemerintah," kata dia.

Perlu diingat bahwa pemutusan kerjasama dengan JP Morgan tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-1006/MK.08/2016 yang ditandatangani Sri Mulyani Indrawati pada 17 November 2016. Kementerian Keuangan menilai analisis JP Morgan yang menurunkan rating Indonesia dari overweight ke underweight (penurunan dua tingkat) berpotensi menggangu stabilitas keuangan nasional.

Namun, anehnya, surat itu atau perihal pemutusan hubungan itu baru terbuka ke publik pada 2 Januari 2017.

Kembali ke Marwan, ia menilai sikap reaktif pemerintah memutus hubungan dengan JP Morgan dapat memicu reaksi negatif dari para investor yang saat ini sedang dan akan masuk ke Indonesia.

"Untuk itu tetap diperlukan penjelasan yang lengkap dari pemerintah Indonesia terkait hal ini, juga rencana aksi nyata pemerintah untuk tetap menyakinkan investor," kata Marwan.

Terakhir, Marwan mewakili Fraksi Partai Demokrat juga meminta JP Morgan sebagai lembaga keuangan internasional untuk mengedepankan prinsip profesionallisme, akuntabilitas, bertanggung jawab, serta terbuka menjelaskan kepada pemerintah dan publik terkait metodelogi dan indikator yang digunakan, sehingga berujung pada rekomendasi penurunan level investasi dari "overweight" menjadi "underweight". [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya