Menteri asal PKB ini meminta agar isu soal Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China tidak dibesar - besarkan. Hanif bilang, hinga kini jumlah TKA di Indonesia masih rasionÂal, yaitu hanya sekitar 70 ribu orang per tahun. Jumlah tersebut jauh lebih kecil, jika dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mencapai sekitar 6,2 juta orang. Berikut penuturan Menteri Hanif;
Memang berapa jumlah TKA yang ada di Indonesia?
Tahun 2011 total TKA dari seÂmua negara ada 76 ribuan, tahun 2012 ada 72 ribuan, tahun 2013 ada hampir 69 ribu, tahun 2014 ada sekitar 68 ribu, dan tahun kemarin ada sekitar 69 ribu. Sementara untuk 2016, sampai akhir tahun ini ada 74.183 orang. Makanya saya katakan, rata-rata nasional TKA kita sekitar 70 ribuan setiap tahun. Ada yang masuk, ada yang keluar. Pemerintah memiliki skema pengendalian yang jelas.
Dari jumlah tersebut, beraÂpa yang ilegal?
Dari jumlah tersebut, beraÂpa yang ilegal?Sampai dengan akhir tahun ini, ada sekitar 683 TKA bermasalah yang ditangani Kemnaker (Kementerian Tenaga Kerja).
Masalah mereka apa saja?Dari angka itu, 587 TKA ilegal, dalam arti tidak ada izin kerja, 86 orang lainnya menyÂalahgunakan izin.
Para TKA ilegal ini berasal dari mana?Mereka berasal dari berbagai negara, bukan China saja. Ada yang dari Malaysia, Filipina, India, Thailand, Korea Selatan, dan lain-lain.
Banyak juga ya, lebih dari 600 kasus dalam setahun?Memang. Yang perlu dicatat adalah semua negara pasti ada TKA ilegalnya, tak terkecuali negara maju seperti Amerika atau Eropa. Tinggal masalah jumlahÂnya rasional atau tidak.
Bagaimana anda meÂnyikapi isu TKA China yang saat ini marak beredar di masyarakat?Jadi gini, isu TKA China yang ramai saat ini bukan kali pertama. Ini episode ketiga di mana isu TKA China muncul ke publik sejak Februari 2015 lalu. Episode kedua pada April 2016. Polanya saya lihat sama. Pertama, membuat cerita meyaÂkinkan melalui situs abal-abal. Dua, menggunakan angka bomÂbastis, manipulatif atau palsu. Tiga, memainkan foto insidentil atau hoax lalu digeneralisasi. Empat, memviralkan itu semua di sosial media, terutama faÂcebook, twitter dan whatsapp group, hingga mempengaruhi media mainstream.
Cara kerjanya juga sama. Daur ulang berita lama, disinformasi melalui foto dan meme, disÂtorsi fakta lapangan, pembesaran kasus-kasus TKA, manipulasi wisatawan sebagai TKA, hipÂerbolisme, insinuasi (tuduhan tersembunyi/tidak langsung-red), provokasi dan lain-lain. Intinya adalah penetrasi narasi yang disebut "asing dan aseng". Biar tambah sedap aroma isu TKA China-nya, dibuat juga aksi-aksi provokasi di lapangan. Misalnya aksi sweeping TKA China oleh kelompok tertentu.
Jadi, isu TKA China itu tidak mencerminkan realitas sebeÂnarnya. Ia adalah realitas yang dibentuk, atau framing reality untuk mempengaruhi persepÂsi orang dengan narasi asÂing dan aseng†yang mengarah pada adu domba unsur-unsur dalam masyarakat. Misalnya, adu domba antara Islam dengan non-Islam, pekerja Indonesia dengan pekerja asing, pribumi dengan China, pemerintah denÂgan rakyat, dan lain sebagainya. Bahkan, organisasi Islam terbesar seperti NU juga menjadi sasaran, di mana warganya diadu domba dengan pemimpin/kiainya.
Anda melihat apa motif mereka dan siapa dalangnya?Secara pasti saya tidak tahu. Tapi dari histori dan trend isuÂnya, saya mencium bau pengÂgalangan sentimen anti-China, lalu mungkin anti-komunis, dan seterusnya. Ujung-ujungnya bisa saja delegitimasi pemerintah atau bahkan lebih dari itu. Boleh jadi, isu TKA China ini hanya prakondisi saja dari sebuah narasi besar untuk mencerai-beraikan kebangsaan kita dan NKRI.
Tentang siapanya, silakan Anda investigasi. Jejak-jejak soal itu di media sosial saya kira cukup jelas. Media sosial dimanfaatkan betul untuk keÂpentingan itu. Dunia sosmed kan kepo banget, paling bangga kalau menjadi yang pertama membagi informasi apapun meski dari sumber tak jelas, paling hobi sharing tanpa sarÂing. Begitulah mungkin kalau kita banjir informasi tapi kering kebijaksanaan.
Tapi masak iya tidak ada TKA China itu sama sekali, terlebih yang ilegal?TKA ilegal ada, tapi isu TKA China itu sudah di-
framing secara politik. Warna uang baru saja diasosiasikan dengan China lewat meme-meme. Hal-hal kecil dibesar-besarkan, satu peristiwa digeneralisasikan, dan sebagainya.
Ketika Dirjen Imigrasi bilÂang 1,3 juta turis China masuk Indonesia tahun ini, langsung diplesetkan menjadi TKA China. Penangkapan beberapa TKA ilegal di daerah oleh aparat peÂmerintah langsung digoreng jadi ribuan, bahkan jutaan. Pokoknya sedikit-sedikit China. Nanti sedikit-sedikit komunis dan seterusnya. Nggak masuk akal kok dipercaya. Ini yang sesungÂguhnya bikin resah masyarakat.
Coba anda perhatikan baÂgaimana cerita atau kisah-kisah tentang TKA China itu dikemas begitu personal dan diolah seÂcara meyakinkan. Misalnya cerÂita begini: "Pas saya di bandara ini, saya lihat puluhan tenaga kerja China di sana. Gila! Badan mereka kekar-kekar. Sepertinya mereka tentara. Wah, Indonesia dikepung China nih!". Cerita beginian banyak bertebaran, dan dilengkapi dengan foto insidentil atau
hoax biar makin meyakinkan.
Kisah-kisah semacam itu meÂmenuhi ruang media sosial kita, lalu diviralkan kemana-mana. Dibangun persepsi seolah-olah Indonesia dikepung, diserbu, dibanjiri, diserang oleh China. Seolah-seolah! Saat saya bilÂang faktanya adalah Indonesia mengepung China karena jumÂlah TKI kita di China jauh lebih besar dari TKA China di Indonesia, eh ada yang marah. Marah karena kebohongan dan insinuasi yang coba dipaksakan untuk terlihat sebagai kebeÂnaran, terbantah dengan fakta dan data.
Ada pesan yang ingin anda sampaikan kepada masyarakat terkait masalah ini?Dalam kaitannya dengan isu TKA China, tolong jangan gamÂpang percaya dengan informasi yang sumbernya tidak jelas, misalnya dari situs abal-abal. Selalu
check and recheck inforÂmasi yang kita terima dari sosial media seperti facebook, twitter, grup whatssapp dan semacamÂnya. Jangan sembarangan sharÂing informasi, forward sana sini tanpa melakukan pengecekan dan penyaringan.
Kemudian, jika menemukan indikasi pelanggaran penggunaan TKA, segera laporkan ke instansi pemerintah terdekat, seperti polisi, imigrasi, disnaker atau inÂstansi terkait lainnya di daerah. Jangan mudah terprovokasi untuk melakukan tindakan yang melaÂwan hukum terkait warga negara atau tenaga kerja asing.
Di zaman sosial media ini, kepalsuan bisa tampak sebagai kebenaran karena diucapkan atau disampaikan terus menerus. Kita semua harus hati-hati dan bijak. ***