Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri ini bereaksi mendengar pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang menyatakan Plt Gubernur tak boleh mengambil atau mengubah kebijakan.
Sumarsono mengatakan, dirinya tak pernah mengubah kebijakan yang telah dirancang oleh Ahok, termasuk terkait penetapan kebijakan biaya operasional RT/RW. Menurut Sumarsono, yang dilakukannya hanyalah penyesuaian program yang ada di Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2017.
"Jadi ngacakin program yang mana? Kembali pada yang berÂsangkutan, sudah baca belum? Kalau baca pasti tidak akan koÂmentar, karena sudah tahu tidak akan ada yang berubah," tambah Soni, sapaan Sumarsono, di Balai Kota, kemarin.
Soni menegaskan, tidak ada program bergeser dari yang telah ditentukan Ahok sebelumnya. Namun, lantaran ada peningkatan pendapatan, maka penyesuaiandi beberapa program perlu memaksimalkan anggaran.
"Jadi cuma dipertajam di tingkat yang tidak signifikan. Penyesuaian itu pun sudah dibaÂhas bersama BPKAD, Sekda dan Bappeda, serta koordinasi dengan DPRD DKI Jakarta," tegasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya Ahok mengkritisi keputusan menaikkan Biaya Operasional (BOP) RT/RW ke DPRD. "Belum pernah dalam sejarahÂnya pasca reformasi Plt Gubernur menentukan kebijakan. Karena semua kebijkan visi-misi gubernur terpilih. Itu wakil guÂbernur aja enggak boleh lho," tegas dia.
Berikut ini pernyataan Sumarsono;
Sebelumnya anda kan mengusulkan kenaikan anggaran oprasional RT/RW. Bukankan itu salah satu contoh, kalau anda mengubah kebijakan yang sudah ada?Sama sekali tidak. Sebab saya tidak memutuskan. Saya hanya menampung aspirasi masyarakat, termasuk RT/RW untuk diusulkan dan dibahas DPRD. Namanya aspirasi masyarakat, posisi saya sebagai Pelaksana tugas Gubernur ada aspirasi ya saya salurkan.
Tapi itu kan bertentangan dengan kebijakan Gubernur dan Wakil Gubernur yang sebenarnya?Itu tidak benar. Sebelum masuk masa cuti kampanye, Pak Djarot sudah mengusulkan kenaikan dana operasional RT/RW. Jadi saya hanya menjalankan ritme kebijakan yang telah disusun sebeÂlumnya. Yang baik saya lanjutkan, yang kurang baik saya luruskan.
Anda kan juga berencana melakukan perombakan PNS?Itu semua nanti bukan saya yang rombak. Saya sudah bentuk tim khusus. Nanti tim itu yang menjelaskan dan berkoordinasi dengan Pak Ahok dan Pak Djarot. Saya hanya akan melantik susuÂnan PNS yang sudah dirumuskan bersama oleh Pak Ahok, dan Pak Djarot Djarot. Saya kan enggak punya kepentingan. Kepentingan saya hanya agar penataan selesai. Siapa ditempatkan ke mana. Kalau semua tidak ada perubahan juga lebih bagus, harapan saya semua tidak ada pelantikan tapi pengukuhan saja. Itu lebih baik.
Tetapi Ahok tetap memÂpertanyakan kewenangan Plt Gubernur untuk mengesahÂkan APBD?Saya jelaskan sekali lagi, menurut Peraturan Menteri dalam Negeri (Permendagri) tahun 2016, Plt berhak memutuskan atau menÂetapkan APBD. Kewenangan ini diperoleh sebagai wujud persetuÂjuan pemerintah pusat.
Maksudnya?Dalam konteks pemerintahan dalam negeri, Presiden yang mewakili adalah Mendagri. Mendagri ini mewakili kewenangan Presiden dalam pemerintahan, yang diwujudkan dalam Permendagri Nomor 74 Tahun 2016. Nah, salah satu poin dari permendagri tersebut adalah Plt Gubernur berhak menandatangani Perda tentang APBD dan Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD), setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Kewenangan pengesahanAPBD tersebut berlaku juga unÂtuk Plt Bupati dan Walikota?Iya. Tapi kewenangan ini juga tergantung bulannya. Karena sekarang bulan-bulan APBD, maka saya berhak. Kalau kemuÂdian bulannya ketika diberikan jabatan Plt Juni, ya tidak ada tanda tangan APBD. Jadi karena bulan di mana Plt berada itulah bulan pekerjaan harus dilakukan. Jadi tugas seperti ini tidak rata untuk semua Plt.
Jika nantinya Gubernur yang cuti aktif kembali merasa keberatan dengan APBD yang telah ditentukan bagaimana?Maka bisa dilakukan judicial review. Tapi yang jelas APBD satu jalur harus jalan dulu.
Kenapa harus begitu? Sebab kalau tidak tanda tanÂgan, berarti bulan Juni menungÂgu pilkada baru tanda tangan. Akibatnya, selama enam bulan rakyat akan kelimpungan karena APBD enggak ada.
Kemarin kan draf APBD suÂdah dikirimkan ke Kemendagri. Kapan kira -kira akan seleÂsainya?Biasanya butuh waktu 14 hari untuk Kemendagri melakukan evaluasi APBD. Tapi saya minta kepada temen-temen saya di Kemendagri untuk bisa menyeleÂsaikan dalam waktu 5 hari lah plus minus sehingga bisa lebih cepat.
Penyelesaian APBD DKI kali ini kan bisa tepat waktu. Kenapa bisa sampai begitu?Menurut saya karena jadwal DPRD mau diajak bekerja sama. Jika salah satu pihak berhalanganuntuk mengadakan rapat, maka segera dijadwalkan waktu yang tepat sebagai penggantinya. Ini adalah kunci utama kenapa ini lebih cepat, dan bisa lebih sukses. DPRD enggak keberatan paripurÂna seminggu 2 kali bahkan 3 kali dengan OPD. ini satu hal luar biasa. Sebagai pihak ekseÂkutif, saya sangat mengapresiasi para anggota dewan yang selalu komunikatif dan bisa bekerja sama dengan baik. Saya berharap hal ini bisa ditiru oleh seluruh provinsi di Indonesia.
Apanya yang harus ditiru?Kerjasama yang baik antara ekÂsekutif dengan legislatif. Seluruh proses pemerintahan itu akan berÂjalan cepat dan baik bila komunikasi dengan mitra kerja berkeÂsinambungan. Sampai kapanpun di pemerintahan itu ada eksekutif dan DPRD. APBD bukan milik eksekutif tapi juga milik DPRD, bareng-bareng lah. ***