Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri ini akan berhati-hati memutuskan pembelian laÂhan bekas kantor Kedubes Inggris di Jalan Prof M Yamin, Menteng, Jakarta Pusat.
Diatak ingin kasus pembelian ulang yang terjadi dalam proses pembelian lahan di Cengkareng, Jakarta Barat terulang. Soni, sapaan Sumarsono menjelaskan, saat ini Pemprov DKI tengan menelisik status lahan eks kantor Kedubes Inggris tersebut di kanÂtor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pemprov juga minta bantuan instansi luar negeri untuk memperjelas status lahan tersebut.
Seperti diketahui Pemprov DKI berencana membeli lahan eks kantor Kedubes Inggris. Namun ternyata lahan seluas 4.185 meter itu diduga milik pemerintah, bukan Kedubes Inggris. Sementara, Pemprov DKI Jakarta di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 470 miliar untuk membeli lahan tersebut.
Seperti diketahui Pemprov DKI berencana membeli lahan eks kantor Kedubes Inggris. Namun ternyata lahan seluas 4.185 meter itu diduga milik pemerintah, bukan Kedubes Inggris. Sementara, Pemprov DKI Jakarta di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 470 miliar untuk membeli lahan tersebut.
Berikut penjelasan Sumarsono terkait hal tersebut;Memang awalnya bagaimaÂna sih, kok sampai anggaran dialokasikan baru diketahui lahannya bermasalah?Tak ada yang salah soal pengalokasian anggaran itu. Pemrov DKI, Pak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat itu asumÂsinya status lahan tersebut adaÂlah benar-benar milik Kedubes Inggris. Setelah ada laporan bahwa lahannya milik pemerinÂtah, maka coba kami konfirmasi ke BPN. Nah ternyata di BPNada dua pendapat.
Apa kedua pendapat itu?Pendapat pertama menyaÂtakan, dalam kontrak yang disÂepakati kira-kira 50 tahun yang lalu, lahan tersebut adalah hak pakai, dan harus dikembalikan kepada pemerintah setelah tidak dipakai lagi. Sementara pendaÂpat kedua menyatakan, tanah eks kantor Kedubes Inggris merupaÂkan pemberian dari Pemerintah Pusat kepada Kerajaan Inggris tahun 1954.
Makanya, daripada ini belum jelas tapi digelontorkan uangnya lebih baik saya minta kesemÂpatan klarifikasi kepada BPNmengenai kejelasan statusnya.
Kalau bermasalah begitu, kenapa Pemprov DKI yang saat itu dipimpin Ahok mau membeli lahan tersebut?Karena Pak Ahok tidak taÂhu lahan tersebut bermasalah. Asumsi laporan yang masuk ke Pak Ahok itu statusnya sudah beralih ke Inggris. Sementara laporan yang masuk ke saya itu ternyata memang lahannya milik pemerintah. Andai kata tahu itu milik pemerintah pusat, Pak Ahok juga pasti melarang.
Kok bisa ada dua laporan yang berbeda begitu?Karena adanya ketidakjelasan di BPN. Karena ada dua pendaÂpat yang berbeda itu, makanya kebijakan yang diambil berbeda. Kalau laporan yang saya terima lahan tersebut punya Kedubes Inggris juga, mungkin saya minta rencana pembeliannya diteruskan.
Saat proses pembelian laÂhan kan biasanya Pemprov mengecek dulu ke BPN, artiÂnya perbedaan pendapat itu sudah diketahui dong. Jangan - jangan itu modus untuk mengkorupsi APBD DKI?Saya yakin tidak seperti itu. Saya yakin Pak Ahok tidak berniat membobol APBD melaÂlui pembelian lahan tersebut. Penyebabnya simpel aja, karÂena Pak Ahok memang tahuÂnya lahan milik Inggris. Kalau tahu milik pemerintah Pak Ahok juga saya yakin tidak akan mau sampai menganggarkan dana pembelian lahan.
Sebelumnya anda juga kan membatalkan beberapa proyek bermasalah di era Ahok. Bukankah itu modus juga?Sama sekali tidak. Kebijakan pembelian lahan ini kan diambil karena asumsinya lahannya meÂmang milik Inggris. Sementara kasus pembatalan proyek kan terjadi karena ada kesalahan teknis, prosedurnya mendahului Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS). Tapi lelangnya sendiri sudah jelas, tidak fiktif.
Ahok kan sampai ngotot untuk membelinya. Tidak mungkin kalau tidak ada motif tertentu?Maksud dari Pak Ahok baik kok. Dia menganggarkan Rp 460 miliar sekian itu, karena laÂhannya sangat bagus. Posisinya strategis sebagai ruang terbuka atau cagar budaya.
Keindahan Jakarta cukup terlihat dari sana. Lahan itu juga bisa dipergunakan untuk demonstrasi. Yang mis itu kan ketidakjelasan status lahan itu. Tapi kalau beliau sudah tahu ini bukan milik Inggris, saya yakin tidak mungkin dipaksakan.
Kalau begitu, jadi dibeli atau tidaknya lahan tersebut tergantung dari BPN?Iya. Kami sudah menurunkan tim guna mendapakan kejelasan dari mereka secepat mungkin. Setelah statusnya jelas, baru diputuskan akan dibeli atau tidak.
Kalau statusnya menyatakan lahan itu milik pemerintah pusat?Ya kami akan hentikan renÂcana pembeliannya. Milik pihak yang sama kok.
Soal rencana untuk membaÂgun cagar budaya atau ruang terbuka gagal dong?Tidak harus begitu. Tinggal dibicarakan dengan pusat, baÂgaimana caranya supaya kami bisa menggunakan dan menÂgelola lahan tersebut. Misalnya dengan mengajukan permintaan penyerahan aset.
Jika lahan tersebut telah diserahkan, Pemprov DKI dapat membangun taman interaktif, tanpa mengeluarkan anggaran pembebasan lahan. ***